WASPADAI PERINGATAN IMF DAN BANK DUNIA - "Lampu Kuning" Ekonomi Indonesia

 

Jakarta – Sejumlah pengamat ekonomi, anggota DPR dan akademisi mengingatkan Pemerintah Indonesia agar mewaspadai adanya peringatan dari lembaga keuangan internasional, IMF dan Bank Dunia, yang ditengarai mengandung maksud tertentu terkait prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 6% pada 2013-2014 dan dampak kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) yang mengurangi stimulus (tapering off) mulai Januari 2014.

NERACA

"Dua lembaga keuangan internasional itu diduga mempunyai kepentingan tertentu. Apa alasannya? "Saya melihat ada nuansa kepentingan tertentu dari lembaga dunia tersebut. Mereka tidak lagi murni melakukan, tapi ada tujuan tertentu," tegas Prof Dr Ahmad Erani Yustika, guru besar ekonomi Univ. Brawijaya kepada Neraca, akhir pekan lalu.

Erani memaparkan dugaan adanya kepentingan tertentu dengan adanya desakan kepada pemerintah untuk berutang kembali ke IMF. Karena itu, dia mengingatkan kepada pemerintah Indonesia agar dalam mengambil kebijakan tetap berdasarkan pada kalkulasi yang matang. Jadi, bukan karena faktor tekanan dari lembaga asing.

Sebelumnya tersiar kabar, Indonesia diperingatkan oleh Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. (IMF) agar melakukan reformasi yang lebih konkret, jika kekuatan ekonomi terbesar di dunia ini masih berharap bisa menikmati pertumbuhan yang kencang dan bisa memikat para investor besar,  saat ini dalam kondisi melesu.

Menurut kedua lembaga internasional itu, ini disebabkan banyak pejabat pemerintah Indonesia yang sekarang ini fokus ke Pemilu dan pemilihan presiden tahun depan, tidak banyak ekonom yang mengharap adanya upaya reformasi serius sampai pemerintah baru mulai bekerja. Selain itu, kebijakan pengurangan stimulus (tapering off) Bank Sentral AS  (The Fed) yang akan mengurangi secara bertahap US$10 miliar mulai Jan 2014 tampaknya berpengaruh sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia.

"Pemerintah harus segera menjalankan kebijakan baru dalam perekonomian mengingat ada kegagalan ekonomi berupa defisit fiskal dan rasio utang. Untuk itu, kita harus membangun stabilitas ekonomi dari domestik. Ini ditujukan agar ekonomi bisa lebih kuat,"ujar Erani.

Menurut dia, peringatan IMF dan Bank Dunia terhadap Indonesia mempunyai tujuan tertentu, untuk itu sebaiknya pemerintahtidak serta merta membuat Indonesia harus mengutang lagi dari IMF maupun Bank Dunia.

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, menggangap wajar apabila dalam menjelang akhir tahun ini, ramai muncul proyeksi ekonomi 2014 dari berbagai lembaga seperti bank dunia maupun IMF, kemudian lembaga ini memberikan peringatan kepada Indonesia. Berdasarkan peringatan kedua lembaga ini yang masih memandang pesimis atas perkembangan negara berkembang seperti Indonesia, terkait dengan kebijakan The Fed yang bersiap mengakhiri paket stimulus moneter di pasar keuangan global.

"Atas proyeksi kedua lembaga ini telah memandang sinyal Indonesia bakal melesu pada tahun depan, dengan faktor tidak hanya perkara stimulus saja," ujarnya.

Menurut dia, saran atau peringatan dari kedua lembaga ini bukanlah hal yang baru, dimana masalah struktural perekonomian di dalam negeri memang wajib dibenahi oleh pemerintah Indonesia. Hanya saja, cara yang dilakukan tidak dengan menggenjot Penanaman Modal Asing (PMA) dan mengurangi hambatan impor seperti yang dikatakan oleh Bank Dunia.

"Langkah ini hanya akan menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi para investor asing. Oleh karenanya patut diwaspadai pendapat kedua lembaga ini dimana apabila kita bergantung kepada modal asing maka akan terjadi adalah diincarnya pasar dalam negeri dengan bahan baku yang justru di impor," ujar Harry.

Kemudian Harry menjelaskan selama tiga tahun belakangan ini, seiring dengan lonjakan PMA maka impor Indonesia didominasi barang modal dan bahan baku. Oleh karenanya, kebijakan PMA bukanlah cara yang terbaik dalam mengatasi permasalahan perekonomian Indonesia.

"Jika berniat mengatasi masalah struktural tanpa mengikuti saran IMF atau Bank Dunia, maka pemerintah wajib berkorban dengan melakukan mengalihkan alokasi anggaran menggenjot sektor riil yang berbasis atas industri dalam negeri," ungkap dia.

Dia juga menuturkan atas peringatan atau saran IMF atau Bank Dunia ini belum terlihat sangat jelas apakah Indonesia akan melakukan lagi menarik pinjaman kepada kedua lembaga tersebut, namun hal ini harus diwaspadai oleh pemerintah Indonesia. Hal yang pasti adalah peringatan atau saran dari kedua lembaga ini janganlah menjadi suatu patokan Indonesia dalam melakukan langkah-langkah kebijakan ekonomi pada tahun depan.

