Jadi Produsen Kakao Terbesar Ketiga Dunia - Konsumsi Coklat Per Kapita di Indonesia Masih Sangat Rendah

NERACA

Jakarta - Indonesia saat dengan saat ini menjadi produsen kakao ketiga terbesar di dunia. Namun konsumsi per kapita dari produk cokelat di dalam negeri masih tergolang sangat rendah, konsumsinya masih di bawah negara-negara lain atau negara tetangga.

Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mengatakan, produksi kakao di Indonesia mencapai 722 ribu ton/tahun atau setara dengan 18% dari total produksi kakao dunia yang mencapai 4 juta ton di 2012. Namun konsumsi berbahan baku kakao ini yaitu cokelat dalam negeri mencapai 0,3 kg per kapita dari sebelumnya yang hanya sebesar 0,016 kg per kapita. Meski mengalami kenaikan, tapi konsumsi kakao Indonesia ini masih tergolong rendah.

"Dibandingkan tahun lalu konsumsinya sudah naik 2 kali lipat, jadi ini cukup menggairahkan. Tapi masih jauh beda dengan Swiss yang mencapai 15 kg per kapita atau Malaysia dan Singapura yang hampir mendekati 1 kg per kapita," katanya di Jakarta, Senin (13/1).

Harusnya, menurut Zulhelfi konsumsi kakao di dalam negeri bisa ditingkatkan seiring dengan banyaknya investor asing di sektor pengolahan kakao yang masuk ke Indonesia. "Banyak investor yang mau buka industri setengah jadi dan industri makanan jadi di Indoneisa, karena konsumsi dan demand kita naik terus. Ekonomi kita cukup bagus diantara negara lain dengan growth 6%," tambahnya.

Namun demikian Zulhefi menyayangkan, industri yang ada dan beroperasi di Indonesia pun belum sepenuhnya beroperasi, yang mana industri pengolahan nasional ada 16, tetapi yang running hanya 10, yang 6 enggak belum jalan. “Dulu juga seperti itu, dulu banyak yang jalan tapi kapasitasnya hanya 150 ribu ton, sekarang kapasitasnya naik, tapi yang nggak jalan tetap segitu," ujarnya.

Mereview tahun sebelumnya, pada tahun 2010, Indonesia lebih banyak mengekspor biji kakao. Tapi karena ada program hilirisasi sejak April 2010 melalui pajak ekspor biji kakao, saat ini industri setengah jadi meningkat luar biasa. Sebelum ada program tersebut, biji kakao yang diolah hanya 125 ribu ton. Tahun lalu, angkanya melonjak hingga 350 ribu ton yang diolah di dalam negeri.

Namun, kata Zulhefi, produksi biji kakau hanya 450 ribu ton ini sudah lampu kuning padahal kapasits industri 600 ribu ton. Jadi kalau jalan semua bahannya cuma 450 ribu ton, tentu kita kekurangan. “Walaupun pabrik yang berjalan stagnan, tapi jika running semua secara matematisk kita kekurangan bahan baku,” terangnya.

Nah, untuk meningkatkan produksi biji kakao ini dibutuhkan tenaga penyuluh petani untuk mengajarkan cara merawat tanaman kakao yang bagus sehingga produksi bisa naik 2 kali lipat. Kuncinya, kata Zulhefi, memangkas dan merawat tanaman kakao sesuai standar. Selama ini kedua hal itu kurang dilakukan. “Jika program penyuluhan ini berjalan, diperkirakan produksi kakao bisa melonjak 700 - 800 ribu ton. Bila produksi kakao mampu mencapai angka tersebut, industri kakao akan aman sehingga tidak mengganggu bahan baku,” jelasnya.

Produsen Utama

Suswono, Menteri Pertanian (Mentan) menyebutkan, Indonesia berpeluang menjadi produsen utama kakao di dunia karena ketersedian lahan saat ini dan kemungkinan pengembangannya di masa mendatang. "Mudah-mudahan sebentar lagi atau sekitar dua tahun ke depan, bisa dicapai urutan satu sebagai produsen komoditas kakao terbesar dunia. Ketersediaan lahan memungkinkan dibandingkan Ghana dan Pantai Gading," kata Suswono.

Mentan mengatakan saat ini Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang memproduksi biji kakao setelah Negara Pantai Gading dan Ghana. Kini luas lahan kakao di wilayah Indonesia tercatat 1,7 juta hektare dengan produksi baru sebanyak 712 ton per tahun. Sebanyak 94 persen perkebunan kakao diusahakan sekitar 1,6 juta rakyat, berbeda dengan perkebunan kelapa sawit yang sebagian besarnya dikelola pengusaha besar.

"Mudah-mudahan sebentar lagi atau sekitar dua tahun ke depan, bisa dicapai urutan satu sebagai produsen komoditas kakao dunia. Mengingat ketersediaan lahan memungkinkan dibandingkan dari Ghana dan Pantai Gading," tegasnya.

Selain itu, biji kakao Indonesia memiliki keunggulan dimana memiliki rasa khas dan tak ditemukan di negara lainnya. Menurut dia, upaya yang harus dilakukan untuk mencapai nomor satu produsen kakao dunia, telah dimulai dengan adanya Gerakan Nasional (Gernas) yang dimulai sejak 2009, sekarang di beberapa sektra sudah dimulai peremajaan dan bahkan sudah ada berbuah.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…