Penilaian Perkumpulan Prakarsa - Indonesia Terburuk Atasi Kemiskinan di Asia Tenggara

NERACA

Jakarta - Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Prakarsa menilai Indonesia sebagai negara terburuk di Asia Tenggara dalam memecahkan masalah kemiskinan. Pasalnya, kemiskinan hanya bisa dipecahkan melalui indikator purchasing power parity (PPP) yang rendah senilai US$1,13 per hari. Hal ini menunjukkan, secara politik, Pemerintah hanya berani menggunakan indikator yang tidak berprestasi.

“Indonesia merupakan negara terburuk di Asia Tenggara dalam menanggulangi masalah kemiskinan. Jumlah penduduk miskin justru terus bertambah sebanyak 2,7 juta jiwa selama tiga tahun terakhir. Dan lebih memalukan lagi pertambahan angka kemiskinan yang ekstrem ini hanya terjadi di Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro, di Jakarta, pekan lalu.

Celakanya lagi, kata Setyo, tingkat kesenjangan ekonomi di Indonesia juga semakin melebar. Hal itu terlihat dari akumulasi kekayaan 0,02% penduduk terkaya ternyata setara dengan 25% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Bila kondisi ini dibiarkan terus-menerus sebetulnya ada kekhawatiran terjadi ledakan sosial akibat rasa keadilan sosial ekonomi yang tak terlalu timpang.

“Janganlah dibandingkan dengan Malaysia atau Thailand. Karena tingkat kemiskinan di Indonesia sebetulnya lebih tertinggal dibanding Kamboja dan Laos. Sebab, harta yang dimiliki 43 ribu orang di kaya ternyata hampir sama dengan akumulasi kekayaan 140 juta orang atau 60% penduduk Indonesia. Bahayanya lagi akan ada akumulasi kemarahan sosial yang berujung pada kerusuhan,” jelas Setyo.

Dia juga menuding kesalahan Pemerintah dalam memberantas kemiskinan karena penetapan angka garis kemiskinan di sangat rendah. Bahkan di bawah angka yang ditetapkan Asia Development Bank (ADB). Hal ini mencerminkan Pemerintah tidak memiliki tolak ukur yang kompeten dalam mengukur batas kemiskinan.

“Pada tahun 2011 saja Pemerintah menetapkan sebesar US$1,13 per hari PPP atau setara dengan Rp7.060 per hari. Bisa buat apa dengan uang sebesar itu? Padahal ADB saja menetapkannya sudah sangat rendah, yaitu sebesar US$1,25 PPP atau setara dengan Rp7.800 per hari. Jelas, Pemerintan tidak mau menggunakan tolak ukur yang kompeten,” tegas Setyo.

Lebih jauh Setyo juga menilai keengganan Pemerintah menggunakan tolak ukur yang kompeten disebabkan persoalan kemiskinan hanya diselesaikan secara politis. Sedangkan Pemerintah secara politis sangat menghindari rapor merah.

“Tidak mengherankan jika ukuran kemiskinan di Indonesia menjadi sangat politis. Karena biar bagaimana pun juga ukuran prestasi Pemerintah harus dipertanggungjawabkan. Sedangkan jika standard garis kemiskinan itu dinaikkan sedikit saja, maka angka kemiskinan akan melonjak tinggi,” ungkap Setyo.

Untuk itu dirinya menekankan agar Pemerintah membuat strategi pengurangan kesenjangan dalam UU APBN. Dalam pelaksanaannya juga tertera dalam RPJMN 2015-2019. Dengan begitu ada kebijakan arah yang jelas tentang pengentasan kemiskinan.

“Sebenarnya pengentasan kemiskinan itu tidak pernah dicantumkan dalam dokumen resmi negara seperti APBN. Padahal tidak ada gunanya pembangunan jika hasilnya hanya dinikmati sebagian orang. Perlu diingat kesenjangan adalah bom waktu untuk mengancurkan suatu bangsa,” tutup Setyo. [lulus]

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…