Oleh:Letjen TNI Syafrie Sjamsoeddin
Wakil Menteri Pertahanan RI
Dalam waktu dekat, Pemerintah dan DPR sepakat untuk segera menetapkan RUU Revitalisasi Industri Pertahanan / Pengembangan dan pemanfaatan industri strategis nasional menjadi UU. Undang-undang tersebut menjamin adanyanya konsistensi, komitmen dan keberlanjutan untuk mengikat semua stakeholder dalam membangun dan meningkatkan peran industri pertahanan agar mampu memenuhi kebutuhan alat peralatan pertahanan dan alat keamanan. Dalam hal ini, kesiapan industri baja sangat dibutuhkan.
Pada sidang ketiga KKIP tanggal 27 Juni 2011 di Kementerian Pertahanan, telah dilakukan penandatanganan MOU antara Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) dengan industri pendukungnya yang terkait dengan kebutuhan baja. Yaitu, perjanjian kerjasama antara PT. Pindad dengan PT. Krakatau Steel (KS) untuk suplay baja sebagai bahan dasar pembuatan panser dan kendaraan strategis (rantis) 2,5 ton dan 5 ton. Kemudian antara PT. PAL dengan PT.KS untuk suplay plat baja sebagai bahan dasar pembuatan kapal perang besar, dan PT. Palindo dengan PT. KS untuk suplay plat baja sebagai bahan dasar kapal perang kecil.
Dalam rangka percepatan pemberdayaan industri pertahanan dan terwujudnya kemandirian industri pertahanan, maka perlu adanya “terobosan kebijakan”, diantaranya terkait dengan kebijakan produksi yang meliputi kebijakan konsistensi pengadaan alutsista hasil produksi dalam negeri (BUMNIP dan BUMNIS).
Ditambah lagi dengan mendesaknya revitalisasi industri ini, maka mewajibkan seluruh TNI / Polri untuk menggunakan peralatan pertahanannya seperti senjata dan kapal perang, buatan dalam negeri. Hal ini guna mendorong meningkatnya produksi baja dalam negeri. Dampak revitalisasi industri strategis banyak memberi keuntungan bagi industri baja. Akan tetapi kesiapan industri baja harus didukung pula oleh pemerintah.
Intinya, Industri baja akan banyak diuntungkan dari revitalisasi industri. Namun semua ini akan berjalan baik jika pemerintah ikut andil didalamnya. Masalahnya, bahan baku alat utama sistem senjata (Alutsista) tidak sepenuhnya di produksi Indonesia, seperti mesin panser yang harus diimpor dari luar negeri.
Oleh karena itulah, maka pemerintah dirasakan perlu membuat keringanan insentif fiskal dan bea masuk khusus Alutsista. Sehingga anggaran pertahanan bisa dihemat, alias dipangkas.
Kita lihat saja, Krakatau Steel hanya bisa memproduksi plat baja ukuran 2 meter, Padahal ada peralatan pertahanan seperti panser atau kapal perang besar yang harus menggunakan plat baja ukuran 4 meter. Apa lagi panser buatan Indonesia pernah di uji coba di Malaysia dan Brunei Darussalam dan kualitasnya lebih unggul di banding panser buatan Perancis. Artinya Indonesia akan bisa menghasilkan panser yang lebih murah tapi dengan kualitas unggulan.
(Makalah disampaikan pada seminar nasional bertema “Kesiapan Industri Baja Menghadapi Revitalisasi Industri Strategis” di Jakarta, pekan ini)
Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…
Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…
Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…
Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…