Stabilisasi dan Perlambatan Pertumbuhan

 

Oleh : Prof.Firmanzah.,PhD

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

 

Pertumbuhan ekonomi nasional triwulan III-2013 melambat di level 5,6% dan hingga akhir tahun pertumbuhan ekonomi diprediksi akan berada pada kisaran 5,5%-5,9%. Perlambatan pertumbuhan 2013 merupakan pilihan terbaik untuk merespon dinamika ekonomi global di tengah proses pembangunan nasional yang sedang berjalan. Prospek ekonomi Amerika Serikat yang relatif membaik dalam beberapa waktu terakhir member sinyal kepastian penghentian pelonggaran kuantitatif secara bertahap.

Tidak hanya itu, kebijakan suku bunga murah diyakini beberapa kalangan akan berakhir walaupun The Fed telah menyampaikan akan tetap mempertahankan suku bunga murah jika angka pengangguran masih di atas 6,5%. Artinya seiring dengan rencana penghentian pelonggaran kuantitatif, maka potensi berikutnya adalah berakhirnya era suku bunga murah di AS.

Pemerintah terus meningkatkan koordinasi di sector keuangan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa mendatang. Selain itu, protocol krisis terus disempurnakan melalui simulasi penanganan krisis untuk memperkuat aspek koodinasi dan kapasitas teknis ketika terjadi shock. 

Sementara itu proses pembangunan yang sedang berjalan saat ini diperhadapkan adanya jeda waktu pada proses pembangunan di saat terjadi tekanan ekonomi global dan proses industrialisasi yang sedang dipersiapkan. Tekanan defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan yang diakibatkan laju impor lebih cepat dari laju ekspor menjadi tantangan bagi perekonomian nasional saat ini.

Pertumbuhan ekonomi tinggi yang selama ini dinikmati telah mendorong penguatan daya beli masyarakat dan tumbuhnya kelas menengah yang kemudian menstimuli tingginya permintaan barang dan jasa. Di sisi lain produksi dalam negeri relatif terbatas mengingat pembangunan infrastruktur dan proses indutrialisasi sedang dalam tahap proses yang hasilnya akan dirasakan dalam beberapa waktu ke depan.

Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menekan permintaan dan menyeimbangkan posisi supply-demand agar tidak menggerus fundamental ekonomi nasional. Pemerintah telah menempuh kebijakan pengetatan fiskal dan moneter untuk memberikan ruang gerak yang cukup untuk menopang stabilisasi perekonomian nasional. Pengetatan fiscal ditempuh diantaranya menaikkan pajak atas barang konsumsi impor dan memberikan tax allowance bagi sector intermediate goods.

Kebijakan ini diharapkan dapat menahan laju impor mendorong subtitusi impor sehingga neraca perdagangan dapat kembali membaik. Sementara pengetatan moneter dilakukan dengan menaikkan suku bunga acuan menjadi 7,5% yang diharapkan dapat menekan laju ekspansi usaha yang membutuhkan bahan baku impor dapat diredam.

Pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi berpotensi memperlebar defi

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…