Membaca Beban Para Wakil Rakyat - Oleh: Prof Dr Imam Suprayogo, Rektor UIN Malang

Sekalipun tidak pernah menjadi wakil rakyat, baik di DPRD maupun  DPR, siapapun kiranya bisa membayangkan betapa besar biaya yang harus dipikul oleh mereka hingga memperoleh status itu.  Jauh sebelum pemilihan, seperti sekarang ini, mereka harus berkampanye untuk memperkenalkan diri ke tengah masyarakat. Dalam berkampanye itu, di antara para calon juga harus berkompetisi dengan calon lainnya. Kompetisi itu sedemikian keras, baik dengan sesama partai,  dan juga dengan calon dari partai politik  lainnya.

Besarnya biaya kampanye itu bisa dibayangkan dari berapa jumlah gambar yang dipasang di pinggir jalan. Sebagai calon yang mewakili kabupeten misalnya, maka foto atau spanduknya  harus dipasang di seluruh wilayah kabupaten kota itu. Manakala, ia mewakili dua atau tiga kabupaten kota, maka  di sebanyak kabupaten kota  itu, mereka harus memperkenalkan dirinya. Tidak mungkin seseorang dipilih sebagai wakil  rakyat, manakala yang bersangkutan sama sekali tidak dikenal. Apalagi, sebagaimana dikemukakan di muka, bahwa  di antara calon wakil rakyat itu  harus bersaing ketat.

Dahulu ketika masing-masing partai politik  masih memiliki idiologi yang jelas dan berbeda antara satu dengan lainnya, maka masyarakat bisa digerakkan lewat  kekuatan idiologinya  itu.  Demi memenangkan idiologi yang dianut dan dibelanya, maka masyarakat bersedia berjuang untuk  membantu calon wakil rakyat.  Paling tidak,  tanpa dibayar, masyarakat akan  bersedia ikut mendukung dan bahkan berkampanye memenangkan calon idolanya.

Dengan demikian,  calon wakil rakyat, oleh karena didudukung sepenuhnya oleh calon pemilihnya, maka  tidak terlalu berat menanggung beban kampanye.  Para anggota atau simpatisan partai politik, bahkan bersedia urunan/patungan mengumpulkan dana untuk memenangkan calon wakilnya dan juga partai politiknya.

Sekarang ini,  gambaran tersebut sudah tidak bisa diharapkan lagi. Calon wakil rakyat harus membiayai sendiri. Manakala ada pribadi atau kelompok yang membantu, maka juga harus dibiayai. Memang,  ada sebutan relawan untuk mendukung calon wakil rakyat. Akan tetapi semua itu, pada kehidupan sekarang ini tidak ada yang gratis. Zamannya sudah berubah, yaitu menjadi zaman yang serba bertransaksi. Maka dukung mendukung pun, apalagi dukungan politik,   harus lewat transaksi.

Itulah sebabnya, pada akhir-akhir ini,  terdengar informasi yang semakin jelas, bahwa  tatkala seseorang berani mencalonkan diri sebagai wakil rakyat,  harus memiliki modal yang tidak kecil, mulai dari ratusan juta hingga milyardan rupiah, kecuali orang-orang tertentu yang namanya sudah dikenal. Tetapi semua itu, pada hakekatnya tidak ada yang gratis. Zaman serba gratis sudah lewat, atau sengaja dilewatkan.

Beban berat seperti digambarkan itu mengharuskan, calon wakil rakyat berasal dari orang-orang yang terseleksi secara ketat, termasuk kekayaannya. Orang miskin, sekalipun berpendidikan tinggi, jujur, dan memiliki dedikasi tinggi, maka jelas  tidak akan  berani mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.

Betapapun pintarnya, mereka hanya akan menjadi orang yang diwakili oleh orang-orang yang memiliki uang banyak, sekalipun misalnya,  yang bersangkutan tidak terlalu pintar. Uang lebih penting daripada kepintaran. Atau, kepintaran harus dipadukan dengan kekayaan. Tanpa memiliki uang, maka siapapun tidak akan bisa menjadi wakil rakyat. Untuk menjadi wakil rakyat, pada saat sekarang ini, haruslah orang-orang kaya.

Oleh karena itu,  siapapun yang ingin berjuang lewat politik, maka yang bersangkutan harus kaya terlebih dahulu.  Orang yang jumlah kekayaannya terbatas, tetapi masih berkeinginan menjadi wakil rakyat, maka harus menempuh cara-cara serba darurat, dan akhirnya  akan kalah bersaing,  dan akibatnya akan bertambah melarat. Oleh karena itu, di zaman seperti ini, kenyataan  tersebut seharusnya menjadi peringatan penting, bahwa siapapun yang masih belum terlalu kaya, maka sebaiknya  tidak perlu mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Rakyat agar terwakili  oleh orang-orang yang telah selesai urusan diri mereka  sendiri, artinya sudah memiliki kekayaan lebih. Kelebihan uangnya itulah agar digunakan untuk berjuang membela rakyat lewat politik.  Jangan sampai berpikir  sebaliknya, ialah berpolitik untuk mencari tambahan kekayaan. Kerasnya persaingan untuk menjadi wakil rakyat dan juga mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk meraih posisi itu, maka para wakil rakyat akan memiliki beban yang amat  berat. Mereka harus menyampaikan aspirasi rakyat yang diwakilinya, dan juga sekaligus berjuang mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkan sebelumnya. Kedua jenis beban itu,  tentu sangat  berat untuk ditunaikan. Imbalan resmi sebagai wakil rakyat, jika dihitung secara saksama, belum tentu  imbang dibanding dengan modal politik yang telah dikeluarkan. 

Maka, jalan keluarnya adalah berharap mendapatkan imbalan dari sumber tidak resmi. Sementara itu, sumber tidak resmi beresiko  sangat tinggi. Manakala ketahuan, maka akan dianggap gratifikasi, suap, korupsi, dan sejenisnya. Ancamannya sedemikian berat. Kasus-kasus terakhir yang menimpa para oknum wakil rakyat, hingga diadili dan dipenjarakan cukup banyak, dan tentu sangat menyengsarakan. Maka   kasus-kasus dimaksud, seharusnya  selalu  dijadikan peringatan bagi   para wakil rakyat atau calon wakil rakyat, bahwa beban dan resiko itu sedemikian berat. Wallahu a’lam. (uin-malang.ac.id) 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…