Menurut MK Ranah Pemerintah - KPPU: Pertamina Menerapkan Praktik Monopoli

NERACA

Jakarta - Kontroversi kebijakan PT Pertamina (Persero) menaikkan sepihak harga gas Elpiji ukuran 12 kilogram pada awal Januari 2014, terus menuai kecaman. Bahkan, Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) mengendus bahwa Pertamina telah melakukan praktik monopoli dalam menaikkan harga gas Elpiji ukuran 12 kilogram.

Ketua KPPU, Muhammad Nawir Messi mengatakan, pola persaingan dan penetapan harga LPG, sebagaimana bahan bakar minyak dan gas lainnya, tunduk kepada UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), sebagaimana diubah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 002/PUU-I/2003 tertanggal 15 Desember 2004 yang menyatakan tidak mengikat pasal 28 UU Migas.

Menurut dia, pasal 28 UU Migas semula menentukan bahwa harga BBM/gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. MK, dalam putusannya, menyatakan tidak mengikat pasal ini dan menetapkan bahwa campur tangan Pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak seperti BBM dan gas bumi ini.

“Oleh sebab itu, MK berpendapat bahwa penentuan/penetapan harga BBM tetap di tangan Pemerintah. Dalam putusan ini, MK tidak membedakan BBM/gas bumi subsidi atau nonsubsidi sehingga putusan ini sebenarnya mencakup pula penetapan/penentuan harga LPG yang menurut definisi pasal 1 angka 2 dan 3 UU Migas merupakan bagian dari produk BBM dan gas bumi,” kata Messi, melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (5/1) pekan lalu.

Dengan demikian, tindakan Pertamina yang telah menaikkan harga LPG ini merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar kewenangan dan karena dilakukan oleh pelaku usaha yg memiliki kekuatan pasar penjualan LPG di atas 50% dengan besaran harga yang diduga diskriminatif, termasuk dugaan penahanan suplai LPG 3 kilogram.

Sehingga mengkondisikan konsumen hanya membeli LPG 12 kilogram, maka prilaku ini berpotensi melanggar pasal 17 tentang praktek monopoli oleh perusahaan yang berposisi monopoli dan pasal 19 jo pasal 25 UU No 5 tahun 1999 tentang penyalahgunaan posisi dominan. "Tindakan Pertamina yang mengambilalih peran Pemerintah sesuai putusan MK perlu diklarifikasi. Kami akan meminta keterangan Kementerian ESDM serta memanggil Pertamina untuk mengklarifikasi,” tegas Messi.

Sebagaimana diberitakan pada 1 Januari 2014, Pertamina secara sepihak menaikkan harga LPG 12 kilogram dari semula berharga Rp5.850 per kilogram menjadi Rp9.809 per kilogram, sehingga harga pokok gas LPG dari Pertamina naik menjadi Rp117.708 dari Rp70.200 per tabung atau melonjak 67,7%.

‘Pukul’ sektor UKM


Sementara, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Raja Sapta Oktohari, menilai Pertamina melakukan kesalahan perhitungan dalam menentukan kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram. "Dari tinjauan kami di lapangan, kenaikan harga LPG bukan lagi di kisaran 67%, tetapi sudah lebih dari 100%," ungkapnya.

Dengan demikian, lanjut Raja Sapta, Hipmi menolak kebijakan Pertamina menaikkan harga elpiji. Sebagai perusahaan BUMN, seharusnya Pertamina tidak berorientasi pada keuntungan atau laba semata. Namun juga memiliki kewajiban public services obligation (PSO).

“Jangan sampai, karena orientasi di laba, malah merusak daya beli masyarakat," tambahnya. Menurut dia, untuk beberapa daerah seperti Papua, harga gas elpiji 12 kilogram di tingkat eceran bisa mencapai Rp310 ribu per tabung. Raja Sapta menilai, Pertamina tidak mampu memperkirakan pembentukan harga baru di level pengecer.

Kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram, sebut Raja Sapta, akan berdampak terhadap inflasi, sehingga akan memukul sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Dia memperhitungkan, khususnya UKM makanan, akan terjadi kenaikan harga jual makanan sebesar 10%-20%. Pertamina sampai saat ini dinilai belum memiliki mekanisme kontrol yang jelas untuk menjamin elpiji bersubsidi tepat sasaran. Oleh karena itu, dia berharap Pertamina bisa me-review kenaikan harga elpiji. [ardi]

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…