2014, Masihkah Jadi Negeri Impor?

2014, Masihkah Jadi Negeri Impor?

 

Tahun 2014 sudah tiba. Apakah Indonesia masih menjadi Negara importir hingga neraca perdagangannya negatif? Bagaimana upaya dan langkah pemerintah untuk mengurangi, jika tak bisa menghapuskan impor sejumlah komoditas.

 

Menteri Keuangan Chatib Basri memperkirakan tahun ini pemerintah bisa menghemat devisa dengan cara memberlakukan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi impor barang konsumsi akhir, termasuk laptop dan ponsel.  Menurut Chatib, di Jakarta pertengahan Desember lalu, untuk menekan impor, barang-barang tersebut akan dinaikkan pajaknya dari 2,5% menjadi 7,5%. 

 

Target pengurangan nilai impor tahun ini sebesar US$ 2-3 miliar.  Angka itu didapat dari hitung-hitungan bahwa impor pada Januari – Oktober 2013 mencapai US$ 140 miliar. Sebanyak 7%-nya adalah barang konsumsi dengan nilai US$ 10 miliar.  Diharapkan sekitar US$ 2-3 miliar impor bisa dipangkas.

 

Pihak Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan 2014 ini bisa diturunkan hingga 2,9% dari tahun lalu atau 3,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada akhir 2013, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 31 miliar. Tahun ini, demikian kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Doddy Waluyo, belum lama ini, defisitnya bisa ditekan menjadi US$ 25-26 miliar.

 

Masih Impor

Lalu, barang apa saja yang tahun ini masih impor dan mana saja yang kran impornya sudah ditutup?  Kementerian Perdagangan (Kemendag)  telah menyetujui impor produk hortikultura kurang lebih sebanyak 600.000 ton. "SPI(Surat Persetujuan Impor) sudah dikeluarkan untuk hortikultura sebanyak 600 ribu ton," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi, di Jakarta belum lama ini.

Menurut Bachrul,  importasi untuk produk hortikultura sebesar 600.000 ton tersebut sebetulnya menurun jika dibandingkan dengan yang diajukan para importir, yaitu sebanyak 1,1 juta ton. "Pengurangannya sudah signifikan, dari pengajuan sebesar 1,1 juta ton menjadi 600 ribu," kata Bachrul.

Pada 2010, impor hortikultura mencapai 1,5 juta ton dengan nilai US$ 1,2 miliar. Tahun berikutnya angka impornya kembali naik menjadi 2,05 juta ton dengan nilai US$ 1,6 miliar. Bagaimana dengan 2012? Impor kembali membumbung hingga 2,2 juta ton dengan nilai US$ 1,8 miliar. Tinggi impor tersebut menyebabkan terjadinya defisit neraca perdagangan. Defisit pada 2010 mencapai 1,1 juta ton atau senilai US$ 902 juta. Tahun berikutnya naik menjadi 1,6 juta ton yang senilai US$ 1,1 miliar.    

Kementerian Pertanian merilis, pada 2014, Indonesia masih akan mengimpor sejumlah komoditas. Di antaranya, daging sapi. Impornya mencapai 20% dari total kebutuhan nasional yang naik sekitar 6% dari 549 ribu ton menjadi 560 ribu ton tahun ini.    

Kemendag pun telah mengeluarkan izin impor sapi sebanyak 125 ribu ekor pada kuartal I, sebanyak 141 ribu ekor untuk kuartal II,  133 ribu ekor di kuartal III, dan 45 ribu ekor pada kuartal IV.  Khusus untuk sapi potong, izin impornya sebanyak 22.500 ekor pada kuartal I, 123.750 ekor di kuartal II, 33.750 ekor (kuartal III), dan 45 ribu ekor pada kuartal IV.

 

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data bahwa jumlah populasi sapi di Indonesia menurun 2 juta ekor di tahun 2013 menjadi hanya 14 juta ekor. Untuk menambahnya, diimporlah sapi betina. Selain daging sapi, masih ada dua komoditas yang bakal dimpor lagi, yaitu kedelai dan gula pasir. Sedangkan dua komoditas lainnya yang sudah dihentikan keran impornya  adalah beras dan jagung.  Menteri Pertanian (Mentan) Suswono menjelaskan alasan mengapa ketiga komoditas itu masih impor.

