Perundingan di Jenewa Gagal Bawa Kepentingan Negara Berkembang - IGJ: Pertemuan Bali 'Dipaksa' Hasilkan Konsensus WTO

NERACA

 

Jakarta - Indonesia for Global Justice memastikan bahwa Konferensi Tingkat Menteri IX World Trade Organization (WTO), pada 3 - 6 Desember 2013 di Bali, tidak akan memberikan manfaat untuk Indonesia. Hal ini karena perundingan WTO di Jenewa telah gagal membawa kepentingan Negara berkembang, khususnya Indonesia di sektor pertaniannya.

WTO mengumumkan bahwa perundingan Paket Bali di Jenewa (26/11) tidak dapat menghasilkan kesepakatan menjelang pertemuan di Bali. Kegagalan perundingan Paket Bali di Jenewa disebabkan oleh tidak adanya kesepakatan terhadap draft teks dalam Perjanjian Trade Facilitation dan Perjanjian Pertanian, khususnya Proposal G33.

"Dengan gagalnya perundingan di Jenewa, Organisasi WTO semakin kehilangan kredibilitasnya. Namun tidak mustahil, KTM IX WTO di Bali nanti menggunakan strategi politik "tukar-guling". Yakni, menukar Proposal Pertanian G33 dengan Trade Facilitation, untuk mencapai konsensus Paket Bali. Olehnya, kita terus perlu memastikan hal tersebut tidak terjadi." kata Direktur Eksekutif IGJ Riza Damanik di Jakarta, Rabu (27/11).

Kebuntuan Perjanjian Trade Facilitation disebabkan oleh penerapan prosedur kepabeanan dalam Section 1 Perjanjian Trade Facilitation yang akan sangat membebankan Negara berkembang sehingga masih banyak draft teks yang ditolak akibat perbedaan kepentingan antara Negara berkembang dan Negara maju. Selain itu, keenganan Negara maju untuk mengikatkan komitmen dalam section II Trade Facilitation tentang pendanaan untuk capacity building bagi Negara berkembang dan terbelakang semakin membuat perundigan Trade Facilitation menjadi terhambat.

Dalam Perjanjian Pertanian, khususnya Proposal G33 tentang Public Stockholding and food security masih terhambat karena sulit dicapainya kesepakatan mengenai ‘peace clause’ (pengecualian yang bersifat sementara) yang hanya berlaku 4 tahun dan sangat bertolak belakang dengan kepentingan Negara berkembang yang lebih menginginkan perubahan aturan perjanjian pertanian tentang batas maksimal pemberian subsidi untuk negara berkembang. Selama ini Negara berkembang hanya bisa memberikan subsidi minimal 10% dari total nilai produksi pertanian.

"Olehnya, Pemerintah Indonesia tidak boleh sekedar menjadi fasilitator dan organizer yang baik di Bali nanti. Tapi harus proaktif menghadang upaya ekspansif WTO, serta mulai mengajak rakyat dunia memikirkan satu sistem kerjasama multilateral baru menggantikan sistem (baca: WTO) yang sudah terbukti gagal," tutur Riza.

Akan Diperjuangkan

Dalam kesempatan sebelumnya Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengemukakan bahwa, terkait dengan subsidi pertanian pihaknya akan memperjuangkan hal-hal yang terkait dengan kepentingan Indonesia dalam pertemuan WTO di Bali 3-6 Desember 2013 nanti. "Untuk subsidi pertanian akan terus kita perjuangkan, apalagi kita negara berkembang pemberian subsidi memang harus diberikan untuk sektor pertanian," katanya.

Adapun subsidi yang nantinya kan diberikan lanjut Suswono, saat ini sudah barang tentu nasib para petani Indonesia harus diperjuangkan dengan memberikan subsidi untuk benih dan lain-lain. "Negara maju saja masih memberikan subsidi kepada para petaninya, apalagi kita sebagai negara berkembang sudah selayaknya negara berkembang sudah semestinya memberikan subsidi lebih besar kepada petaninya yang notabene adalah petani miskin," imbuhnya.

Adapun besaran presentasi yang akan ditawarkan dan harus diperjuangkan dalam pertemuan WTO ini, mentan akan memperjuangkan besaran angka subsidi petani Indonesia hingga 15% dari produksi pertanian. "Sekarang ini masih di bawah 10% subsidi petani kita secara umum, tapi kita ingin dorong sampai 15%,” ungkapnya.

Selain itu, disamping subsidi pertanian hal lain juga yang akan kami perjuangkan adalah masalah tarif impor bahan pangan yang saat ini masih dalam perdebatan. "Untuk masalah impor sudah barang tentu juga akan kami singgung. Karena memang keinginan dari negara maju kan ingin membebaskan tarif impor bahan pangan, tentu kita kan nggak bisa,” terangnya.

Yang jelas dalam pertemuan kami nanti di Bali semua yang menyangkut masalah pangan sudah barang tentu akan kami perjuangkan. “Intinya yang utama adalah kita harus memperjuangkan kepentingan negara,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…