KEBIJAKAN BI DINILAI OVER DOSIS - Jika BI Rate Naik, IHSG Kian Terkapar

Jakarta – Apabila Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan BI Rate pada pekan ini yang bertujuan meredam dampak pelemahan nilai tukar rupiah, ini merupakan kebijakan yang kebelinger di tengah kondisi perlambatan ekonomi dalam negeri. Tak ayal dipastikan mendapat respon negatif dari pelaku usaha  dan kalangan pasar modal, yang menilai bakal membuat pergerakan indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI) makin babak belur setelah nilai tukar rupiah terdepresiasi tajam atas dolar AS.

NERACA

Pengamat pasar modal dari Recapital Asset Management Pardomuan Sihombing mengatakan, kenaikan BI Rate akan berdampak negatif terhadap perkembangan pasar modal. Tidak terkecuali, bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). “Jika BI Rate kembali dinaikkan, mungkin langkah ini kurang ampuh untuk menekan defisit current account. Tapi dengan begitu, ekonomi akan melambat dan dampaknya pada kinerja emiten,”ujarnya kepada Neraca di Jakarta, Selasa (10/12).

Menurut dia, dengan suku bunga naik, tentunya akan menaikkan biaya produksi dan berpotensi memangkas pertumbuhan laba emiten sehingga berpengaruh terhadap pergerakan harga sahamnya di pasar. “Seharusnya yang diharapkan pelaku pasar itu tetap, bahkan diturunkan karena jika kembali dinaikkan akan menambah biaya produksi yang ditanggung perusahaan atau emiten. Karena itu, pelaku pasar masih dalam posisi wait and see sampai jelang rapat dewan gubernur BI pekan ini," ujarnya.

Namun, jika suku bunga diturunkan, menurut dia, biaya produksi yang harus ditanggung emiten tentunya juga akan terdorong mengalami penurunan. Dengan begitu perusahaan bisa mendorong peningkatan produknya untuk ekspor. Dia pun memproyeksikan, jika benar kembali BI Rate maka posisi IHSG hanya akan bergerak stagnan atau bahkan melemah.

Sektor-sektor yang tentunya akan terpengaruh dengan kenaikan BI rate, antara lain sektor domestik, sektor keuangan, pembiayaan dan perbankan, juga properti. Termasuk sektor-sektor yang memiliki kewajiban yang besar. “Kalau dinaikkan (BI Rate), mungkin bisa di level 4.100-4.200. Tapi kalau tetap, mungkin bisa sedikit lebih optimis di level 4.400,”ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Isaka Yoga, kenaikan BI Rate akan berdampak sentimen negatif bagi IHSG. Melihat adanya kemungkinan BI Rate akan naik kembali seiring kembalinya melemahnya nilai tukar rupiah, maka besar kemungkinan bisa membuat IHSG akan gagal menguat pada bulan ini dan bahkan pada bulan-bulan ke depannya. 

“Rapat yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) pada pekan ini akan bisa memunculkan kebijakan kenaikan BI Rate, namun yang pasti perdagangan saham akan mengalami sentimen negatif pada sektor-sektir tertentu seperti sektor perbankan, properti, dan konsumer,”tandasnya.

Lanjutnya, dampak ini tidak hanya dirasakan memberatkan bagi saham di sektor perbankan dan properti. Namun juga emiten yang mempunyai ketergantungan dalam industri perbankan dan properti akan mengalami dampak yang signifikan atas kenaikan BI Rate ini dikarenakan emiten ini bergantung kepada biaya modal dan bunga.

Kebijakan Salah Kaprah

Sementara pengamat pasar modal dari Universitas Pancasila Agus Irfani menegaskan, keputusan Bank Indonesia untuk menaikkan BI Rate untuk menjinakan rupiah adalah salah kaprah. Pasalnya, dampak kebijakan ini hanya akan menjadi sentimen negatif bagi industri pasar modal. Alasannya, bakal memicu perusahaan menjadi anjlok karena terbebani dari kenaikan BI Rate, khususnya sektor riil.

Bahkan dirinya menuding, kebijakan menaikkan BI Rate bisa menurunkan minat investor untuk berinvestasi di pasar saham, “Yang terjadi adalah investor lebih memilih menabung saja di bank dari pada berinvestasi yang penuh dengan resiko seperti di pasar saham. Kalau menaruh uang di bank ataupun di deposito, maka lebih besar keuntungannya,”kata Agus.

Baik Agus dan Isaka Yoga, keduanya sepakat dampak kenaikan BI Rate tidak hanya dirasakan saham sektor perbankan dan properti, tetapi perusahaan pembiayaan yang tidak dibawahi oleh perbankan akan lebih dalam dampaknya karena penyaluran kredit harus melalui perbankan. “Kalau multifinance di atasnya tidak ada perbankan, akan lebih terkena dampaknya, kalau ada perbankan di atasnya tidak bergitu berdampak,”paparnya.

Bagi analis pasar modal dari Trust Sekuritas, Reza Priyambada, ada sinyal kenaikan BI Rate pada pekan ini. Hal ini tentu saja bakal menjadikan laju pergerakan saham di bursa melemah, “Pergerakan minggu ini sangat fluktuatif, dan masih wait and see karena menunggu kepastian dari BI yang senter diperbincangkan akan menaikan BI Rate pada minggu ini,” kata Reza.

Alhasil dengan menunggu ketidak pastian ini, tentu saja sangat menghambat aksi jual dalam perdagangan saham minggu ini. Karena kebanyakan investor saham lebih baik bermain aman. Sambil menunggu kepastian dari BI. “Investor juga pasti bermain aman, lebih baik menahan dari pada menjual atau membeli, adapun jika ada transaksi itu hanya spekulatif saja dari para investor sambil menunggu kepastian,” imbuhnya.

Dia menambahkan, kondisi ini diprediksikan akan berlanjut sampai dengan akhir tahun lantaran rupiah juga yang semakin terdepresiasi. “Bukan hanya BI Rate, rupiah juga menjadi acuan pada pergerakan perdagangan saham, sehingga jika rupiah semakin melemah maka kondisi ini berlanjut sampai dengan akhir tahun,” ujarnya.

Menurut Reza, sebenarnya yang diinginkan dalam pergerakan saham bukannya besar atau kecil kenaikan BI Rate, ataupun melemah atau menguatnya rupiah, tetapi dalam kondisi stabil sehingga pergerakannya ke arah yang positif. “Dalam beberapa bulan ini kenaikan BI Rate sangat cepat, disamping itu rupiah yang tidak stabil sehingga mengakibatkan pasar sentimennya selalu negatif,” jelasnya.

Mengakhiri perdagangan saham kemarin, indek harga saham gabungan (IHSG) di tutup melesat 61,336 poin (1,46%) ke level 4.275,678. Sementara Indeks LQ45 ditutup melonjak 13,951 poin (1,99%) ke level 713,772. Aksi buru saham murah yang dilakukan investor domestik menjadi pemicunya dan indeks BEI menguat sendirian, di tengah koreksi yang terjadi di seluruh bursa regional. lia/bari/mohar/agus/bani

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…