Data Swasta dan Pemerintah Beda - Pengusaha Pertanyakan Angka Produksi Rumput Laut

NERACA

 

Jakarta - Angka yang dipatok pemerintah untuk produksi rumput laut tahun 2013 yang mencapai 7,5 juta ton dipertanyakan kalangan pengusaha rumput laut nasional. Pasalnya jumlah ini sangat tidak sejalan dengan total ekspor rumput laut nasional.

“Dari total produksi, 70% diantaranya masih diekspor karena pasarnya banyak terserap oleh luar. Sekitar 30%nya diolah di dalam negeri  dan sebagian hasilnya juga diekspor ke luar,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun ARLI ekspor rumput laut mulai dari Bulan Januari hingga Oktober 2013 hanya mencapai 147,052 ton.  Jumlah ini sangat jauh dari angka yang dipatok pemerintah.

“Bila 7,5 juta ton itu diasumsikan dalam kondisi basah, maka jika dikonversi keringnya menjadi 750.000 ton. Jumlah ini juga masih sangat jauh. Ini aneh, karena rumput laut itu kebanyakan masih diekspor. Jadi sebenarnya rumput laut yang sedemikian banyak itu ada dimana? Dan kalaupun ada mau diapakan? Karena sebenarnya permintaan sedang tinggi, harga relatif tinggi tapi barangnya sedikit,” kata Safari.

Dia menerangkan, selama ini acuan untuk melihat produksi rumput laut nasional memang mengacu pada total ekspor karena pasar dalam negeri belum mampu menyerap semua produksi yang ada sementara permintaan industri luar lumayan besar.

Oleh sebab itu, kata Safari, seyogyanya pemerintah lebih mematangkan lagi program hilirisasi rumput laut yang digadang-gadang bisa meningkatkan nilai tambah dan devisa negara. Menurutnya, daya saing industri nasional masih jauh bila dibandingkan dengan negara lain.

“Lemahnya daya saing industri kita terlihat ketika produksi rumput laut yang banyak tidak terserap oleh lokal, bisa karena permintaannya yang rendah atau karena harga jual yang relatif tinggi. Sementara jika harga rendah, banyak petani yang tidak tertarik dan sebaliknya jika harga tinggi, pelaku industri lokal sulit bersaing,” terang Safari.

Untuk hilirisasi, tambah dia, sebenarnya ada peluang untuk petani sekaligus tantangan bagai pelaku industri. Menurut Safari, program hilirisasi perencanaannya belum matang karena belum jelas siapa yang bertanggung jawab mengurus indutrialisasi itu. “Kita berharap pemerintah membuat program yang tidak bersifat politis saja, program hilirisasi harus dikawal dengan serius dan seharusnya ada blueprint atau road map khusus”.

Safari juga mengungkapkan, saat ini perizinan bagi Industri pengolahan rumput laut yang beroperasi cenderung disulitkan karena setidaknya harus memiliki 14 macam surat izin yang dikeluarkan oleh antar Kementerian/lembaga yang berbeda-beda sehingga menyebabkan biaya tinggi dan tidak efisien.

Pemerintah, kata dia, perlu memikirkan bagaimana agar pelaku usaha baik nasional maupun internasional tertarik untuk berinvestasi dan membangun Industri. “Pemerintah bisa saja membuat program, tapi harusnya bertanggung jawab dalam implementasinya agar program itu bisa jalan. Intinya pemerintah harus memikirkan agar semuanya bisa efisien, tidak high cost, serta adanya jaminan dukungan sinergi antar departemen,” tukas dia.

Genjot Produksi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya menggenjot sektor hulu rumput laut dengan menargetkan produksi rumput laut basah sebanyak 10 juta ton atau setara 1 juta ton rumput laut kering pada 2014. Target itu naik dua kali lipat dibanding realisasi 2012 yang hanya 5 juta ton dan naik 42% dari target tahun ini yang mencapai 7 juta ton.

Selain itu, sektor hilir rumput laut juga akan terus dipacu sehingga ekspor produk rumput laut olahan semakin meningkat. Ekspor produk-produk olahan rumput laut yang bernilai tambah tinggi adalah dalam bentuk produk alkali treated cotonii (ATC), semi refine caraginan (SRC), dan refine caraginan (RC). Selain meningkatkan devisa, upaya itu bisa menciptakan lapangan kerja.

Menteri KP Sharif Cicip Sutardjo mengungkapkan, komoditas rumput laut di Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga pihaknya akan mendorong hilirisasi olahan rumput laut. Itu karena pengembangan dan penguatan industri rumput laut Indonesia didukung sumber daya dan keragaman rumput laut yang melimpah. Hilirisasi akan menguatkan struktur industri di dalam negeri, peningkatan nilai tambah, perluasan lapangan kerja, dan terpenuhinya pasar dalam negeri, juga meningkatnya ekspor olahan rumput laut.

"Industrialisasi rumput laut tidak hanya sebatas untuk meningkatkan devisa negara, tetapi juga untuk memberikan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan bagi pembudidaya rumput laut yang umumnya merupakan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir," kata Sharif.

Menteri KP mengungkapkan, industrialisasi rumput laut berperan strategis karena industri itu memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya, baik keterkaitan ke belakang (back-ward linkage) maupun keterkaitan ke depan (forward linkage). Selain itu, upaya tersebut dinilai dapat menekan ekspor bahan baku rumput laut Indonesia hingga mencapai kisaran 75-80% serta mengurangi ketergantungan impor karagenan sebesar 1320 ton. Sebagai bahan baku industri, rumput laut memiliki lebih dari 500 end product. Apalagi, permintaan akan produk olahan komoditas rumput laut sangat dibutuhkan oleh industri, baik pangan maupun non-pangan.

KKP telah menggulirkan kebijakan industrialisasi KP dengan menempatkan rumput laut sebagai komoditas utama bersanding dengan TTC (Tuna Tongkol Cakalang), udang, bandeng, dan patin. Industrialisasi rumput laut merupakan suatu kegiatan terintegrasi antara pengelolaan budidaya ketersediaan bibit, sosial ekonomi, penanganan pascapanen, permodalan hingga pemasaran. Kegiatan itu bertujuan meningkatkan nilai tambah, efisiensi, dan skala produksi yang berdaya saing sehingga pada pelaksanaannya melibatkan banyak pihak dan unit kerja, baik pemerintah maupun swasta.

Saat ini, Indonesia memiliki sumber daya plasma nutfah rumput laut kurang lebih 555 jenis. Potensi budidaya laut di Indonesia terbilang cukup besar, termasuk area untuk budidaya rumput laut yang diperkirakan mecapai 1,1 juta hektare (ha). Indonesia kini juga telah menempatkan diri sebagai negara penghasil rumput laut terbesar di dunia.

BERITA TERKAIT

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…