Meskipun Inflasi Naik - BI Mengaku Belum Sesuaikan BI Rate

NERACA

Jakarta - Terkait dengan data inflasi Januari 2014 yang sebesar 1,07%, Bank Indonesia (BI) belum melakukan perubahan suku bunga acuan atau BI Rate untuk mengatasi laju inflasi tersebut. Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, bank sentral masih akan menyesuaikan dengan data inflasi dari buan ke bulan. “Terkait bagaimana risiko kedepannya, kami tidak bisa melihat hanya dari satu bulan saja,” kata Dody di Jakarta, Senin (3/2)

Dody juga mengatakan inflasi Januari 2014 ini lebih disebabkan oleh cuaca yang juga akan mempengaruhi distribusi pangan."Intinya masalah memang lebih banyak dari harga pangan. Saya belum punya detail angka dari BPS. Tapi pangan jadi salah satu faktor," katanya.

Direktur Departemen Komunikasi BI, Peter Jacobs menjelaskan, sesuai dengan pola musimannya, inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) bulan Januari 2014 tercatat meningkat yaitu 1,07% (mtm), atau sama dengan rata-rata historis dari tahun 2008 sampai dengan 2013.

Kenaikan inflasi terutama dipengaruhi dampak kenaikan inflasi volatile food yang mencapai 2,89% (mtm), akibat bencana alam dan banjir yang kemudian mengganggu produksi dan distribusi pangan di berbagai daerah terutama Jawa dan Sumatera. “Sementara itu, inflasi administered prices meningkat dari 0,52% pada Desember 2013 menjadi 1,00% (mtm), akibat dampak kenaikan harga LPG 12 kg. Inflasi inti mencapai 0,56% (mtm), antara lain didorong kenaikan harga kendaraan bermotor serta alat elektronik sejalan dengan dampak pelemahan rupiah,” kata Peter.

 Dia juga menilai kenaikan inflasi bulan Januari 2014 belum mengganggu prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan. Hal ini tergambar pada inflasi secara tahunan yang masih berada dalam tren menurun. Inflasi IHK bulan Januari 2014 secara tahunan tercatat 8,22% (yoy), menurun dari 8,38% (yoy) pada Desember 2013. “Demikian pula inflasi inti yang juga menurun dari 4,98% (yoy) pada Desember 2013 menjadi 4,53% (yoy) pada Januari 2014. Namun demikian, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan inflasi ke depan sehingga tetap dapat dikelola sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan,” ucapnya.

Bank sentral juga menyambut baik penggunaan perhitungan tahun dasar baru inflasi yang dilakukan oleh BPS, yakni dari tahun dasar sebelumnya 2007 menjadi tahun dasar 2012. Perubahan tahun dasar tersebut merupakan langkah positif untuk terus memperkuat perhitungan inflasi yang selaras dengan perubahan pola konsumsi masyarakat dan perkembangan ekonomi, yang pada gilirannya dapat mendukung proses formulasi bauran kebijakan di Bank Indonesia.

BI Rate Kemungkinan Naik

Namun, Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan memperkirakan, BI akan menaikkan suku bunga acuannya kembali hingga 50 basis point (bps) pada semester satu tahun  ini menjadi 8%.“Kita lihat BI Rate akan naik 50 bps di semester 1 tahun ini. Hal tersebut kan dilakukan guna meredam ekspektasi inflasi dan tekanan dolar terhadap nilai tukar rupiah,” ujar Fauzi,.

Selain itu, dengan kondisi transaksi berjalan Indonesia yang masih defisit, juga akan menjadi alasan BI untuk menaikkan kembali suku bunga acuannya. “Di negara-negara lain yang defisit transaksi berjalannya besar seperti Brazil, Turki dan India, mereka juga menaikan suku bunganya, Indonesia gak beda dengan mereka,” ucapnya.

Dengan kondisi defisit transaksi berjalan yang masih besar, maka Indonesia akan terus dibiaya oleh investasi asing di saat sudah terjadi tapering off (quantitative easing). “Pada saat suku bunga global sudah mulai naik terutama suku bunga jangka panjangnya atau imbal hasil obligasi Amerika,” tutur dia.

Sebelumnya, masih soal BI Rate, Peter Jacobs mengatakan BI juga akan terus melakukan evaluasi terhadap kondisi perekonomian Indonesia yang sangat dinamis dengan seksama. "Ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan suku bunga atau BI Rate, pada prinsipnya kebijakan BI akan diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju target sasarannya," ucap dia. [sylke]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…