PEREBUTAN DANA MASYARAKAT MAKIN MARAK - Bank Besar Happy, Bank Kecil Redup

 

Jakarta – Di tengah tingginya suku bunga dan persaingan ketat antarbank saat ini, sejumlah bank besar mulai unjuk gigi dalam perebutan dana pihak ketiga (DPK) yang pada akhirnya menggeser bank kecil yang lambat laun akan tersisih dari peta perbankan nasional, akibat keterbatasan likuidtas dan makin tingginya biaya dana (cost of fund) hingga akhir tahun ini.   

NERACA

Berdasarkan indiator kinerja keuangan per September 2013, empat bank besar yaitu BRI, Mandiri, BNI dan BCA dipastikan dapat meraup penghimpunan dana masyarakat yang jauh lebih besar ketimbang bank-bank berskala kecil lainnya. Apalagi keempat bank besar itu sekarang sudah masuk dalam jaringan ATM bersama, sehingga memudahkan transaksi bagi pemilik dana.

Indikator lainnya adalah perolehan laba usaha keempat bank tersebut hingga akhir triwulan III-2013 juga menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Laba BRI melejit menjadi Rp 15,5 triliun dari Rp 13,1 triliun (Sept. 2012), Mandiri meraih Rp 13,2 triliun dari semula Rp 11,5 triliun, BNI dari Rp 5,3 triliun menjadi Rp 6,5 triliun dan BCA meraup laba Rp 10,3 triliun dari sebelumnya Rp 8,2 triliun. Sementara kelompok bank lainnya hanya menikmati kenaikan laba yang relatif kecil seperti dialami Bank Panin, Permata, CIMB-Niaga, Danamon dan BII.

Menurut pengamat perbankan Lana Soelistianingsih, kenaikan laba bank-bank besar lantaran liukuiditas bank-bank kecil berkurang dan kalah bersaing oleh bank-bank besar. “Memang pada triwulan III likuiditas bank-bank kecil berkurang sehingga pemilik dana lebih memilih bank besar. Hal ini juga tidak terlepas dari unsur segmentasi, manajemen risiko dan kepercayaan,” ujarnya saat dihubungi Neraca, Selasa (5/11).  

Lana mengatakan, kondisi ekses likuiditas tidak tersebar merata. Bank-bank besar bisa masuk ke pasar uang antarbank pinjam jangka pendek tenor satu bulan dan juga bank besar bisa masuk pasar obligasi pinjam tenor jangka panjang. “Akan tetapi bank menengah kecil yang ingin memacu kredit tapi dananya terbatas terpaksa rebutan dana pihak ketiga (DPK). Jalannya terpaksa dengan suku bunga deposito meningkat,” ujarnya.

Namun begitu, Lana mengatakan ketika suku bunga deposito dan suku bunga dinaikkan maka itu akan berimbas kepada suku bunga kredit. “Kenaikan suku bunga tabungan dan deposito juga akan berimbas kepada kenaikan suku bunga kredit. Apalagi BI Rate belum menjadi patokan perbankan dalam menetapkan kredit,” katanya.

Persoalan DPK, lanjut dia, merupakan salah satu persoalan yang dianggap terkait dengan sulitnya penurunan suku bunga. “Perbankan hanya berebut lahan yang itu-itu saja sebagai sumber pendanaannya. Yang terjadi, dana murah menjadi semakin sulit didapat. Dengan pemberian suku bunga deposito yang tetap tinggi, maka suku bunga kredit pun juga sulit turun,” pungkasnya.

Sebelumnya Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Peter Jacobs menjelaskan, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) tahun 2013 ini meningkat dibandingkan tahun lalu. Hal ini bisa dilihat dari jumlah saldo bersih tertimbang (SBT) yang perkiraan penghimpunan DPK tahun 2013 sebesar 99,5%, ini lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya 98,7%.

