Banjir di Jakarta dari Masa ke Masa

Banjir Jakarta dari masa ke masa

Pada 17 Januari 2013, banjir besar telah melumpuhkan lalu lintas di jalan-jalan utama di Jakarta. Ditandai antara lain jebolnya tanggul di Jalan Latuharhari hingga menyebabkan longsornya jalur rel kereta api Sudirman – Manggarai. Terendamnya parkiran Geung UOB, telah menelan korban jiwa meninggal karena terseret arus air hujan yang masuk ke jalur parkir bawah tanah gedung itu.

Banjir juga menjebol pintu air Manggarai. Akibatnya, kawasan Istana Kepresidenan juga ikut kenbanjiran. Air di sana mencapai selutut orang dewasa. Beberapa ruas jalan utama putus seperti di kawasan Bunderan HI, Slipi, HR Rauna Said, Kampung Melayu dan Jalan bypass Kebon Nanas.  Ketika itu genangan air di jalanan bervariasi,  dari 20 cm hingga 1 meter.

Banjir yang pernah melumpuhkan kota Jakarta sudah terjadi sejak 1932. Lalu berturut-turut  terjadi lagi pada 1965, 1976, 1984, 1994, 1996, 1997, 1999, 2002, 2007, dan 2008.

Berselang dua tahun setelah Batavia dibangun lengkap dengan sistem kanalnya oleh Jan Pieters Z Coen, tahun 1621 kota ini mengalami banjir besar. Selain itu banjir-banjir kecil hampir setiap tahun terjadi di daerah pinggiran kota, ketika itu wilayah Batavia telah melebar hingga ke Glodok, Pejambon, Kali Besar, Gunung Sahari dan Kampung Tambora. Tercatatbanjir besar terjadi antara lain pada tahun 1654, 1872, 1909 dan 1918.

Salah satu bencana banjir terparah terjadi pada bulan Februari 1918. Saat itu hampir sebagian besar wilayah terendam air. Daerah yang terparah adalah Gunung Sahari, Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng akibat jebolnya bendungan Kali Grogol.

Semakin kompleksnya banjir yang terjadi, penguasa pemerintahan colonial Belanda kemudian membuat Kanal Banjir Barat pada tahun 1922. Namun, kanal ini ternyata tidak mampu menjadi solusi dan hingga Belanda hengkang dari Indonesia, pembangunan KBB belum tuntas.

Presiden Soekarno ketika bahkan memerintahkan dibentuknya Komando Proyek (Kopro) Banjir Jakarta, yang tugasnya memperbaiki kanal dan membangun enam waduk di sekitar Jakarta. Proyek itu dimulai setelah banjir menghantam Jakarta pada 1965. Pemerintah pun membuat Rencana Induk Jakarta 1965-1985 menyatakan banjir sebagai salah satu masalah utama Ibu Kota.

Dri master plan itu, dibangunlah Waduk Setia Budi, Waduk Pluit, Waduk Tomang, Waduk Grogol. Normalisasi sungai-sungai juga dilakukan. Namun, waduk itu sebagian sudah hilang karena alih fungsi lahan dan menjadi bangunan. Beberapa rencana pembangunan waduk yang belum terbangun hingga kini. Tahun 1984 pemerintah merencanakan pembangunan waduk di kawasan Depok namun tidak terealisasi hingga kini.

Kini, Gubernur DKI Jokowi berniat meneruskan rencana pembangunan wauk Ciawi di Bogor untuk mengurangi aliran air dari Puncak ke Jakarta. Rencana itupun mendapat dukungan dari GUbernur Jawa Barat Achmad Heryawan. (saksono)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…