DORONG HILIRISASI SEKTOR AGROBISNIS - Political Will Pemerintah Masih Lemah

NERACA

Jakarta – Di tengah melebarnya defisit perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2013 dengan negara tetangga, sejatinya sektor industri agrobisnis bisa memiliki daya saing dengan ekspor barang jadi dan bukan barang mentah untuk menopang beberapa sektor industri lain. Namun faktanya, ekspor industri agrobisnis ternyata belum memiliki nilai tambah.

Menurut Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) Suryani Motik, sulitnya merealisasikan hilirisasi industri agrobisnis disebabkan belum ada pihak yang serius melihat keuntungan dari hal tersebut. Masalahnya pemerintah sendiri belum punya program hilirisasi industri agorbisnis yang efektif. Sedangkan pihak pengusaha tidak bisa lepas memandang hal tersebut dari keuntungan.

”Masalahnya begini, untuk hilirisasi itu butuh investasi yang mahal. Sedangkan pemerintah juga belum terlihat memberi dukungan untuk hilirisasi pada industri tersebut. Jadi wajar kalau sawit, kakao, kopi, rotan dan produk lainnya produksinya tidak bernilai tambah,” kata Suryani kepada Neraca di Jakarta, Rabu (5/2).

Mengingat minimnya dukungan pemerintah dalam hilirisasi industri tersebut, Suryani menilai industri agrobisnis di Indonesia memang tidak jelas arahnya mau dibawa kemana. Sementara hasil kekayaan tanah di Indonesia terus dikeruk dan diekspor dalam bentuk mentah. Khawatirnya Indonesia tidak akan menikmati hasil apapun mengingat kondisi tanah yang dijadikan perkebunan lambat laun akan memburuk.

“Tanah yang dijadikan perkebunan lambat laun kan pasti berkurang kualitasnya. Seharusnya pemerintah memang segera memperbaiki struktur industri dan perdagangan agrobisnis dalam negeri. Sebab jangan sampai ketika tanahnya sudah tidak menghasilkan ternyata kita baru sadar selama ini tidak pernah meraup untung,” tutur Suryani.

Untuk itu dia mengimbau agar pemerintah segera mengambil langkah konkret. Pasalnya pihak pengusaha tidak akan bergerak jika tidak terlihat keuntungannya. Sedangkan untuk membangun hilirisasi industri agrobisnis diperlukan investasi yang sangat besar.

Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, mengakui selama ini nilai ekspor Indonesia dibeberapa sektor masih barang mentah sehingga kalah bersaing dengan negara tetangga yang justru sudah memberikan ekspor barang jadi,”Lemahnya daya saing industri agro di dalam negeri ditenggarai mahalnya harga bahan baku yang jalur distribusinya mayoritas dikuasai tengkulak,”ujarnya.

Minimnya keberadaan koperasi petani, menurut dia, membuat pelaku industri terpaksa membeli pasokan bahan baku dari tengkulak. Mereka lebih suka menjual stok bahan bakunya kepada eksportir ketimbang memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Oleh karena itu, pihak yang paling diuntungkan adalah para tengkulak,”Merekalah mengatur atau menjadi penentu harga sejumlah komoditas agro dalam negeri. Faktanya, hampir semua komoditas agro pasokannya dikuasai para tengkulak,"tandasnya.

Menurut dia, kondisi semacam ini tidak terjadi di negara-negara yang memiliki basis industri agro yang maju. Itu adalah negara yang pelaku industrinya bisa dengan mudah memperoleh pasokan bahan baku langsung dari koperasi-koperasi petani. Sebaliknya di Indonesia, pelaku industri sulit memperoleh pasokan bahan baku langsung dari petani karena stok komoditas sebelum dipanen sudah terlebih dahulu diijonkan ke para tengkulak,”Hampir semua komoditas, mulai kelapa sawit, karet, kakao, dan sejumlah komoditas unggulan Indonesia lain dikuasai para tengkulak. Sementara itu, koperasi petani yang diharapkan dapat mendukung sektor industri agro tidak bisa diandalkan. Padahal, di negara-negara maju, seperti Eropa, kontribusi koperasi petani cukup besar dalam memasok kebutuhan industri," ujar Panggah.

Pengamat ekonomi UI Telisa Aulia Falianty menegaskan, sudah seharusnya ekspor industri agro haruslah bernilai tambah dengan meningkatkan industri agro menjadi barang ekspor barang jadi. Oleh karenanya diperlukan kesiapan industri domestik dalam mengelola industri bahan mentah menjadi industri bahan jadi ini,”Pengelolaan industri agro bahan jadi memerlukan waktu yang lumayan lama, namun pemerintah seharusnya mendukung dengan kebijakan serta pelayanan yang tepat,” kata dia.

Dia juga mengatakan, kebijakan mengenai pembatasan dan larangan ekspor bahan mentah merupakan kebijakan yang tepat untuk menambah nilai tambah ekspor industri agro dengan lebih menekankan ekspor bahan jadi. Meskipun kebijakan ini sudah ada, namun dalam implementasinya di lapangan tidak berjalan dengan lancar dan mulus.

Menurut Telisa, pemerintah juga harus mempersiapkan kebijakan atau strategi terutama dalam hilirisasi komoditas agro sehingga memliki daya saing yang tinggi dan tidak diekspor dalam keadaan mentah. Hilirisasi komoditas agro mendapatkan suatu hambatan yaitu masih tingginya ekspor komoditas agro dalam keadaan bahan mentah. Namun, pemerintah terlambat dalam mengembangkan kebijakan hilirisasi komoditas agro sehingga tertinggal dengan negara lain,”Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah meskipun terkesan terlambat, pemerintah harus mempunyai strategi yang khusus untuk mengembangkan hilirisasi tersebut,” ujar dia. iwan/mohar/lulus/bani

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…