Dari hasil survei perbankan tersebut, Peter mengatakan, terjadi peningkatan optimisme pada kelompok bank besar dan bank skala menengah. “Sedangkan pada kelompok bank kecil mengalami penurunan dari tahun sebelumnya,” ujarnya di Jakarta, Senin (4/11)

Lebih lanjut, Peter juga mengungkapkan, berdasarkan data BI, total DPK per Agustus 2013 mencapai Rp3.440,2 triliun atau tumbuh sekitar 15,3% (yoy), ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan DPK periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai 21,3%.

Peter mengungkapkan, optimisme perbankan terhadap peningkatan pertumbuhan DPK pada kuartal IV tahun ini diperkirakan terjadi pada kelompok bank besar dan menengah, sedangkan pertumbuhan DPK pada kelompok bank kecil melambat. Menurutnya, perkiraan peningkatan pertumbuhan penghimpunan DPK terjadi pada kelompok bank besar dan menengah, terutama untuk simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito.

Di sisi lain, penghimpunan DPK pada kelompok bank kecil diperkirakan mengalami penurunan. Adapun, prioritas perbankan dalam menempatkan kelebihan likuiditas pada kuartal IV/2013 adalahSertifikat BankIndonesia (SBI), diikuti Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (Fasbi) dan pasar uang antarbank (PUAB). Pada Agustus 2013 penempatan perbankan pada Fasbi mengalami peningkatan, dari Rp113,22 triliun pada Juni 2013 menjadi Rp135,53 triliun, sedangkan penempatan pada SBI menurun dari Rp80,8 triliun menjadi Rp65,14 triliun.

Peter juga memperkirakan, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh bank atas dana nasabah yang ditempatkan atau cost of fund (CoF) dalam rupiah mengalami kenaikan yaitu dari 5,62% pada kuartal III/2013 menjadi5,82%, sedangkanbiaya dana yang dioperasionalkan (ditempatkan) oleh perbankan untuk memperoleh pendapatan atau cost of loanable fund (CoLF) naik dari 8,96% menjadi 9,29%. “Kenaikan BI Rate, tingginya tekanan inflasi, dan semakin ketatnya persaingan dalam memperebutkan DPK ditengarai mendorong perbankan untuk menaikkan suku bunga dana pada kuartal IV/2013,” jelasnya.

Berdasarkan data Laporan Bank Umum (LBU) Bank Indonesia, kenaikan suku bunga deposito telah terjadi sejak Juli 2013 dan berlanjut pada Agustus 2013, sedangkan suku bunga tabungan dan giro relatif stabil.

Makin Tergilas

Pengamat ekonomi Telisa Aulia menyatakan nasib bank-bank kecil dalam persaingan DPK akan semakin tergilas jika tidak ada aturan yang mengkavling-kavlingkan DPK dari pihak BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Jika tidak dikavling DPK ini, maka ke depannya bank kecil akan semakin tergilas. DPK memang menjadi sumber pendanaan yang paling mudah didapat oleh bank, tetapi saat ini posisinya memang tengah terjadi perebutan DPK antar bank”, jelasnya kemarin.

Dia menambahkan bahwa tentu saja yang memenanginya adalah keempat bank besar tersebut karena saat ini masyarakat dalam menentukan bank tidak lagi hanya melihat bunga tinggi. Menurut dia, networking dan pelayanan yang memberi rasa aman ditengah kondisi ketidakpastian global lebih diutamakan nasabah.

“Walaupun biasanya bunga yang diberikan bank kecil lebih besar dibandingkan bank besar, tetap saja masyarakat memilih bank besar. Ini semakin mempersulit posisi bank-bank kecil kita”, ujarnya.

Sehingga, menurut dia di tengah kondisi saat ini BI dan OJK harus serius menanganinya. Dengan melakukan merger dan kavling wilayah bank kecil dan besar. Saat ini jumlah bank mencapai 120 bank, dan perlu adanya merger bank kecil untuk menguatkan posisi bank kecil dan mengefisiensikan jumlah bank yang banyak.

“Sementara OJK dan BI dapat mengatur misalnya bank besar DPK yang dimainkan sekian, bank kecil sekian”, kata dia.

