Pekan Ini, UU Pesisir Disahkan DPR - Hak Adat Diakui, Investasi Pesisir Diatur

NERACA

 

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pekan ini bakal mengesahkan Revisi Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi UU. Dalam undang-undang yang bakal disahkan dalam paripurna DPR RI, tanggal 19 Desember tersebut, hak masyarakat adat di pesisir diakui dan investasi baru akan diatur kembali.

“Izin pengelolaan di wilayah pesisir, yang berdampak penting dan strategis harus mendapatkan persetujuan DPR, dan karena laut terkoneksi secara nasional maka juga harus mendapatkan izin Menteri Kelautan dan Perikanan,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron, kepada wartawan, Senin (16/12).

Menurut Herman, tidak perlu ada kekhawatiran seperti “tuduhan” LSM, bahwa masyarakat adat akan terpinggirkan. Karena di dalam undang-undang, mereka mendapatkan perhatian khusus dan bahkan mendapatkan akses atau izin untuk melakukan kegiatan perikanan tangkap.

Jadi dalam UU, masyarakat adat digambarkan mendapatkan perhatian khusus dan dimantapkan posisinya, sebagai pihak yang mendapatkan perlakuan khusus. Sedangkan terkait kawasan konservasi laut, maka pengelolaan perairan-nya menjadi kewenangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Tidak perlu ada kekhawatiran, bahkan untuk hal yang penting dan strategis, izin pengelolaan harus mendapatkan persetujuan DPR, jadi pemda tidak bisa sewenang-wenang memberikan izin. Sedangkan investasi asing yang sudah jalan, itu tetap, mereka mendapatkan konsesi. Kecuali mereka akan memperpanjang, maka harus mengajukan izin baru,” ujarnya.

Dan terkait investasi, kata Herman, tetap mengacu pada UU Investasi, karena jika diatur dalam UU Pesisir maka dikhawatirkan terjadi benturan atau bahkan tumpang tindih. “Jadi DPR sudah melakukan antisipasi, untuk investasi asing di pulau dan pesisir, nanti konsesi mereka akan diatur kembali. Kalau soal lama konsesi-nya diatur melalui UU Investasi. Jika diatur di UU Pesisir maka bisa kontraproduktif,” ungkapnya.

Terkait dengan itu, Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP Sudirman Saad menyatakan, pengurusan, pengaturan atau pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan segala kekayaan di dalamnya, ditujukan untuk kemakmuran rakyat. “Dan penguasaan, harus tetap memperhatikan hak-hak individu, hak kolektif milik masyarakat hukum adat (hak ulayat), hak masyarakat adat, serta hak-hak konstitusional lain milik masyarakat yang dijamin konstitusi,” paparnya.

Sudirman mencontohkan, hak yang tetap yaitu hak akses untuk melintas, hak atas lingkungan sehat. Lalu, untuk menghindari pengalihan tanggung jawab penguasaan negara atas pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil, negara dapat memberikan hak pengelolaan lewat mekanisme perizinan. Meskipun memberikan hak pengelolaan wilayah pesisir, kata Sudirman pemerintah atau negara tetap mempunyai hak menguasai, dan mengawasi secara utuh, seluruh pengelolaan wilayah itu.

Menurut Sudirman, kekhawatiran mengenai marjinalisasi masyarakat sudah terjadi jauh sebelum ada pengaturan oleh KKP. Justru, jika KKP tidak melakukan pengaturan, berarti sama saja dengan melakukan pembiaran. “Jika tidak ada pengaturan, maka kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi di dasar laut. Semisal, tentang pemasangan kabel bawah laut,” imbuhnya.

Terkait revisi UU tersebut, kata Sudirman, KKP sudah mengadakan konsultasi publik ke berbagai perguruan tinggi, seperti UNDIP, UNIBRAW, IPB dan UNPAD. Serta, lembaga sosial masyarakat (LSM) atau NGO dan para pakar.  tujuannya, untuk mendapatkan input sebagai bahan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan saat ini menunggu pengesahan dari DPR.

Tentunya, setelah melalui proses panjang melalui KKP, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Hukum dan HAM untuk pembahasan DIM tersebut, sehingga dari pembahasan itu diharapkan mampu menghasilkan fomulasi substansi undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai kepentingan nasional.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…