Antisipasi Guncangan Ekonomi - Fundamental Industri Nasional Wajib Diperkokoh

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Kalangan pengusaha menilai, salah satu strategi transformasi ekonomi Indonesia yang inklusif adalah dengan mengokohkan fondasi industri nasional. Kecemasan akan guncangan ekonomi nasional akhir-akhir ini menjadi pelajaran berharga dan mengingatkan kita pentingnya memberikan prioritas pada upaya menguatkan fondasi industri nasional. "Harus diakui fondasi industri nasional masih rapuh, sementara tantangan dan ancaman ekonomi global tidak dapat dihindari," jelas pengusaha Sandiaga S. Uno saat dihubungi Neraca, Kamis (16/1).

Lebih lanjut Sandiaga memaparkan hanya hitungan bulan, penerapan AEC 2015 akan dilaksanakan dan selanjutnya, Indonesia akan masuk pasar bebas dunia. Mumpung masih ada waktu, diperlukan strategi untuk menguatkan kembali fondasi dasar ekonomi dan industri yang kukuh dalam jangka panjang. Fondasi ekonomi dan industri yang sudah diletakkan oleh pemimpin bangsa hingga saat ini harus disiapkan estafet lanjutannya. Tentu saja dengan mempertimbangkan rangkaiannya dan siap menghadapi tantangan terberat di masa mendatang.

Posisi Indonesia saat ini, kata dia, harus diakui dengan jujur bahwa kekuatan industri nasional masih belum sepenuhnya siap. Produk industri nasional masih banyak yang kalah oleh produk impor. Memang sudah ada merek nasional yang mengglobal, tapi itu masih kurang. Karena pada saat yang bersamaan, Indonesia menjadi pasar besar bagi berbagai jenis produk impor. Semacam penyakit yang sudah akut, impor dianggap sebagai pilihan terbaik, padahal diamdiam membunuh industri nasional. Sikap mental yang menegaskan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sendiri.

Tentu saja, impor tidak terlarang, namun tergantung dengan impor sangatlah memalukan. Ironisnya lagi, masih banyak produk mentah yang langsung diekspor sehingga tidak memberikan nilai tambah. Dengan kondisi seperti itu, saat ini ekonomi nasional mengalami tiga defisit yaitu defisit neraca, defisit perdagangan dan defisit nilai tukar.

Inilah fakta struktur ekonomi nasional yang harus diperbaiki. Data yang dikeluarkan World Economic Forum yang bertajuk The Global Competitiveness Report 2013-2014, menyebutkan bahwa Indonesia memang meningkat peringkatnya karena mulai menerapkan efisiensi serta aplikasi di sektor inovasi dan teknologi, di mana di kategori ini Indonesia ada di peringkat ke-38 dengan indeks 4,53.

Namun secara keseluruhan, Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura yang peringkat 2, Malaysia ke-24, dan Brunei Darussalam ke-26. Sementara Human Development Index 2012 yang dikeluarkan UNDP menyebutkan, Indonesia berada di urutan ke-121 dari 186 negara yang dinilai. Data tersebut memberikan gambaran bahwa ada sejumlah tantangan besar yang harus bersama-sama dituntaskan.

Dari semua tantangan dan kelemahan, seperti buruknya infrastruktur, biaya logistik yang mahal, belum baiknya pelayanan investasi dan kepastian hukum, kualitas sumberdaya manusia yang rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas, menjadi entry point bagi upaya dan strategi perubahan yang akan dilakukan. Dengan jumlah penduduknya yang besar, Indonesia juga adalah pasar besar yang sangat potensial. Memang Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dibanding negara lain dari sisi demografi. Sekitar 62% penduduk Indonesia kini dalam usia produktif antara 20-65 tahun.

Dari sekitar 240 juta penduduk, 27% warga berusia di bawah 15 tahun. Artinya, beberapa tahun ke depan, mereka akan menjadi angkatan kerja baru, kelas menengah baru. Namun pertanyaannya, dapatkah potensi tersebut menjadi benar-benar aktual, menjadi kekuatan? Jangan sampai terjadi jebakan kelas menengah. Di mana yang muncul bukan sisi produktivitasnya, melainkan sisi konsumsinya.

Hal itu terjadi karena aspek pendidikan, pengembangan teknologi dan inovasi tidak mendapatkan prioritas pemerintah dan tidak menyentuh kelas menengah. Perlu diingat bahwa belum ada negara yang mampu keluar dari jebakan kelas menengah tanpa membenahi sektor industrinya terutama manufaktur.

Langkah Strategik

Prinsip dasar dari upaya mengokohkan industri nasional adalah harus integral, sinergis, dan terangkai dengan baik. Sudah saatnya ego sektoral ditinggalkan. Kementerian, pemerintah daerah, dunia usaha, perbankan, perguruan tinggi, dan stakeholder terkait harus duduk bersama. Untuk itu, sebagai bahan pemikiran bersama, diperlukan langkah-langkah strategik sebagai bahan acuan bersama seperti apa pembangunan ekonomi Indonesia seharusnya dilakukan di masa yang akan datang.

BERITA TERKAIT

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…

BERITA LAINNYA DI Industri

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…