Deteksi Secara Dini dan Teratur - Mengurangi Risiko Amputasi Penderita Kaki Diabetik

 

 

 

Kaki diabetik merupakan komplikasi diabetes yang paling ditakuti penyandang diabetes karena tingginya risiko terjadinya amputasi dan juga dapat mengancam jiwa. Namun hal ini dapat dihindari melalui deteksi secara dini dan teratur.

NERACA

Tingginya kadar gula dalam darah penyandang diabetes merupakan sarana bagi kuman dan dapat menyebabkan memburuknya infeksi tersebut. 

Namun apakah pada semua kelainan kaki diabetik harus dilakukan amputasi, saat ini dunia kedokteran melakukan upaya-upaya penyembuhan luka (wound healing ) sehingga mampu menurunkan risiko amputasi sampai sekitar 85%. 

Seperti kita ketahui, salah satu penyakit di bidang endokrinologi yang paling besar jumlahnya yaitu diabetes. Data  Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007  menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia adalah sekitar 5,7% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang.

Sedangkan WHO memprediksi, bila pola pengelolaan diabetes masih seperti saat ini, maka pada tahun 2030 akan terdapat sekitar 21,3 juta orang dengan diabetes di Indonesia.

Dalam membahas tentang kaki diabetik, dr.Em Yunir, SpPD-KEMD kepala Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM mengatakan, kelainan kaki diabetik terjadi akibat gula darah tidak terkontrol dalam jangka panjang. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka panjang, maka akan terjadi kerusakan syaraf (neuropati diabetik) dan gangguan pembuluh darah.

“Rusaknya syaraf menyebabkan penyandang diabetes tidak lagi dapat merasakan panas atau dingin, sakit dll pada tangan dan kaki. Gejala yang sering dirasakan adalah baal dan lemah pada kaki dan tangan, sedangkan kerusakan pada pembuluh darah akan menyebabkan penyempitan atau sumbatan pada pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah ke tungkai,” tuturnya.

Adanya gangguan aliran darah ke kaki akan sulit sembuh dan mudah mengalami infeksi, gangguan ini lazim dikenal dengan penyakit pembuluh darah perifer (Peripheral Arterial Disease atau PAD).

Kelainan pembuluh darah kaki ini sebenarnya akan menimbulkan rasa nyeri pada saat melakukan aktivitas. Namun, pada orang dengan diabetes akibat kerusakan system saraf, rasa nyeri yang muncul sering tidak dirasakan atau tanda gejala, sampai saat kondisi yang sedemikian parah baru menimbulkan keluhan seperti luka yang tidak sembuh dan kaki dingin, otot-otot kaki yang menciut.

“Di pihak lain, kerentanan tubuh penyandang diabetes memperburuk risiko luka dan infeksi menjadi sukar sembuh dan meluas,” ujarnya.

Sebelumnya studi observasi di RSCM pada 2012 menemukan bahwa 29,8% dari 47 pasien rawat inap dengan kaki diabetik menderita PAD. Namun sayangnya, saat ini belum ada panduan untuk manajemen PAD pada diabetes khususnya di Indonesia. 

“PAD sebenarnya hanya salah satu aspek penyebab munculnya masalah pada kaki diabetik. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah faktor infeksi, kendali gula darah yang buruk, gangguan syaraf tepi, perawatan luka, edukasi pasien yang kurang sehingga menyebabkan sering terlambatnya pasien mencari pertolongan ke tempat yang tepat,” dijelaskan dr. Yunir.

Dalam paparannya, ia menjelaskan, “Infeksi kaki diabetik jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan gangren menjadi semakin luas dan berat, jaringan di sekitar luka akan mati (nekrotik) dan membusuk dengan warna kehitaman sehingga tidak dapat diselamatkan,” tuturnya.

Kondisi lainnya yang juga sering terjadi adalah adanya gangguan syaraf tepi yang menyebabkan penyandang diabetes yang pada awalnya hanya luka ringan karena tidak menimbulkan keluhan sering terlambat dibawa ke dokter atau ke rumah sakit. Amputasi dan kematian dapat terjadi seiring dengan memburuknya keadaan ini.

 Upaya untuk perawatan kaki diabetik harus dilakukan secara multidisiplin, yang membutuhkan kerjasama dengan beberapa ahli atau spesialis/ subspesialis seperti : bidang endokrinologi, mikrobiologi, bedah vaskular, radiologi (ahli vascular intervensi), rehabilitasi, orthotis, bedah plastik, bedah tulang serta psikologi.

Dengan tindakan ini maka salah satu masalah yang menghambat proses penyembuhan luka pada kaki diabetik dapat diperbaiki. Proses sembuh tidaknya luka pada kaki  diabetik ini akan ditentukan pula oleh teratasi atau tidaknya faktor-faktor lain.

“Bagi penyandang diabetes, kami mengharapkan agar selalu melakukan kontrol rutin ke dokter. Jangan memakai sepatu yang sempit, bertumit tinggi, ujung sepatu yang runcing ke depan serta menghindari bahan kimia dan benda tajam, serta melakukan pola hidup sehat,” tuturnya.

BERITA TERKAIT

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…