Dilema BBM Bersubsidi

Oleh : Prof. Firmanzah Ph.D

Dekan Fakultas Ekonomi UI

Pemerintah dihadapkan pada persoalan dilematis terkait dengan subsidi BBM (premium). Di satu sisi, sejumlah persoalan seperti tidak tercapainya lifting minyak dalam negeri sampai destabilitas politik di sejumlah kawasan membuat trade-off menaikkan atau mempertahankan besaran subsidi menjadi rumit.

Seperti kita ketahui dalam asumsi APBN 2011 ditetapkan harga US$ 80/barel dan jumlah subsidi BBM ditetapkan sebesar Rp. 92,79 triliun. Beberapa hari yang lalu, pemerintah menetapkan tambahan subsidi BBM Rp. 33,82 triliun untuk 2011. Pada saat bersamaan defisit anggaran diharapkan tidak melampui angka 2 %.

Kenaikan harga minyak mentah dunia memang akan meningkatkan pendapatan nasional dari hasil penjualan minyak dan gas. Namun hal ini tidak sebanding dengan peningkatan anggaran untuk subsidi BBM dan listrik. Setiap kenaikan US$1 per barel, beban subsidi otomatis meningkat Rp 3,2 triliun. Sementara tambahan pendapatan negara atas kenaikan harga minyak mentah dunia hanya sebesar Rp 2,7 triliun. Sehingga terjadi selisih Rp 0,5 triliun. Besarnya subsidi BBM ini selain membebani APBN, meningkatnya defisit anggaran dan juga akan mengurangi pos belanja sektor lain akibat relokasi anggaran penghematan belanja.

Namun di sisi lain, pemerintah sadar ketika harga BBM jenis Premium dinaikkan maka hal ini akan berdampak terhadap inflasi. Biro Pusat Statistik (BPS) menghitung setiap kenaikan premium sebesar Rp. 500/liter akan berkontribusi atas kenaikan inflasi sebesar 0,2%. Ketika harga tersebut dinaikkan menjadi Rp. 1.000/liter sumbangan kepada inflasi akan meningkat menjadi 0,5%. Dikhawatirkan, korban pertama dari peningkatan inflasi adalah menurunnya daya beli masyarakat terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.

Seperti kita ketahui, per Maret 2011 jumlah penduduk miskin di Indonesia menurut BPS tercatat sebesar 30,02 juta jiwa (12.49 % dari total penduduk Indonesia). Sementara masyarakat yang beradasedikit di atas garis kemiskinan (nearly poor) sangat besar yaitu berjumlah 29,83 juta jiwa. Dimana kelompok ini dihitung berdasarkan pengeluaran 1,5 kali garis kemiskinan dan senilai dengan Rp. 280.488/bulan atau di bawah Rp. 10.000/hari. Pemerintah khawatir ketika harga premium dinaikkan akan menurunkan kelompok hampir miskin menjadi kelompok miskin akibat inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat.    

Walau di sejumlah kesempatan  disampaikan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan harga remium, pada kesempatan lain sejumlah menteri memberikan statement yang mengkhawatirkan dampak defisit anggaran. Sejumlah kajian rekomendasi akademis memang telah dilakukan. Posisi pemerintah untuk tidak menaikan harga premium, sampai sekarang, lebih dikarenakan pertimbangan politis dan kekhawatiran bertambahnya jumlah kelompok miskin dalam jangka pendek.

Meski justeru kelompok masyarakat berpendapatan menengah-atas yang paling banyak menikmati subsidi premium ini, efeknya tidak langsung (indirect effect) akan berdampak pada kenaikan harga yang semakin menurunkan daya beli masyarakat bawah. Dalam jangka panjang, sumber pendanaan subsidi BBM perlu diperhatikan agar jangan menggeser beban anggaran ke masa depan dengan memperbesar utang negara.    

BERITA TERKAIT

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…