Bakal Didominasi Kelompok Tua - LIPI Soroti Fenomena Penurunan Jumlah Petani

NERACA

Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyoroti fenomena merosotnya jumlah petani beserta penurunan daya beli yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan di sektor pertanian. Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Maxensius Tri Sambodo mengatakan, jumlah rumah tangga (RT) sektor pertanian mengalami penurunan sebanyak 5,1 juta rumah tangga dalam kurun waktu 2003-2013.

Menurut dia, meski turunnya jumlah rumah tangga sektor pertanian merupakan hal yang umum terjadi dalam negara yang mengalami transisi menuju ekonomi yang lebih maju, namun implikasi kondisi itu terhadap ketahanan pangan juga penting dicermati.

“Ini sangat penting untuk dicermati fenomena turunnya daya beli petani dengan jumlah petani yang kian turun," kata Tri Sambodo di Jakarta, Selasa (17/12). Dia juga mengemukakan, kondisi lain yang akan mempengaruhi ketahanan pangan adalah struktur usia petani Indonesia yang sebagian besar atau 61% berusia di atas 45 tahun.

Dengan demikian, dalam jangka waktu 10 tahun ke depan, apabila tidak ada penambahan baru tenaga kerja, maka struktur usia petani akan didominasi oleh kelompok tua. "Kondisi ini tentu perlu diperhatikan karena sektor pertanian merupakan sektor yang sangat intensif dengan pengenalan teknologi baru dan petani usia tua relatif lebih resisten dalam pengenalan teknologi dibandingkan dengan petani muda," ungkap Tri Sambodo.

Sedangkan dalan konteks kepemilikan lahan khususnya di wilayah Jawa-Bali, kecuali Jakarta pada periode antara tahun 2003-2013, terjadi kenaikan dari 0,21 hektar menjadi 0,42 hektar atau peningkatan lebih dari 100%. Dia berpendapat dalam kondisi nilai tukar petani yang tidak menunjukkan perkembangan berarti, maka bertambahnya kepemilikan lahan pertanian diduga lebih banyak didorong oleh pemodal yang berasal dari perkotaan, sedangkan petani di desa yang tertinggal lebih banyak sebagai petani penggarap.

Beralih profesi


"Hal ini mengindikasikan lahan pertanian makin terkonsentrasi pada kelompok pemodal," tandasnya. Berdasarkan data BPS per November 2013, jumlah rumah tangga petani gurem (lahan tak lebih dari 0,5 hektar) tahun 2013 turun sebanyak 25,07% sejak 2003, atau rentang 10 tahun. Pasalnya, banyak dari petani gurem beralih menjual atau menyewakan tanahnya bahkan beralih profesi. Sehingga keberadaan petani gurem di Indonesia tinggal 14,25 juta.

“Jumlah RT (rumah tangga) petani gurem tahun 2013 tinggal 14,25 juta. Angka ini menunjukan penurunan sebanyak 4,77 juta rumah tangga atau sebantaj 25,07% jika dibandingkan keberadaannya di tahun 2013. Waktu itu jumlahnya masih mencapai sekitar 19,02 juta,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin, awal Desember kemarin.

Dia menjelaskan, keberadaan petani gurem saat ini tinggal sebesar 55,33% dari total keberadaan rumah tangga pertanian pengguna lahan. “Selain petani gurem masih ada petani yang punya lahan lebih dari satu hektar. Jumlahnya sekarang sebanyak 26,14 juta rumah tangga atau sebesar 44,67%,” tambahnya.

Lebih lanjut Suryamin mengungkapkan, komposisi keberadaan petani gurem saat ini masih didominasi Pulau Jawa dengan jumlah menacapi 10,18 juta rumah tangga. Kemudian disusul Pulau Sumatera sebanyak 1,81 juta rumah tangga. Serta Pulau Bali dan Nusa Tenggara masing-masing sebanyak 0,9 juta rumah tangga.

“Sementara provinsi dengan jumlah petani gurem terbesar pada tahun 2013 ada di Provinsi Jawa Timur sebanyak 3,76 juta rumah tangga. Namun komposisi rumah tangga petani gurem terkecil ada di Pulau Kalimantan sebanyak 0,26 juta rumah tangga. Bahkan di Provinsi Kalimantan Utara jumlah petani gurem hanya mencapai 6,34 ribu rumah tangga,” tutur Suryamin.

Mengenai penurunan, Suryamin menerangkan pada 2003 jumlah rumah tangga petani gurem di Indonesia masih mencapai 19,02 juta rumah tangga sedangkan sekarang tinggal 14,25 juta rumah tangga. Suryamin kemudian menunjukkan bila seluruh petani yang ada di Indonesia berjumlah 31,70 juta orang. Secara persentase, jumlahnya masih didominasi petani laki-laki sebanyak 76,84% atau 24,36 juta orang. Sementara jumlah petani perempuan hanya sebanyak 23,61% atau 7,34 juta orang. [ardi]

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…