IBFI: Pembangunan Ekonomi Bersifat Autopilot dan Kapitalis

NERACA

Jakarta - Lemahnya koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah serta tingginya ego sektoral dan ego kedaerahan, membuat kesenjangan pembangunan ekonomi di Indonesia semakin melebar. Tak pelak, pembangunan ekonomi saat ini seperti berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi atau autopilot. Hal ini tentu ibarat jauh panggang dari api, di mana antara harapan dan realitas pembangunan tidak sejalan dengan titah Undang-Undang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Islamic Banking and Finance Institute (IBFI) Universitas Trisakti, Muhammad Nadrattuzaman Hosen, menuturkan format pembangunan yang  saat ini  dijalankan Pemerintah lebih mengarah kepada ekonomi kapitalis, yang sangat percaya mekanisme pasar dan menggunakan ukuran pertumbuhan ekonomi secara berlebihan tanpa mengkoreksinya dengan kerusakan sumberdaya alam (SDA).

“Dengan demikian, aktivitas ekonomi ini menimbulkan dampak ekploitasi sumber-sumber daya alam yang berlebihan, serta banyaknya SDA yang dikuasai pihak asing. Jika hal ini diteruskan akan menjadikan tiadanya kedualatan negeri ini di era globalisasi,” ujar Nadrattuzaman di Jakarta, Senin (20/1). Lebih jauh dirinya menyatakan, Indonesia masih dikategorikan negara sedang berkembang, di mana satu sisi, perekonomian sedang meningkat namun sisi lain masih ada masalah ekonomi antara lain kemiskinan, pengangguran dan kejahatan disebabkan masalah ekonomi.

Hasil pembangunan ekonomi, lanjut Nadrattuzaman, masih belum merata dan jurang pemisah antara orang kaya dan miskin pun masih jauh. Ekonomi Indonesia yang diterapkan selama ini masih belum mampu menjawab tantangan untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Dalam perspektif ekonomi Islam, kewenangan negara, rakyat, pengelolaan kekayaan alam, sistem ekonomi, tujuan ekonomi telah diuraikan dengan jelas dalam Al Qur’an dan Sunnah.

Sementara Indonesia bukanlah negara Islam tetapi dengan penduduk mayoritas Muslim yang meyakini Al Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman hidup, dalam penerapan ekonomi seyogyanya merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah. ”Jadi tujuan dan manfaat acara  ini adalah adalah mengevaluasi ekonomi yang telah diterapkan di Indonesia dari aspek moneter, fiskal dan ekonomi pembangunan dengan mencari solusi atau pemecahan berdasarkan ekonomi Islam yang bersifat rahmatan lil alamin,”terangnya. [ardi]

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…