Industri Diharap Tak Terpengaruh Pelamahan Kurs

NERACA

Jakarta - Nilai rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat, Namun pemerintah melihat, tingginya kurs dolar terhadap rupiah masih di level aman. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku kenaikan kurs dolar akan mempengaruhi sektor industri. Namun, dia mengimbau kepada kalangan industri agar tidak terpengaruh kenaikan kurs dolar. Sebab, kenaikan tersebut tidak akan bertahan lama. "Secara tidak langsung berpengaruh, tapi kalau Bank Indonesia dan Menteri Keuangan menjamin tidak akan berjalan lama dan dibawah kontrol mereka," ujar di Jakarta, Rabu (27/11).

Menurut dia, para pelaku sektor industri harus mempercayai berbagai upaya dan strategi yang dilakukan Bank Indonesia untuk menjaga nilai kurs dolar. Dengan demikian, pelaku industri tidak berspekulasi. "Tentu kita mempercayainya, jangan terpengaruh dan berspekulasi," tegas dia.

Hidayat yakin kurs dolar tersebut akan mengalami penurunan dalam beberapa hari ke depan. Pihaknya telah melakukan koordinasi dengan BI dan Kementerian Keuangan. "Jangan berpikir itu angka psikologis, saya sudah rapat di BI, gubernur BI menyampaikan bahwa mungkin dalam proses memperkuat rupiah, ada fluktuasi, tapi dia percaya akan menurun dalam beberapa hari," kata dia.

Hidayat tak menampik bahwa menguatnya dolar berimbas pada kegiatan ekspor impor pelaku sektor industri. "Yang melakukan ekspor impor memang akan lebih sulit," ucapnya.

Sementara itu,Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, komponen impor industri mobil seperti mesin, baja, dan lain-lain sangat tergantung dengan kurs rupiah. Sementara itu, produk turunan industri tepung terigu yaitu mie instan yang 100% menggantungkan dari impor gandum impor akan lebih terpengaruh lagi.

"Harga pasti naik, tapi kita tak bisa naikkan sekaligus, naiknya 2-3 bulan ke depan, mobil itu pasti naik, gandum naik, Indomie, impor daging dan kedelai juga," kata Sofjan saat dihubungi Neraca, akhir pekan lalu.

Lebih juah lagi Sofjan memeparkan kenaikan harga terkait melemahnya rupiah tak bisa dihindari karena biaya bahan baku makin mahal sehingg berdampak pada biaya produksi industri manufaktur. Selain itu, pelaku usaha juga dipusingkan dengan rencana kenaikan upah buruh tahun depan yang diusulkan naik hingga 50%."Kita pusing high cost, lalu buruh juga minta naik upah," katanya.

Namun Sofjan juga mengatakan, selain industri manufaktur yang kena imbas karena melemahnya rupiah, justru kegiatan ekspor komoditas andalan Indonesia akan kena efek positif."Ekspor akan naik seperti kakao, karet, ini yang diuntungkan dari rupiah yang melemah," katanya.

Sejumlah industri dan pelaku usaha yang terkait dengan kegiatan impor mulai merasakan dampak negatif pelemahan rupiah. Dampak itu antara lain dirasakan industri otomotif dan ritel yang sangat bergantung impor. Namun, eksportir kerajinan merasakan dampak positif.

Di tempat berbeda, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Sudirman MR mengatakan, produsen perlu mencermati sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap produksi ataupun penjualan mobil di Indonesia.

”Bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang kini 6,5 persen itu akan berdampak terhadap penjualan secara kredit pada September 2013. Kami perlu mencermati seberapa besar dampak kenaikan suku bunga terhadap penjualan,” kata Sudirman.

Faktor lain yang juga dicermati para produsen otomotif adalah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Pelemahan ini akan berdampak terhadap biaya produksi. ”Kami ketahui dan evaluasi dari rekan ATPM (agen tunggal pemegang merek), ongkos produksi yang digunakan saat ini masih Rp 9.300. Jika sekarang nilai tukar sekitar Rp 11.000, kami harus mencermati dampaknya terhadap produksi dan penjualan,” kata Sudirman.

Sudirman menegaskan, kalangan pengusaha, khususnya otomotif, terus memonitor gejolak rupiah dan ekonomi, baik global maupun lokal, secara saksama apakah tren yang ada saat ini merupakan fenomena sementara atau kondisi riil yang berlanjut satu hingga dua bulan ke depan.

Jika jawabannya adalah terus berlanjut, secara jangka panjang jelas berdampak signifikan terhadap industri otomotif nasional. Hal ini terjadi karena struktur industri otomotif nasional saat ini masih sangat bergantung pada impor. Industri otomotif Daihatsu, misalnya, meski komponen lokal sudah mencapai 85 % tetap ada kandungan impornya.

Seluruh faktor tersebut diperkirakan akan berpengaruh terhadap produksi dan penjualan mobil dalam lima bulan terakhir tahun 2013.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…