 

Saat mengadakan ‘Refleksi 2013 dan Prospek Pertanian 2014’ Senin (30/12) di kantornya, Suswono mengungkapkan sejumlah alasan. Kedelai masih impor karena produksi nasional 2012 mencapai 0,84 juta ton, dan menurun 3,5% menjadi 0,81 juta ton pada 2013. sehingga, tak ada lagi cadangan untuk tahun ini. asih defisit 0,81 juta ton tahun ini. Alasan impor, khusus kedelai, karena tahun ini tidak ada cadangan untuk kedelai. “Sedangkan kalau mengharapkan dari produksi para petani belum tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, belum lagi untuk industri tempe, maka dari itu perlu impor lagi,” tutur Suswono lagi.

 

Khusus gula, harus impor karena produksi dalam negeri terus merosot akibat berkurangnya lahan. Pada 2012/2013, produksi gula mencapai 176,04 juta ton. Sedangkan pada 2013/2014, produksi gula mencapai 174,83 juta ton atu defisit 0,69%. Jadi untuk mencukupi kebutuhannya terpaksa impor minimal 0,69%.   “Permasalahan pada gula nasional, selain lahannya yang menyempit, revitalisasi industri pabrik gula belum berjalan, selain itu juga pembangunan pabrik gula baru hanya 1 pabrik, dari target 20-25 unit pabrik gula baru,” ujarnya.

Bagaimana dengan padi? Khusus padi, kata Mentan, produk nasional tahun lalu dapat mencapai 70,87 juta ton, naik jika dibanding tahun 2012 yang besarnya 69,06 juta ton. “Artinya di sisi lain petani kita sudah bisa meningkatkan produksi nasional, dan diperkirakan produksi  mencukupi kebutuhan nasional di tahun 2014, sehingga tidak perlu impor lagi,” kata Suswono.

Sementara itu, Asosiasi Perbenihan Bawang Merah Indonesia (APBMI) memprediksi produksi bawang merah pada Januari 2014 akan melimpah. Karena itu APBMI minta Kementan menutup keran impor bawang merah dari China. Menurut APBMI, ongkos produksi bertambah dari Rp 70 juta menjadi Rp 80 juta per hektare, luas lahan terus bertambah dan harga benih semakin murah, namun harga bawang merah di tingkat petani anjlok menjadi Rp 10.000 - Rp 14.000 per kilogram. Padahal, harga tersebut lebih rendah dari ongkos produksi per kilogram yang mencapai Rp 15.000. Harga bawang anjlok karena sejumlah perusahaan makanan mengimpor bawang merah.

BOX

Nasib Garam

Selain beras, masih ada satu lagi komoditas yang bebas impor. Yaitu, garam. Kementerian menyatakan, pihaknya tidak akan membuka kran impor tahun ini. Sebab, masih ada stok 387.693 ton. Menurut Sudriman Saad, direktur jenderal Kelautan dan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, menjelaskan kebutuhan garam konsumsi tahun ini mencapai 1.527.170 ton. Sedangkan stok tahun ini masih surplus dari kebutuhan.

Walaupun cuaca tahun ini tidak mendukung, Sudirman menyatakan garam rakyat (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat/PUGar) masih mampu memproduksi sebesar 1.041.472 ton. Pada 2012 program PUGaR telah mencapai 3.521 anggota kelompok garam. "Belum lagi ditambah produksi garam dari BUMN PT Garam yang tahun ini produksinya mencapai 385.000 ton," ungkap Sudirman.

Saat ini luas tambak garam nasional mencapai 31 juta ha, dengan tingkat produksi rata-rata per ha mencapai 68,16 ton sampai 96,82 ton. Namun dengan teknologi geo membran, produksinya bisa mencapai tiga kali lipat. "Dengan teknologi bio membran dan ulir fitleri kita targetkan produksi garam mencapai 200 ton per ha," papar Sudirman. (saksono)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…