Oleh: Fauzi Aziz
Pemerhati Kebijakan Industri dan Perdagangan
Mencermati berbagai pandangan kritis yang disampaikan oleh para pakar ekonomi nasional maupun internasional, nampak ada kesamaan pendapat bahwa Indonesia tidak boleh gagal membangun industrinya.
Kepala ekonom senior Bank Pembangunan Asia Changuyong Rhee mengatakan, bahwa negara-negara berpendapatan rendah di Asia harus fokus mengembangkan sektor manufakturnya. Alasannya karena negara-negara tersebut diharapkan agar menghasilkan lapangan kerja dan meningkatkan produktifitas pertanian. Lebih lanjut dikatakannya bahwa berdasarkan catatan sejarah tidak ada satupun yang sanggup menjadi negara berpendapatan tinggi tanpa mencapai industrialisasi.
Defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini adalah sebuah pertanda bahwa Indonesia perlu membenahi sektor industrinya yang dewasa ini termasuk salah satu sektor yang lahap menyedot penggunaan devisa, karena 80% lebih bahan baku, komponen dan barang modalnya masih diimpor. Tahun 2012, neraca perdagangan produk industri menghasilkan defisit US$ 23,56 miliar. Ekspor produk industri sebesar US$ 116,15 miliar, dan nilai impornya mencapai sekitar US$ 139,71 miliar.
Indonesia saat ini sebetulnya belum bisa dianggap sebagai negara yang berhasil mewarnai capaiannya di pasar internasional karena sumbangan ekspor Indonesia terhadap PDB hanya sekitar 30%. Bandingkan dengan Malaysia,Thailand, Singapura dan Vietnam di kawasan ASEAN, nilai ekspor mereka rata-rata sudah melampaui 70% dari total PDB negara yang bersangkutan. Artinya kebijakan dan strategi industrialisasi negara-negara tersebut sedari awal sudah dirancang untuk untuk menjadi pemasok barang-barang kebutuhan dunia di pasar internasional.
Memang pasar dalam negeri kita secara demografis cukup besar, yaitu sebanyak 240 juta penduduk dapat menjadi target pasar yang menjanjikan. Tahun 2012 yang lalu, pendapatan per kapitanya dari total PDB telah mencapai sekitar Rp 33 juta/tahun. Pengeluaran belanja konsumsi rumah tangganya mencapai sekitar 55% dari PDB.
Total impor Indonesia terhadap PDB pada tahun yang sama sebenarnya hanya sekitar 25%. Artinya saat ini total ouput produksi nasional hanya mampu menyumbang total kebutuhan nasional sekitar 45% karena 30%-nya diekspor dan ada kontribusi impor sekitar 25%. Ke depan yang kita sasar harusnya output produksi nasional semakin besar, baik yang disumbang oleh sektor industri pengolahan maupun oleh sektor pertanian dalam arti luas dengan tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi agar nisbah nilai ekspornya terhadap PDB bisa mencapai di atas 50%.
Akhir tahun ini kita harapkan sudah ada UU Perindustrian yang baru sebagai pengganti dari UU Nomor 5/1984 Tentang Perindustrian yang pendekatannya jauh lebih lengkap dan komprehensif, yaitu untuk mewujudkan sistem industri nasional yang berstruktur kuat dan berdaya saing. Momennya tepat kalau tahun 2015 dijadikan tahun percepatan proses industrialisasi karena pemerintah sudah mempunyai landasan hukumnya yang lebih memadai.
Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…
Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…
Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…
Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…