Selain itu, bank-bank kecil juga perlu berinovasi tanpa membahayakan posisinya untuk menarik minat nasabah. Karena kondisi saat ini, di mana persaingan antarbank cukup ketat, diakui dia memang hukum bisnis yang berlaku.

“Bank kecil harus pintar cari dana selain DPK, jika mereka terus meninggikan bunga untuk menarik minat nasabah, mereka makin tidak efisien dan akan membahayakan posisinya”, katanya.

Pengamat perbankan Ryan Kiryanto mengungkapkan,  sebaiknya pihak perbankan jangan hanya terfokus kepada perebutan dana pihak ketiga (DPK). Intinya yang dilakukan perbankan saat ini, sebaiknya jangan menjadikan dana pihak ketiga sebagai fokus utama.

"seyogyanya perebutan dana pihak ketiga harus dilakukan untuk memperoleh debitor yang potensial dan prospektif untuk dibiayai. Jadi tidak ada gunanya dana pihak ketiga besar, tetapi kredit tidak mengucur, dan tagihannya jadi beban," tutur nya.

Menurut dia, ukuran kinerja manajemen bank, harus dilihat dari sejumlah aktivitas kredit, seperti total kredit yang diberikan, loan to deposit ratio (LDR), rasio kredit bermasalah, marjin bunga bersih maupun komitmen bank terhadap UMKM.

Karenanya dia mengingatkan, suku bunga kredit yang masih tinggi antara 15-20%, menyebabkan debitor tidak bersedia mengambil kredit. Artinya, bank perlu melakukan efisiensi dengan menjual aktiva yang tidak produktif. Selain itu, kata Ryan, bank perlu melakukan divestasi kepemilikan saham pada anak perusahaan yang tidak menguntungkan atau tidak sinergis dengan usaha bank.

Menurut Ryan, perebutan DPK memang sangat gencar sekali. Bank berlomba-lomba menawarkan deposito berbunga tinggi demi menambah pasokan likuiditas.Beberapa bank besar mulai menawarkan deposito dengan tingkat bunga di atas bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Saat ini, bunga penjaminan LPS  bank umum sebesar 7 %.

"Tidak sedikit bank menawarkan bunga deposito hingga 8 % per tahun. Bunga tersebut bisa Anda peroleh dengan menempatkan dana sekitar Rp 100 juta. Kalau mau menempatkan dana hingga Rp 1 miliar, Anda bisa memperoleh imbal hasil lebih dari 9 % per tahun. Kalau masih kurang, Anda masih bisa bernegosiasi dengan staf marketing bank tersebut,"jelas Ryan.

Ryan juga mengkhawatirkan persaingan suku bunga deposito di industri perbankan. Menurutnya,  bank harus menerapkan manajemen risiko dengan baik. Jangan sampai tawaran suku bunga deposito tinggi merugikan bank dan nasabah.

Memang, bank tak dilarang menawarkan bunga deposito di atas bunga penjaminan LPS. Namun, Ryan mengingatkan, simpanan dan bunga deposito nasabah tak akan dibayar saat izin usaha bank dicabut.

Selain itu, hasil survei perbankan kuartal III/2013 menunjukkan suku bunga perbankan, baik suku bunga kredit maupun suku bunga dana, bakal meningkat pada kuartal IV/2013. “Kenaikan suku bunga kredit tertinggi diperkirakan terjadi pada suku bunga kredit modal kerja yakni dari 12,7% pada kuartal III/2013 menjadi 13,06%,” paparnya.

 Cost of Fund  adalah merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menghimpun dana pihak ketiga. Artinya, bank akan menghitung biaya yang dikeluarkan atas setiap dana yang berhasil dihimpunnnya dari berbagai sumber dana setelah diperhitunghkan adanya cadangan dana yang wajib dipelihara oleh setiap bank. Setiap jenis sumber dana memiliki suku bunga yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tinggi rendahnya biaya dana rata-rata tergantung pada komposisi sumber dana yang berhasil dihimpun. sylke/nurul/iwan/bari

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…