Surat Terbuka Buat Gubernur BI dan Jaksa Agung - REFLEKSI AKHIR TAHUN 2013

Oleh: Fernando Sinaga, Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan

Kalangan pengusaha kuatir akibat dari ketidakpastian perekonomian global dapat mengoyahkan industri jasa keuangan seperti bank yang kolaps (detikfinance, 19/12/13). Terbukti, Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia (BI) No. 15/134/KEP.GBI/2013, mencabut izin dan secara resmi menutup PT BPR Mutiara Artha Pratama, terhitung sejak tanggal 23 Desember 2013. Rekaman kekuatiran di atas akan semakin menemukan maknanya jika menelusuri jejak sejarah hitam “perampokan bank” di Indonesia khususnya menjelang pemilihan umum.

Masih segar dalam ingatan kolektif masyarakat meledaknya Bank “cessie” Bali Tbk menjelang Pilpres 1999 dan Bank “bail-out” Century jelang Pilpres 2009. Sebagai catatan, Bank Bali ditunjuk sebagai Bank Rangka dan 4 bank gagal lainnya dibawah BPPN, yakni Bank Universal Tbk, Bank Prima Express, Bank Artamedia dan Bank Patriot sebagai bank yang menggabungkan diri. Pada 18 Februari 2002, Bank Bali berganti nama menjadi Bank Permata (IDX: BNLI). Sementara Bank Century (IDX: BCIC) berdiri 6 Desember 2004, merupakan hasil merger 3 bank yakni Bank CIC International Tbk, Bank Pikko dan Bank Danpac, namun sejak 21 November 2008 diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan berganti nama PT Bank Mutiara Tbk.

Pada titik ekstrem lainnya, sikap tegas Gubernur BI, Agus DW. Martowardojo, atas finalisasi hasil uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) Pengurus Bank Tabungan Negara (BTN) sepatutnya pula didukung demi menjunjung tinggi prinsip kehatian-hatian dan penegakan tata aturan industri jasa keuangan perbankan. Tegasnya, Gubernur BI menyatakan, “…Saya mengatakan bahwa kita ingin supaya ini diketahui dan menjadi pembelajaran ke jajaran pengurus bank untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam mengelola bank karena bank memiliki tugas mulia menghimpun dana masyarakat” (Investor Daily, 13/12/2013).

Ke depan, apapun gugatan maupun tafsiran yang berkembang nantinya sekaligus mengantisipasi penularan krisis ekonomi global, sepatutnya Gubernur BI secara selektif melakukan fit and proper test terhadap pengurus bank lainnya. Tanpa tindak lanjut aksi bersih-bersih ini, Gubernur BI dinilai bersikap diskriminatif dan membenarkan dugaan bahwa sikap tegasnya atas Direksi BTN hanyalah pensiasatan kebijakan untuk meng- “ekspor” alumni Bank Mandiri ke BTN.

Melalui surat terbuka ini, kami mendesak Gubernur BI untuk bersikap tegas, konsisten dan terbuka terhadap Riswinandi (Wakil Direktur Utama Bank Mandiri) atas dugaan keterlibatannya dalam kredit macet Great River Garment semasa bekerja di Bank Danamon (1993-2001, Wakil Presiden Eksekutif Divisi Korporat Peminjaman dan 2002-Juni 2003, Direktur Bank Danamon).

Terpenting, Gubernur BI harus berani bersikap tegas kepada Herwidayatmo (Wakil Direktur Utama PT Bank Permata Tbk, Hasil RUPS Tahunan, 23 April 2013), yang ditetapkan sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama berdasarkan hasil RUPS Bank Permata, 19 Desember 2013.

Kejaksaan Agung telah menetapkan Herwidayatmo sebagai tersangka perkara korupsi JICT-Pelindo II Tahun 1998 (detiknews, 23/4/2004) berdasarkan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) No.: Print-70/F/Fpk.1/06/2000, tanggal 2 Juni 2000 dan pelimpahan perkara ke Bareskrim POLRI, P.17, No: B.277/F.3/FT.1/03/2007, tanggal 15 Maret 2007. Hingga 13 tahun usia perkara, kami tidak menemukan fakta penerbitan SP3 (detiknews, 23/7/2004; 24/01/2006) bahkan peningkatan status terdakwa dari Kejaksaan Agung dan Bareskrim POLRI. Padahal perkara korupsi ini termasuk dalam laporan Timtas Tipikor ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (detiknews, 3/02/2006; Koran Tempo, 12/06/2007; Berita BPKP, 2/05/2007).

Kepada Jaksa Agung, Basrief Arief, kami juga menuntut pembuktian janji untuk segera memprioritaskan penyelesaian penanganan kasus-kasus korupsi yang sudah lama mengendap dan menarik perhatian masyarakat di kejaksaan agung. Mengutip pernyataan Jaksa Agung “Terkait penanganan korupsi, bahwa tentunya sudah diinventarisasi semua dan segera dituntaskan. Kasus yang lama harus dituntaskan dan menjadi prioritas. JAMPidsus yang baru nanti akan melakukan itu," (Tribunnews.com,  21/11/2013).

Memang masih sangat banyak tunggakan perkara korupsi tidak hanya di Kejaksaan Agung (kejagung) tapi juga di Kepolisian bahkan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun mengingat 13 tahun usia perkara korupsi JICT-Pelindo II, tentu sudah sepatutnya menjadi prioritas utama penuntasan.

Harapan kami, keputusan terbaik kejagung nantinya didasarkan pada fakta-fakta hukum, bukan karena “perselingkuhan” kekuatan dan kekuasaan. Saatnya kejagung mengeksekusi 13 tahun tunggakan perkara korupsi ini, bebaskan tersangka dari segala tuduhan yang menjeratnya selama 13 Tahun dengan menerbitkan SP3 atau proses ulang penanganan perkara disertai penahanan tersangka. Solusi kebijakan ini juga diterapkan untuk puluhan ribu tunggakan perkara korupsi lainnya di kejaksaan.

Terakhir, berbagai media pernah merilis 45 buronan koruptor yang melarikan diri ke luar negeri (mayoritas ke Singapura). Dalam penelusuran termasuk melalui website Interpol ditemukan fakta yang sangat menarik: 30 orang diantaranya adalah Buronan Koruptor Perbankan.

Demi Penegakan Hukum yang non-diskriminatif dan identitas Indonesia sebagai Negara Hukum maka kami mendesak DPR membentuk Panitia Kerja Gabungan (PANJA) antara Komisi III dan Komisi XI untuk meminta pertanggungjawaban Jaksa Agung terkait perkembangan penanganan buronan koruptor perbankan.

Termasuk dalam pertanggungjawaban jaksa agung maupun pihak-pihak terkait lainnya adalah transparansi dan akuntabilitas penegakkan hukum pidana korupsi dan khususnya aspek ekonomi pengembalian aset secara perdata dan validitas pelaksanaan putusan uang rampasan dan denda. Oleh sebab itu, kami menilai sudah saatnya BPK mengaudit realisasi uang rampasan dan denda tersebut.

Kami menunggu aksi bersih-bersih Gubernur BI, Agus DW. Martowardojo, dan pedang hukum keadilan Kejaksaan Agung. Terima kasih.  

O Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…