Pengurus Bank dan Etika - Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

Mundurnya Larry Summers dari pencalonan gubernur bank sentral Amerika Serikat menunjukkan bahwa regulator perbankan di Amerika Serikat semakin memiliki pemimpin yang bukan saja memiliki kualitas dibidangnya tetapi juga etika yang tinggi.

Krisis ekonomi menjadi berkah bagi Amerika Serikat. Krisis perbankan khususnya dalam shadow banking seperti yang diderita oleh Goldman Sach dan JP Morgan tak dipungkiri disebabkan oleh rendahnya etika manajemen bank tersebut sehingga sejak lima tahun yang lalu reseok-seok dihantam oleh krisis ekonomi.

Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”.

Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif.

Maksudnya, etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dan lain sebagainya, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.

Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Karena ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret.

Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Sintesis (berasal dari bahasa Yunani syn = tambah dan thesis = posisi) yang biasanya berarti suatu integrasi dari dua elemen atau lebih yang menghasilkan suatu hasil baru.

Istilah ini mempunyai arti luas dan dapat digunakan ke fisika, ideologi, dan fenomenologi. Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru.

Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus. Reinhart dan Rogoff (2009), Claessens et al. (2011), Jorda et al. (2011a, b), dan Schularick dan Taylor (2012) baru-baru ini mencatat bahwa krisis perbankan sistemik berbasis etika mempunyai, meskipun pada dasarnya berbeda-beda, beberapa keteraturan yang umum.

Berdasarkan makalah-makalah sebelumnya, penelitian menjelaskan dengan singkat dalam bagian ini fakta-fakta kunci dari krisis perbankan sistemik berbasis etika, terhadap yang akan dinilai dari sifat kuantitatif model etika.

Untuk melakukannya, penelitian menggunakan kumpulan data sejarah yang dirakit oleh Jorda et al. (2011). Kumpulan data ini terdiri dari pengamatan tahunan untuk PDB riil per kapita, jumlah pinjaman mata uang domestik dari bank dan lembaga perbankan untuk perusahaan non finansial dan rumah tangga, total aset bank, tanggal puncak siklus bisnis, dan tanggal krisis perbankan 1870-2008 untuk 14 negara-negara OECD.

Sebuah krisis perbankan didefinisikan sebagai peristiwa selama sektor keuangan mengalami bank runs, kenaikan yang tajam dari tingkat gagal bayar yang disertai dengan kerugian besar atas modal yang mengakibatkan intervensi publik, kebangkrutan, atau penggabungan paksa lembaga keuangan utama (lihat Laeven dan Valencia, 2008).

Hasilnya cukup fantastis. Krisis Perbankan Sistemik adalah Peristiwa Langka. Tujuh puluh delapan krisis perbankan dapat identifikasi dalam sampel, yang terdiri dari 1.736 pengamatan. Frekuensi krisis 4,49%, berarti bahwa negara-negara dalam sampel mengalami sebuah krisis, rata-rata, setiap 22 tahun. Setengah dari  krisis perbankan tersebut adalah sistemik.

Resesi keuangan terjadi yang lebih dalam dan lebih lama daripada resesi lainnya. Sementara hanya seperempat dari resesi yang kami indentifikasikan yang melibatkan krisis perbankan, Resesi keuangan ini "rata-rata secara signifikan lebih dalam daripada resesi lainnya, resesi biasa.

Krisis perbankan sistemik terjadi di tengah-tengah booming intensif kredit. Krisis perbankan sistemik tidak tidak terjadi secara acak (Gorton, 1988). Fakta menunjukkan bahwa, sebelum krisis perbankan sistemik baik PDB maupun kredit berada di atas tren, dengan penyimpangan rata-rata masing-masing 1,8% dan 3,8%.

Hal ini menunjukkan bahwa krisis terjadi pada titik tertentu dalam siklus bisnis, biasanya dalam kondisi waktu yang baik, di tengah-tengah booming kredit. Sebuah pola umum secara luas didokumentasikan oleh Reinhart dan Rogoff (2009, p. 157). Dengan kata lain permasalahan etika dalam pengurus bank justru terjadi pada kondisi siklus ekonomi yag baik ini dan akibatnya kerusakan etika ini menular sehingga resesi keuangan secara relative lebih parah ketimbang resesi lainnya.

Tantangannya etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis seperti yang sudah lama diingatkan olef filsuf Aurelius Agustinus. Apa yang dikatakan oleh Agustinus adalah jangan menolak risiko tetapi etikalah yang harus diperbaiki.

Dengan kata lain, perekonomian yang menolak risiko secara paradoks lebih rentan terhadap krisis perbankan sistemik. Perekonomian  ini juga mengalami krisis yang lebih dalam dan lebih lama daripada perekonomian yang dijadikan tolok ukur, dengan output jatuh sebesar 1,1 persentase poin lebih dari puncak ke lembah dan krisis berlangsung 1,4 tahun lebih lama.

Alasan utama adalah bahwa, dengan mengumpulkan lebih banyak aset, ekonomi membangun ketidakseimbangan yang lebih besar yang membuatnya menjadi susah untuk melarikan diri dari krisis ketika terjadi.

Oleh karena itu, sektor perbankan dari perekonomian yang menolak risiko juga kurang efisien, dengan rentang suku bunga dari 2,09%, dibandingkan dengan 1,71% dari tolok ukur. Sebaliknya, ekonomi yang kurang menolak risiko lebih tahan terhadap krisis perbankan sistemik. Saatnya mendidik bankir untuk memiliki etika bisnis yang jujur!

BERITA TERKAIT

Rekonsiliasi Antar Pihak Pasca Pemilu Sangat Penting Wujudkan Visi Negara

Oleh: Naomi Leah Christine, Analis Sosial dan Politik     Rekonsiliasi antar pihak pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi…

Pemerintah Optimis Laju Pertumbuhan Ekonomi RI 2024 Semakin Pesat

  Oleh : Nagita Salwa, Mahasiswa Jurusan Ekonomi dan Bisnis di PTS   Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output…

Pasca Balasan Iran ke Israel, Bagaimana Prediksi Eskalasi Selanjutnya?

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, CEO Narasi Institute   Konflik gaza sejak Oktober 2023 kini berkembang menjadi kekacauan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Rekonsiliasi Antar Pihak Pasca Pemilu Sangat Penting Wujudkan Visi Negara

Oleh: Naomi Leah Christine, Analis Sosial dan Politik     Rekonsiliasi antar pihak pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi…

Pemerintah Optimis Laju Pertumbuhan Ekonomi RI 2024 Semakin Pesat

  Oleh : Nagita Salwa, Mahasiswa Jurusan Ekonomi dan Bisnis di PTS   Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output…

Pasca Balasan Iran ke Israel, Bagaimana Prediksi Eskalasi Selanjutnya?

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, CEO Narasi Institute   Konflik gaza sejak Oktober 2023 kini berkembang menjadi kekacauan…