Impor Sapi Hidup Minta Dibatasi - Sengsarakan Peternak

 

NERACA

 

Jakarta – Pasca kenaikan harga daging sapi yang mencapai Rp100 ribu per kilogram, sampai dengan saat ini pemerintah belum menutup keran impor sapi. Pasalnya harga daging sapi belum memasuki harga ideal yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp76.000 per kilogram. Di 2013, pemerintah membuka lebar keran impor sapi, maka tak ayal ratusan ribu ekor sapi datang ke Indonesia baik sapi bakalan maupun sapi siap potong. Pada 2014, Kementerian Pertanian merekomendasikan impor sapi hidup sebesar 720 ekor.

Menurut Menteri Pertanian Suswono, impor sapi hidup seharusnya dibatasi yaitu sebagai penutup kekurangan konsumsi di dalam negeri. Untuk itu tidak boleh dilakukan berlebihan agar tidak lantas menggerus harga daging di peternak lokal. Menurut dia, dalam tiga athun terakhir para peternak merasa tertekan dengan harga sapi hidup yang murah. Salah satu penyebabnya karena volume impor sapi hidup yang terlalu besar. “Makanya kita kurangi dengan mengurangi volume impor,” katanya di Jakarta, Selasa (7/1).

Namun kemudian yang terjadi adalah harga daging masih cukup tinggi. Akibatnya, kata dia, pemerintah kembali membuka volume impor tambahan. Guna menjaga harga di tingkat peternak, pihaknya meminta komitmen dari Kementerian Perdagangan untuk mengawal tata niaga sapi. Perlu dicarikan solusi agar peternak tidak dirugikan dan konsumen bisa mendapatkan harga sapi yang terjangkau.

Suswono mengatakan sejauh ini, peran Kementan hanya sebatas memberi rekomendasi impor dari sisi keamanan pangannya saja. Namun, terkait dengan volume impor berada dalam wewenang Kementerian Perdagangan. Impor sapi hidup tahun ini direkomendasikan sebesar 720 ribu ekor. “Sekarang sudah dibuka dan tidak ada hambatan apapun (untuk impor). Kalau sekarang faktanya harga tidak turun, ada apa ini,” ucapnya.

Potensi sapi lokal mencapai 542 ribu ton atau sekitar 93% dari kebutuhan nasional. Namun keberadaan sapi yang tersebar di Nusantara menyebabkan potensi ini belum terserap dengan baik. Kendalanya terutama bagaimana cara mendistribusikan sapi dari sentra produsen ke konsumen.

Direktur Peternakan dan Kesehatan Hewan, Syukur Iwantoro mengatakan Kementan tengah membenahi transportasi angkutan ternak. Hal ini agar distribusi sapi menjadi lancar. Sentra produksi sapi terbesar berada di NTT, NTB, Sulawesi Selatan Jawa Timur. Sementara pasar sapi terbesar berada di Jawa Barat, banten dan Jakarta.

Kementan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) juga masih berupaya mengembangkan program integrasi sapi sawit. Namun perlu ada upaya strategis agar program ini menarik bagi investor. Direktur Jenderal Perkebunan Gamal Nasir mengatakan baru lima perusahaan sawit dari 1500 perusahaan yang tertarik melakukan integrasi sapi sawit.

Pola ini menurutnya dapat menyehatkan kebun karena limbah sapi bisa diolah menjadi pupuk dan biogas. Tahun ini 17 unit integrasi sapi sawit akan diimplementasikan di 12 propinsi. Porgram ini dikatakan sudah berhasil diterapkan di Sumatera, tepatnya di PTPN V.

Impor Dibatasi 

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi mengaku akan membatasi impor sapi siap potong mulai tahun 2014 sebagai upaya untuk menciptakan nilai tambah industri peternakan di dalam negeri. Dengan demikian, impor sapi siap potong tahun depan hanya dilakukan pada satu bulan Lebaran saja, selebihnya adalah impor sapi bakalan yang dikelola.

“Dari segi kebijakan, polanya harus berubah untuk melebihkan sapi bakalan demi kepentingan nilai tambah di sini, kalau sapi siap potong kan seminggu di sini langung dipotong, jadi nilai tambahnya tidak besar,”katanya.

Ia mengemukakan, hal itu dilakukan demi keberpihakan pada petani serta sistem pendukungnya menjadi kebijakan yang bisa dijalankan dalam jangka panjang. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 699/M-DAG/KEP/2013 tentang Stabilisasi Harga Daging Sapi yang memberi ijin impor sapi siap potong. Sebagai informasi, keputusan tersebut berlaku sejak 18 Juli-31 Desember 2013. Sementara itu, lanjutnya, pemerintah juga telah memutuskan mengimpor sapi siap potong sebanyak 75 ribu ekor sampai akhir tahun ini yang dialokasikan bagi 19 perusahaan guna menstabilisasi harga di dalam negeri.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyatakan, bahwa dalam kurun waktu tiga tahun sejak 1 Juni 2011 hingga 1 Mei 2013 telah terjadi penurunan jumlah populasi sapi dan kerbau sebesar 15,3% di dalam negeri. Akibatnya, pasokan daging sapi dan kerbau di dalam negeri berkurang, sehingga pemerintah mesti melakukan importasi.

Dari hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, populasi sapi dan kerbau hingga 1 Mei 2013 sebanyak 14,17 juta ekor menurun sebanyak 2,56 juta ekor dibandingkan hasil pendataan sapi potong, sapi perah, dan kerbau tahun 2011 yang sebanyak 16,73 juta.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…