Amankan Devisa Negara

Pengelolaan devisa negara kini menjadi pilar utama untuk mengatasi defisit neraca perdagangan maupun defisit transaksi berjalan (current account). Bagaimanapun, dengan kekuatan devisa yang kita miliki termasuk cadangannya merupakan tonggak penting untuk menghalau krisis ekonomi di negeri ini.

Namun sayangnya, Indonesia yang menganut rezim devisa bebas, ternyata berpotensi memiliki kerentanan terhadap gejolak global. Pasalnya, aturan lalu lintas devisa kita yang sangat bebas. Lihat Undang Undang No.24 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Devisa, Indonesia termasuk salah satu negara dengan regulasi devisa paling liberal di dunia, di mana devisa bisa keluar-masuk dalam sistem perbankan atau perekonomian, meski devisa tersebut adalah hasil ekspor milik warga negara Indonesia (WNI) maupun pengusaha lokal.

Aturan peninggalan era ketergantungan Indonesia terhadap Dana Moneter Internasional (IMF) ini memang ditengarai sebagai salah satu titik krusial yang membuat pasar valas dan pasar modal Indonesia mudah bergejolak di saat perekonomian menghadapi tekanan. Karena ketika terjadi pelemahan ekonomi, maka akan mudah terjadi capital outflow. Sementara capital inflow yang masuk lebih banyak dalam pasar uang dan pasar modal (portofolio), bukan dalam investasi langsung ke sektor riil, sehingga sangat rawan dan cepat keluar dari negeri ini.

Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia seharusnya lebih peka melihat kelemahan UU  devisa tersebut, mengingat banyak pengusaha lokal memanfaatkan loopholes yang cenderung menempatkan devisa di Singapura ketimbang di negeri sendiri. Karena itu UU itu perlu diamandemen demi kepentingan nasional di tengah tak menentunya kondisi perekonomian global saat ini. Sebab, otoritas moneter yang paling berwenang untuk mengajukan amandemen ke DPR, atau mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

UU Devisa saat ini memberi kelonggaran yang cukup luas kepada BI untuk mengatur lalu lintas devisa dan valuta asing melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI). Namun, faktanya PBI yang ada belum cukup ampuh meredam gejolak rupiah belakangan ini dan bahkan devisa kita semakin banyak dinikmati oleh pihak asing.

Berbeda dengan Thailand, yang merupakan salah satu negara yang sukses menarik serta mengembalikan devisa hasil ekspor (DHE)-nya melalui UU Devisa yang sangat ketat. Di negara Gajah Putih itu ada kewajiban untuk menempatkan DHE di bank lokal selama periode tertentu  (holding period) sehingga pengusaha setempat tak bisa seenaknya menempatkan di luar negeri. Di Indonesia, melalui PBI No.13/20/PBI/2011 dan Surat Gubernur BI no.14/3/GBI/SDM tanggal 30 Oktober 2012, diatur kewajiban devisa hasil ekspor komoditas tambang, serta minyak dan gas yang diparkir di luar negeri ditarik ke dalam negeri paling lambat 90 hari setelah tanggal pemberitahuan ekspor barang (PEB). Namun PBI tersebut dinilai tidak cukup kuat menarik dan menahan devisa hasil ekspor ke dalam negeri, karena tak ada sanksi yang tegas.

Salah satu penyebabnya, tidak ada kewajiban menaruh devisa di dalam negeri dalam waktu tertentu (holding period), dalam enam bulan misalnya. Sebab aturannya hanya melakukan pelaporan, sehingga devisa kembali lagi ke luar negeri dalam waktu relatif cepat.

Tidak hanya itu. Besaran cadangan devisa yang dikuasai BI hingga akhir Oktober 2013 tercatat US$97 miliar, lebih rendah dari posisi Januari 2013 US$108,8 miliar, bahkan akhir Desember 2012 masih tercatat US$112 miliar.

Jika dibandingkan dengan cadangan negara lain, Indonesia tercatat cukup rendah. Cadangan devisa India pada Mei 2013 tercatat US$ 287,8 miliar, Thailand pada Juli 2013 memiliki cadangan devisa US$ 172,2 miliar dan Malaysia memiliki cadangan devisa hingga US$ 137,84 miliar.

Devisa kita saat ini memang meningkat pesat dibandingkan dengan krisis global 2008. Saat itu cadangan devisa yang kita miliki hanya US$ 53 miliar. Tentu saja, semakin besar kegiatan perekonomian, terutama kegiatan ekspor dan impor, memerlukan cadangan devisa yang besar dan pemerintah harus berusaha menambah cadangan devisa untuk memperkuat keuangan negara.

BERITA TERKAIT

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…