"Kita harus melakukan kebijakan yang didasarkan atas kebijakan ekonomi kerakyatan dimana tidak akan membebani masyarakat Indonesia kemudian kebijakan ekonomi itu harus diusahakan berbasis sumber daya lokal," tandas Harry.

"Pemerintah harus mendorong atas penciptaan lapangan kerja dan penguatan industri dalam negeri. Dengan melakukan kebijakan ini akan memberikan efek yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Kemudian kebijakan ekonomi tahun depan harus dikonsentrasikan secara benar dan tepat oleh pemerintah dan jangan hanya terfokus kepada kepentingan partai politik semata," ujar anggota DPR itu.

Laju Investasi Terganggu

Pengamat ekonomi Indef Eko Listyanto menjelaskan, dampak dari tapering off akan sangat terasa di negera emerging market khususnya Indonesia. Hal itu karena secara jangka pendek arus capital outflow tidak bisa dihindarkan, mengingat komposisi investasi di Indonesia sebagian besar adalah dana jangka pendek.

Selain itu, kebijakan tapering off juga berdampak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah yang akan masih melaju diatas Rp12.200 per dolar. "Pasti ada konsekuensi terhadap capital outflow karena kerentanan pasar uang kita. Bagi rupiah, selain tapering off juga dihantui oleh defisit neraca transaksi berjalan. Jadi, dalam jangka pendek akan ada gelombang di situ dan rupiah akan terdepresiasi lagi, tetapi belum ke level Rp13.000 per US$,” ujarnya, Sabtu.

Pemerintah, sambung dia, dalam mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan AS ini memang sudah cukup memadai. Hanya saja, dengan paket-paket kebijakan yang dikeluarkan ini tidak memberikan kepercayaan diri terhadap pelaku pasar untuk tetap berinvestasi di dalam negeri karena pemerintah dinilai kurang aktif dalam mensosialisasi kebijakan yang ada.

Lebih jauh Eko mengungkapkan, pada tahun depan semua elemen lembaga juga akan fokus datangnya pesta demokrasi 5 tahunan yaitu Pemilu. "Semua akan fokus ke Pemilu. Maka reformasi akan sulit sekali dilaksanakan. Sebelum masuk pemilu aja belum dikerjakan apalagi mau datang pemilu," kata dia.

Namun begitu, ia berharap agar pemerintah tidak lagi menerima tawaran utang Bank Dunia dan IMF. Menurut dia, lebih baik Pemerintah memperbaiki pola anggaran negara yang sudah ada. “Pola anggarannya harus dioptimalkan dengan baik. Misalnya, pengalokasian dana harus diarahkan ke sektor produktif,” tegas dia.

Menurut Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani, makna peringatan yang disampaikan Bank Dunia dan IMF adalah perbaikan yang konkret terhadap struktur ekonomi. Karena banyak terjadi defisit dalam neraca Indonesia, seperti neraca perdagangan, jasa, dan lain-lain.

“Jika semua ini tidak diperbaiki akan melemah terus rupiah kita dan bisa berlanjut ke tahap krisis”, katanya.

 Sehingga, dengan adanya peringatan ini, Indonesia mempunyai pilihan untuk memperbaiki ekspor. Namun, menurut dia tidak semua ekspor dapat diperbaiki oleh pemerintah Indonesia. Karena memang harus memilih mana ekspor yang paling cepat memberi kontribusi kepada negara.

 “Di sini juga harus dipilih ekspor apa yang akan diprioritaskan, sehingga dapat membantu ekonomi kita memabaik. Sehingga, dalam menghadapi pelemahan rupiah tidak hanya menahannya”, ungkapnya.

 Dia menambahkan, jika hanya menahan rupiah saja, otomatis akan menggerus cadangan devisa. Nantinya, justru ajan semakin menambahh defisit-defisit di neraca lainnya.

Sementara itu, dia setuju jika meminjam lagi kepada kedua lembaga keuangan internasional tersebut. Hanya saja, pinjaman tersebut haruslah untuk perbaikan struktur ekonomi negara atau hal-hal yang lebih produktif sifatnya.

Pengamat ekonomi yang juga Ketua Magister Kebijakan dan Pembangunan Publik (MKPK) UI Nuzul Achzar mengatakan,  peringatan Bank Dunia dan IMF itu pertanda akan ada kebangkrutan ekonomi di Indonesia.

Hal ini terlihat dari penekanan peringatan tersebut merujuk pada reformasi birokrasi.Dia menilai wajar jika IMF menyatakan hal tersebut. "Jelas perekonomian kita memang akan terus melemah. Bukan hanya karena tidak ada perencanaan yang jelas tentang tujuan pembangunan itu sendiri. Tapi juga karena birokrasinya sudah rusak oleh praktik korupsi," ujarnya. lulus/nurul/iwan/bari/mohar

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…