Indonesia Menggugah Kepahlawanan - Oleh: Manosor Panjaitan, Pekerja Swasta

“Kita semua pahlawan” demikian pesan tokoh pemerintahan Sumatera Utara yang disampaikan kepada masyarakat lewat papan reklame berukuran besar yang membelah jalan utama di kota Medan. Ada pepatah berbunyi, “Tidak ada asap kalau tidak ada api”. Tentunya, ada hal yang mendorong tokoh tersebut memulai sebuah dialog dengan masyarakat tentang kepahlawanan.

Belajar tentang sejarah perjuangan putera-puteri Indonesia dalam upaya memperoleh kemerdekaan, serta perjuangan menegakkan martabat bangsa yang ditunjukkan para pemuda di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 maka kepahlawanan itu sikap rela berkorban untuk kebaikan semua, bangsa dan negara. Kepahlawanan selalu bermula dari kemampuan melepaskan diri dari pertimbangan pribadi dan eksklusivisme kelompok, lalu kemudian bersedia saling bergandengan tangan dengan yang lain untuk menghadapi masalah bangsa.

Dengan demikian, bisa jadi pesan “ kita semua pahlawan” dilatar belakangi kegundahan hati melihat berbagai kejadian dalam kehidupan berbangsa saat ini dimana kepahlawanan, siap berkorban demi kebaikan semua telah redup dari kehidupan bangsa. Yang mencuat saat ini justeru perjuangan meyakinkan semua orang tentang eksistensi hak-hak individu dan kebanggaan tentang ekslusivisme kelompok. Individualisme dan ekslusivisme kelompok berpayung kepada pemahaman HAM (hak asasi manusia) sempit.

Atas nama HAM, muncul penolakan berbagai anggota masyarakat dan orangtua murid terhadap segala bentuk penegakan disiplin sekolah, meskipun semua memahami bahwa disiplin itu untuk menumbuh kembangkan rasa kebersamaan dalam sebuah kelompok. Beberapa guru sekolah telah berurusan dengan pihak kepolisian, hingga Pengadilan Negeri setelah orangtua murid menolak segala bentuk penegakan disiplin sekolah.

Di pihak lain, beberapa kelompok menunjukkan eksistensinya dengan beragam cara yang terkadang memunculkan masalah di masyarakat. Melakukan sweeping, blokir akses bandara atau pelabuhan bahkan merusak asset pemerintah saat melakukan unjuk rasa. Saat ini, kebenaran dianggap ada pada kelompok massa yang melakukan unjuk rasa. Pihak kepolisian tidak boleh menindak mereka sebab itu adalah sebuah kesalahan dengan beragam stempel: pelanggaran HAM, atau arogansi kekuasaan.

Perbincangan tentang kepentingan individu dan kelompok pada akhirnya menutup pintu terhadap perbincangan tentang kepentingan bersama. Padahal, dewasa ini begitu banyak permasalahan dalam kehidupan masyarakat yang seharusnya membuat setiap orang bersedia melepaskan pertimbangan individualisme dan eksklusivisme kelompok agar dapat saling bergandengan tangan satu sama lain menyikapi masalah bersama.

Masalah yang mendesak untuk disikapi  bersama itu adalah penyalah gunaan narkoba yang menggurita, kedisiplinan anak sekolah yang memprihatinkan yang ditandai dengan maraknya tawuran antar pelajar, anak usia sekolah yang terlibat dengan beragam tindak pelanggaran bahkan kejahatan.

Tokoh pemerintahan di Sumut telah membuka sebuah dialog yang mencoba menggugah kepahlawanan semua orang. Gugahan untuk membangkitkan kepahlawanan kita tidak cukup hanya dari tokoh di Sumut, tapi sebaiknya Indonesia menggugah kepahlawanan.

Kepahlawanan di Surabaya

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum agar semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata melapor dan meletakkan senjata di tempat yang ditentukan, setelah itu menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum pada pukul 6.00 tanggal 10 November 1945.

Ultimatum ini dilawan para pemuda dengan semangat kebersamaan, dan kerelaan berkorban untuk nusa dan bangsa. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil menjadi korban, baik meninggal atau luka.

Perjuangan pasukan dan milisi Indonesia yang dibantu oleh penduduk kota Surabaya secara aktif memberi pesan kepada kita semua bahwa permasalahan yang sedang melilit bangsa dan negara hanya bisa diatasi kalau kita mau saling bergandengan tangan melakukan aksi nyata menghancurkan belenggu masalah yang sedang melilit. Model pertempuran Surabaya disodorkan lewat artikel ini untuk mengkritisi bangsa kita yang menyikapi persoalan bangsa dan negara hanya dengan melakukan beragam bentuk keprihatinan dan melakukan ikrar bersama. Tanpa aksi nyata.

Peringatan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober dan Hari Pahlawan 10 November semestinya selalu menjadi momen yang membangkitkan kepahlawanan seluruh elemen bangsa, khususnya para pemuda dan mahasiswa.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa kepahlawanan selalu bermula dari kemauan untuk melepaskan diri dari pertimbangan individu dan eksklusivisme kelompok, yang kemudian memunculkan sikap siap berkorban demi kepentingan semua.

Menggugah Kepahlawanan

Bila peringatan Hari Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan senantiasa menjadi momen yang membangkitkan kepahlawanan bagi masyarakat banyak maka bisa dibayangkan bahwa saat ini bangsa kita akan terbebas dari perbuatan yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok. Tidak ada pemaksaan kehendak berupa sweeping, blokir akses fasilitas umum, ataupun ketersinggungan kelompok.

Tidak ada eksklusivisme, tapi yang ada hanya rasa kebersamaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Lalu, apakah hal ini ada pada masyarakat Indonesia saat ini? Sepertinya masih jauh panggang dari api. Rekaman Lensa, Analisa, 29/10/2013 memuat foto berjudul: Aksi Sumpah Pemuda Makassar. Dijelaskan bahwa, sejumlah mahasiswa di Makassar berunjukrasa memperingati hari Sumpah Pemuda sambil menutup jalan dengan membakar ban bekas di depan kampus mereka. Dalam aksinya, mereka menyerukan persatuan pemuda Indonesia dan menuntut pemerintah untuk lebih memperhatikan kaum muda.

Pertanyaannya adalah, kalau kita hanya memikirkan diri sendiri dan kelompok maka kapan seluruh elemen bangsa ini bisa saling bergandeng tangan menghadapi masalah sebagaimana pernah ditunjukkan para pemuda dalam perang 10 November 1945?.(analisadaily.com)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…