Terkait BI Rate, Pemerintah Tak Satu Suara

NERACA

Jakarta - Pemerintah tak satu suara. Hal ini terlontar dari pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa. Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Firmanzah, Presiden SBY mendukung penuh keputusan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya (BI Rate) menjadi 7,5%. Sementara Hatta justru menyayangkan kebijakan bank sentral menaikkan BI Rate lantaran berdampak negatif terhadap sektor riil.

“Indonesia perlu stabilisasi dan memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan yang terlihat sudah parah. Tentunya, penetapan BI Rate sudah melalui pembahasan dan pertimbangan yang cukup cermat. Apa yang sudah diputuskan BI akan menjadi pertimbangan dan Pemerintah sangat menghargai apa yang sudah diputuskan dan akan tetap bekerjasama," imbuh Firmanzah, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (13/11).

Lebih lanjut dia menjelaskan, yang terpenting bahwa saat ini ekonomi Indonesia perlu stabilisasi. Tujuan utamanya bersama-sama mengurangi defisit neraca transaksi pembayaran. Dengan demikian, inflasi pun juga dapat dikendalikan.

Di tempat terpisah, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan, dengan naiknya BI Rate maka para pengusaha akan saling berebut likuiditas. Pada akhinya, kata dia, yang modalnya tidak kuat diperkirakan tidak selamat atau gulung tikar.

“Saya tidak akan mengomentari kebijakan moneter karena itu otoritas BI. Tapi yang pasti akan ada dampak negatif terhadap sektor riil dan pengusaha menengah ke bawah yang sumber pendanaannya terbatas. Tentu mereka akan mengalami kesulitan likuiditas,” kata dia, dalam acara Indonesia International Infrastructure Conference & Exhibition (IIICE) 2013 di Jakarta, kemarin.

Lebih lanjut Hatta mengatakan, pihaknya tidak menghendaki ada perusahaan yang mengalami hambatan dalam hal pendanaan. Terlebih, jika perusahaan-perusahaan tersebut sampai gulung tikar. Dengan begitu dia mengaku akan terus mengembangkan paket-paket kebijakan pemerintah yang sudah ada.

“Kita masih mempunyai paket-paket kebijakan yang masih bisa dikembangkan. Misalnya, kita memberikan peluang yang lebih besar pada industri berikat dalam domestik untuk bermain di pasar dalam negeri. Kalau bisa mereka bisa ekspansi pasar hingga 25%,” klaim Hatta.

Oleh karena itu, meskipun kecewa Hatta menghimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir dengan kenaikan BI Rate yang berdampat pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. “Masyarakat harus percaya kepada BI dan OJK, selain Pemerintah. Karena pada dasarnya, kita semua bertugas menjaga pertumbuhan agar berjalan realistis,” imbuhnya.

Tak hanya itu saja. Meskipun BI Rate diakui mengandung dampak buruk terhadap pelaku usaha di dalam negeri, Hatta melihat masih sisi positifnya. Dia bilang kenaikan BI Rate bisa menjaga inflasi, defisit neraca transaksi berjalan serta antisipasi terhadap potensi tapering off oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed.

“Mungkin sementara ini BI melihat pertumbuhan masih perlu terus diperlambat agar inflasi dan transaksi neraca berjalan dapat dikendalikan. Tapi memang ada dampak negatif yang harus diantisipasi. Nah, inilah menjadi tanggung jawab Pemerintah,” tandasnya.

Dua kebijakan

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengaku bila Pemerintah siap mengeluarkan kebijakan untuk menangani hal tersebut. Terutama untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tidak melambat terlalu dalam.

"Kita pasti membuat kebijakan seperti stimulus ekonomi. Tapi artiannya bukan bertentangan dengan BI namun bagaimana agar perlambatan pertumbuhan tidak terlalu berat. Itu kebijakan yang mau kita keluarkan November dan Desember 2013,” ujar Bambang. Kebijakan yang dimaksud adalah terkait investasi dan dorongan untuk keseimbangan pada neraca perdagangan.

Hal ini dinilai dapat menetralisir kebijakan BI yang menaikkan BI Rate. "Bulan ini (November) kita akan membuat kebijakan trade balance. Nah, bulan Desember lebih ke investasi. Jadi tak ada solusi instan untuk mendorong pertumbuhan dalam waktu pendek. Terkecuali, pada kuartal IV 2013 nanti belanja modal anggaran bisa ditingkatkan ditambah lagi dengan menjaga daya beli masyarakat," paparnya.

Di samping itu, Bambang mengaku perlambatan ekonomi akan menambah angka pengangguran. Pasalnya, lapangan kerja tidak tersedia untuk mengimbangi angkatan kerja yang ada. Untuk itu insentif pajak untuk perusahaan padat karya yang dikeluarkan beberapa waktu lalu harus segera diimplementasikan. [lulus/ardi]

BERITA TERKAIT

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan NERACA Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (PPN/Bappenas) Suharso…

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik  NERACA Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta perusahaan-perusahaan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan NERACA Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (PPN/Bappenas) Suharso…

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik  NERACA Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta perusahaan-perusahaan…