Waspadai NPL Kredit UMKM Naik - SERBUAN BANK BESAR BIAYAI UMKM

 

Jakarta – Maraknya sejumlah bank besar termasuk BUMN ramai-ramai mengejar pembiayaan sektor usaha mikro, menengah dan kecil (UMKM) belakangan ini, membuat kalangan pengamat dan akademisi khawatir akan meningkatnya ancaman kredit bermasalah (non performing loan-NPL) di sektor tersebut.

NERACA

Ekonom Kepala Bank BNI Ryan Kiryanto menilai dengan semakin maraknya bank-bank besar masuk ke sektor UMKM tidak terlalu menggerus pasar yang dimiliki oleh BPR maupun Bank Pembangunan Daerah (BPD). Pasalnya, kedua lembaga keuangan tersebut mempunyai pendekatan secara langsung ke pengusaha UMKM di daerah.

"Terdapat hubungan tradisional dan primordial antara pelaku UMKM di daerah dan BPD akibat kedekatan lokasi sehingga proses kredit relatif lebih mudah dilakukan," ujarnya kepada Neraca, akhir pekan lalu. 

Dia juga tak menyangkal bahwa tingginya perolehan laba perbankan nasional sejalan dengan derasnya aliran kredit, terutama ke segmen mikro. “Kebutuhan kredit sektor mikro terus membesar dan marginnya tinggi, makanya bank berlomba-lomba menggarap sektor ini,” katanya.

Selain itu, lanjut Ryan, faktor lain yang juga mendorong kinerja perbankan adalah tingkat pendapatan yang terus meningkat, sehingga roda perekonomian bergerak lebih cepat karena daya beli meningkat. BI, menurut dia, sebenarnya sudah mencoba mengerem kredit konsumsi untuk mencegah risiko pemanasan ekonomi  (overheating). “Tapi, itu hanya akan menunda konsumsi saja,” ujarnya.

Namun demikian, menurut dia, besaran non performing loan (NPL) di sektor UMKM cukup tinggi. Akan tetapi sektor tersebut sangat membutuhkan pembiayaan. Apalagi segmen UMKM secara umum bergerak di sektor tradeable yang padat karya sehingga cocok mendapat dukungan oleh sektor perbankan.

Terkait bunga yang ditetapkan di sektor UMKM tergolong tinggi, Ryan menilai bahwa para pelaku di sektor ini memiliki keluwesan dalam menyikapi perubahan, termasuk dalam hal suku bunga. Selama ini kelompok UMKM terbukti tidak terlalu sensitif terhadap permasalahan ini, justru malah bersikap elastis terhadap bunga. “Karena itu diyakini, kelompok UMKM tetap akan mampu menghadapinya,” ujarnya.

Dampak BI Rate

Rektor Kwik Kian Gie Business School Prof Dr Anthony Budiawan mengatakan, agresifnya bank-bank besar atau BUMN masuk ke sektor UMKM ditengarai akibat terjadinya kenaikan suku bunga acuan (BI Rate), sehingga sulit bagi bank-bank besar tersebut untuk mengejar pertumbuhan kredit dari korporasi seperti tahun lalu.

Pasalnya, dengan terjadinya kenaikan suku bunga, tentunya beban biaya perbankan juga akan mengalami kenaikan. “Besaran kredit bermasalah (NPL) juga bisa meningkat. Untuk itu, mereka mencari market baru untuk mencapai target pertumbuhan.” jelasnya.

Pertumbuhan suku bunga kredit untuk UMKM, menurut dia, saat ini sudah lebih tinggi, bahkan jauh dibanding korporasi dikarenakan jumlahnya yang lebih kecil. Dan dengan melakukan diversifikasi pasar UMKM, sambung dia, tentu saja perbankan bisa mempertahankan efisiensinya. Utamanya, bank-bank BUMN yang biasa masuk pada kredit korporasi dengan operasional yang mendukung. “Tentunya akan terjadi persaingan antarbank yang semakin tinggi.” tuturnya.

Oleh karena itu jelas, jika bank-bank besar BUMN tersebut agresif melakukan diversifikasi pasar dengan masuk ke sektor UMKM, keberadaan bank-bank kecil atau BPR bisa terancam. “Korbanlah bank-bank kecil, seperti BPR karena bank-bank BUMN itu bisa memberikan suku bunga yang jauh lebih rendah,” ujarnya.

Keberhasilan menggarap pasar UMKM, antara lain tampak pada kinerja Bank Rakyat Indonesia (BRI) karena perbankan tersebut dinilai memiliki infrastruktur yang sudah bagus untuk mengoperasionalkan kredit UMKM. “Selain itu, BTPN yang memang khusus ke UMKM, tidak ke corporate kita bisa lihat pertumbuhannya luar biasa.” ucapnya.

Lepas dari hal tersebut, dia menilai, meski LDR perbankan tercatat di atas 70% ataupun sebaliknya, masih sulit bagi bank-bank besar maupun BUMN yang tidak memiliki keahlian operasional dan kompetensi bisa berhasil masuk ke sektor UMKM.

