Menakar Tantangan dan Prospek Industri Kemasan

 

NERACA

Jakarta – Seiring makin berkembangnya makanan cepat saji, rupanya memberikan berkah bagi industri kemasan dalam negeri yang juga kebanjiran permintaan kemasan untuk produk makanan. Maka tidak heran, kedepan bisnis industri kemasan akan selalu tumbuh seiring dengan masih positifnya daya beli masyarakat.

Business Development Director Indonesia Packaging Federation, Ariana Susanti mengatakan, di era modern seperti saat ini, kemasan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari suatu produk. Bahkan desain suatu kemasan dapat menjadi icon dan ciri khas suatu produk yang juga mewakili merek dari suatu produk. Oleh karena itu, dirinya menyakini industri kemasan akan selalu tumbuh, “Prospek industri kemasan kedepan akan selalu tumbuh karena berkaitan dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman serta farmasi,” katanya di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, industri kemasan akan selalu tumbuh diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, maka industri kemasan ini akan mencapai pertumbuhan 10%. Merujuk kepada data industri kemasan dari PIRA, pasar industri kemasan dunia diperkirakan mencapai nilai sebesar US$ 820 miliar di tahun 2016, dari sebelumnya sebesar US$ 670 miliar di tahun 2010. Jika merujuk kepada data tersebut sebagai acuan, dapat dilihat pula bahwa kemasan kertas memiliki pangsa pasar terbesar, yaitu sebesar 31%, dibandingkan jenis kemasan lainnya seperti rigid plastic sebesar 22%, flexible packaging sebesar 19%, kemudian diikuti oleh logam, kaca dan lain-lainnya.

Asal tahu saja, industri kemasan bertumbuh secara signifikan dari waktu ke waktu, dan tentunya memiliki kaitan yang sangat erat dengan pertumbuhan industri manufaktur, fast moving consumer goods (FMCG), obat-obatan, kosmetika, serta pangan. Sementara merujuk kepada data Euromonitor, industri pangan olahan berkemasan di Indonesia diprediksi mencapai nilai sekitar US$ 22,4 miliar di penghujung tahun ini. Nilai tersebut berubah secara signifikan dibandingkan tahun 2007 yang besarnya senilai US$ 11,9 miliar. Nilai itu sebenarnya dapat saja lebih besar dikarenakan masih banyaknya penggunaan kemasan pangan yang tidak tepat, seperti penggunaan kertas bekas dan plastik kresek hitam untuk mengemas jajanan gorengan, ataupun penggunaan kertas daur ulang untuk mengemas jenis makanan lainnya.

Aspek Kesehatan

Karena itu, kata Ariana, tantangan bagi industri kemasan kedepan adalah bagaimana mengemas dan memperhatikan masalah kesehatan serta higeinis bagi konsumen, “Masalah kesehatan dalam kemasan produk makanan dan minuman (mamin) harus lebih serius diperhatikan bagi pelaku usaha ini,”tandasnya.

Pada dasarnya, kemasan berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan dan menampung suatu produk seperti produk pangan, obat-obatan, serta produk lain yang perlu dikemas. Oleh karena itu, fungsi dasar dari kemasan adalah harus mampu memberikan perlindungan terhadap produk yang dikemas sehingga produk tersebut tidak tercemar serta terjaga kualitasnya.

Dalam perkembangannya, masyarakat pun mulai menuntut beberapa faktor terkait dengan kemasan, seperti antara lain sebagai media komunikasi dan informasi terkait dengan produk yang dikemas, kandungan gizi, masa berlaku, jaminan mutu, dan juga merek produk itu sendiri. Bahkan tidak jarang suatu kemasan dirancang khusus untuk memudahkan konsumen mengingat akan merek suatu produk. Selain itu, kemasan pun harus mampu ditumpuk dan disusun guna menghemat ruang penyimpanan, serta dapat dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Kemudian yang tidak kalah pentingnya, kemasan harus mampu menarik minat konsumen untuk membeli produk tersebut. Dari berbagai jenis kemasan, tentunya kemasan pangan kertas memiliki kemampuan daur ulang yang tinggi, sehingga bahan bakunya dapat ditanam kembali dalam kurun waktu tertentu, ringan namun kokoh, serta dapat memberikan persepsi tersediri dari sisi produk tersebut.

Perlu diketahui bahwa tidak semua kertas itu aman untuk digunakan sebagai kemasan pangan. Hal ini terkait dengan bahan baku yang digunakan, dimana kertas yang mengandung serat daur ulang berpotensi menimbulkan pengaruh yang tidak baik terhadap bahan pangan yang dikemas oleh kertas tersebut. Hal ini juga terkait dengan sumber serat daur ulang yang bervariatif, tingkat kebersihan, kandungan tinta cetak serta juga bahan-bahan kimia lain yang dipergunakan. Oleh karena itu, kertas kemasan food grade setidaknya harus terbuat dari bahan baku virgin fiber dan diproses dengan cara yang benar.

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…