Proyek Hambalang - Usut Dugaan Suap Adhi Karya dan Wika

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung harus memanggil dan memeriksa direksi PT Adhi Karya Tbk dan PT Wijaya Karya Tbk serta mengusut secara tuntas dugaan pemberian suap senilai Rp100 miliar oleh badan usaha milik negara di sektor konstruksi tersebut terkait Proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional di Desa Hambalang di Kecamatan Citeureup, Bogor, Jawa Barat senilai Rp 1,5 triliun.

“KPK dan Kejaksaan Agung harus turun tangan untuk membuktikan apakah dugaan yang dituduhkan oleh Nazaruddin itu benar atau tidak dengan memanggil pihak yang dituduhkan. KPK  harus menginvestigasi kasus ini jangan hanya menangkap tersangka korupsi di tempat dengan alat bukti,” ujar Sofyano Zakaria, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) di Jakarta,  Rabu.

Dalam wawancara melalui telepon dengan salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta, Selasa (19/1), Muhammad Nazaruddin yang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat  menyebutkan, proyek Hambalang termasuk salah satu selain proyek Wisma Atlet untuk pelaksanaan Sea Games di Palembang, Sumatera Selatan yang sudah diatur pemenang tendernya.

PT Anugerah Nusantara , menurut Nazaruddin  ikut mengatur kontrak-kontrak pemerintah yang dananya berasal dari APBN. Perusahaan  yang disebut-sebut oleh Nazaruddin milik Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum itu banyak mengutip BUMN karya seperti Adhi Karya, Wijaya Karya, dan PT  PP Tbk agar mereka dapat memenangkan proyek-proyek pemerintah.

Nazaruddin menyebutkan Adhi Karya dan Wika memberikan suap senilai Rp 100 miliar untuk proyek Hambalang.

Proyek Hambalang merupakan proyek pembangunan khusus untuk para atlet. Proyek ini terletak di Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Pusat pelatihan atlet ini terdiri atas beberapa bangunan. Ada gedung, asrama, dan tempat pelatihan. Proyek ini berdiri di atas lahan seluas 32 hektare dan pembangunannya diperkirakan tuntas pada 2013.

Adhi Karya dan Wijaya Karya merupakan penggarap proyek ini. Berdasarkan laporan keuangan Adhi Karya per kuartal I 2011, nilai proyek tersebut sebesar Rp 1,518 triliun. Dalam poyek yang diberi nama Adhi Wika JO ini, Adhi Karya memegang 70 persen. Sedangkan sisanya, sebesar 30 persen dipegang Wijaya Karya.

Menurut Sofyano, aparat penegak hukum khususnya KPK  jarang mengungkap praktik korupsi yang terjadi di badan usaha milik negara (BUMN). Entah  apakah BUMN saat ini bersih semua dari praktik korupsi atau karena  tidak adanya kemauan politik. “Selama ini yang diungkap hanya kepala daerah, elite politik atau petinggi perusahaan swasta. Jarang-jarang petinggi BUMN yang diperiksa,” kata dia.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mendesak Muhammad Nazaruddin untuk secepatnya menyampaikan fakta-fakta soal dugaan praktik suap yang dilakukan Adhi Karya dan Wijaya Karya  serta elite politik yang dituduhkan kepada penegak hukum di Indonesia.

“Jika Nazaruddin tidak juga bersedia menyajikan fakta-fakta yang dimilikinya secara konkret, itu tentunya akan sangat menyulitkan upaya penegakan hukum. Sebab proses pembuktian terbalik membutuhkan data awal tersebut, meskipun tuduhannya itu juga belum tentu tidak benar,” ujar Ray.

Menurut Ahmad Erani Yustika, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Indonesia, pasar konstruksi nasional, khususnya skala besar seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandara dan sebagainya memiliki karakter yang oligopsoni atau didominasi pemain tertentu saja. Pemainnya bisa pemerintah dan BUMN, memang ada beberapa swasta tapi skalanya terbatas. Hal tersebut dibisa dikatakan rawan praktik penyalahgunaan wewenang baik oleh pihak-pihak yang  dekat dengan kekuasaan untuk mengambil keuntungan pribadi maupun golongan.

“Pemerintah atau oknum pejabat pemerintah dan kroninya termasuk broker-broker proyek, yang memiliki kuasa, dapat dengan mudah mengatur segala sesuatunya, sehingga setiap keputusan yang diambil sedapat mungkin menguntungkan dirinya,” ujarnya.

Ahmad Erani mengatakan, banyaknya proyek mendorong situasi dan kondisi yang dimanfaatkan oleh orang-orang oportunis yang dekat dengan kekuasaan untuk menciptakan sistem untuk membagi-bagi proyek tersebut. “Arisan menjadi wadah untuk menentukan siapa penerima proyek A dan siapa penerima proyek B. Untuk itu diperlukan goodwil dan ketegasan KPK untuk turut memeriksa dugaan tersebut terlebih KPK telah memiliki bukti-bukti awal yang dapat mendukung pernyataan nazarudin tersebut,” ujarnya saat berbicara dalam dialog mengenai sistem pelaksanaan tender di Universitas Atmajaya, baru-baru ini.

Survei Indonesia Proucrement Watch yang dirilis Maret lalu menyebutkan korupsi terbesar terjadi pada pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah. Inisiatif praktik suap-menyuap justru berasal dari birokrat atau pejabat pemerintah. Survei yang dilakukan sejak September  hingga November 2010 melibatkan 729 responden yang berasal dari perusahaan penyedia barang dan jasa instansi pemerintah tersebar di  lima wilayah di Jadebotabek.

Sebanyak 52,9 persen responden mengatakan, praktik suap untuk mendapatkan dan memenangkan tender sudah dilakukan sejak pertama kali perusahaannya berdiri. Proses pengadaan barang dan jasa yang diantara dilakukan mulai dari persiapan, perencanaan pengadaaan hingga penyerahan pekerjaan barang dan jasa. Hasil survei menyebutkan,  sebanyak 69,3 persen responden melakukan suap sebelum proses tender dimulai.

IPW menilai, hampir seluruh instansi pemerintah terdapat mafia tender atau calo tender. Hal ini dikuatkan dari temuan IPW, sebanyak 15 persen proses tender diatur oleh mafia tender. Atas temuannya itu, IPW meminta KPK segera melakukan tindakan berupa pengawasan langsung proses pengadaan seperti penyusunan dokumen lelang, evaluasi, pengumuman pemenang.

Hingga berita ini diturunkan manajemen Adhi Karya dan Wika belum bisa dikonfirmasi. Telepon genggam Corsec Adhi Karya Kurnadi Gularso dan Corsec Wika Natal Argawan tidak diaktifkan. Namun, kepada sebuah laman berita, Kunardi  menyangkal tudingan perseroan melakukan suap.

Menurut dia, Adhi Karya mengikuti tender secara normal, mulai dari pendaftaran hingga keluar sebagai pemenang. Perseroan memenangi tender proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional pada 26 November 2010. (tim)

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…