Pengamat ekonomi yang juga mantan Menkeu Fuad Bawazier mengakui,  memang perbankan khususnya bank BUMN akan memperbesar porsi penyaluran kredit UMKM sehingga pertumbuhan kredit UMKM tidak tergerus pertumbuhan kredit sektor lainnya. Selama ini, bank-bank BUMN memang konsentrasi menggarap kredit UMKM, kecuali BTN yang lebih kepada kredit perumahan.

"Maraknya bank BUMN yang ingin membiayai sektor UMKM janganlah hanya mempertahankan tingkat laba mereka saja, melainkan lebih mempermudah penyaluran kredit UMKM kepada pelaku bisnis sehingga bisa menjalankan usahanya," kata dia.

Dia mencontohkan semasa Orba, bank dibagi ke dalam dua golongan yaitu bank umum dan Bank Pengkreditan Rakyat (BPR), serta masing-masing dengan tugas dan wilayah kerja atau sasaran yang berbeda. Pemodalnya juga berbeda dimana terdapat pemodal besar maupun kecil.

"Namun, memasuki era reformasi ini, bank-bank umum bahkan bank BUMN diperbolehkan memasuki wilayah atau pasar BPR seperti pasar UKKM ini, dengan micro banking operation-nya," ujar Fuad.

Hal ini membuktikan, lanjut Fuad, ada ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah dalam penerapan kebijakan perbankan. Era reformasi ini di tandai dengan masuknya kebijakan ekonomi neolib yang dimotori para kapitalis atau pemodal besar yang mendesak lahan pemodal kecil.

"Kebijakan ini sebenarnya tidak saja di dunia perbankan tapi juga di bisnis ritel dan pasar tradisional, sehingga keberadaan pemodal atau bank kecil akan terdesak," ungkap dia.

Dia pun memprediksi bahwa cepat atau lambat bank-bank kecil ini akan terdesak dan jatuh ke tangan bank besar. Memang selama ini keberpihakan penguasa lebih kepada pemodal besar. "Padahal bank-bank besar itulah yang merugikan keuangan negara seperti contohnya kasus BLBI dan Century," ujarnya.

Fuad pun mengungkapkan memang tingkat bunga UMKM sekarang makin menggiurkan bagi bank-bank besar dimana bunga UMKM memang lebih tinggi daripada bank umum, baik bunga deposito maupun kreditnya. Hal ini berarti, cost of fund di bank yang menyalurkan kredit UMKM memang lebih mahal dibandingkan bank umum.

"Tapi proses di bank yang khusus menyalurkan kredit UMKM lebih cepat dan aksesnya lebih mudah," imbuh dia.

Pengamat ekonomi UI Eugenia Mardanugraha mengakui bahwa masuknya bank-bank besar termasuk bank BUMN ke sektor pembiayaan UMKM membuat efisiensi mereka berkurang. Pasalnya, bank-bank tersebut harus menagih kredit ke banyak orang yang telah diberikan kredit UMKM.

"Bank besar baik BUMN ataupun swasta yang masuk ke sektor UMKM tidak efisien, karena dana yang disalurkan tergolong kecil, mereka juga harus tagih kredit ke banyak orang", ujarnya.

Namun begitu, untung besar yang menjanjikan dari pemberian kredit ini membuat bank-bank besar tersebut silau. Dia menyebutkan, sektor UMKM cukup menjanjikan, dengan keuntungan dan kegiatan usahanya yang menopang kegiatan ekonomi Indonesia.
Selain keuntungan besar, pemerintah dan regulator dalam hal ini BI justru memberikan dorongan berupa beberapa keistimewaan (privilage) bagi bank yang memberikan kredit kepada sektor UMKM tanpa terkecuali bank besar", ungkapnya.

Tentu saja, hal ini menjadi stimulus bagi bank-bank besar tersebut untuk terus menyalurkan dana bagi UMKM. Kondisi ini tentu membuat bank-bank kecil makin tergilas karena harus bersaing dengan bank besar yang akan lebih dipilih UMKM karena nama besar.

"Nasib bank-bank kecil menang harus bersaing. Dengan bank besar, mau tidak mau. Porsi mereka dalam mencetak laba dari pembiayaan UMKM juga diambil bank besar", ujarnya.
Sehingga, dengan kondisi seperti ini, seharusnya ada route map yang jelas bagi bank kecil maupun besar dalam mencari laba dan menyalurkan kredit. Seharusnya BI dan OJK turun tangan agar bank yang ada di Indonesia memiliki porsi masing-masing dalam menyalurkan dana.

Pengamat ekonomi Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai adanya kecenderungan bank-bank besar masuk dalam pangsa pasar kredit UMKM disebabkan melambatnya kinerja industri besar. Sedangkan bank sendiri juga punya target pencapaian kredit yang harus terpenuhi.

Terlebih bank-bank BUMN yang memang dituntut untuk mencapai target besar. “Bank-bank besar terutama yang berstatus BUMN itu kan punya target yang besar dan harus tercapai. Sedangkan kinerja industri besar yang harusnya menjadi pangsa pasar utama bank-bank tersebut kinerjanya sedang melemah dampak dari belum stabilnya ekonomi global. Akhirnya mau tidak mau pangsa pasar UMKM juga disabet oleh bank-bank besar itu,” ujarnya. lulus/lia/nurul/bari/mohar

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…