Gubernur DKI Nilai Proses Legislasi RTRW DKI 2030 Aneh

NERACA

Jakarta - Proses legislasi Peraturan Daerah mengenai Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Jakarta 2030 dinilai aneh, karena secara substantif telah disetujui Kementerian Pekerjaan Umum pada 9 Maret 2011 lalu, tetapi sampai sekarang belum juga disahkan oleh DPRD.

“Saya berharap DPRD segera mengesahkan RTRW DKI Jakarta 2030 itu agar segera ada kepastian untuk pengembangan Jakarta masa depan. Sebab proses penyusunan RTRW itu sendiri sudah cukup panjang, antara lain melalui revisi Perda sejenis Nomor 6/1999 tentang RTRW 2010-2025,” jelas Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo saat membuka Musda ke-7 DPD Real Estat Indonesia (REI) di Jakarta, Rabu (13/7).

Gubernur juga menjelaskan, hal-hal strategis dalam RTRW DKI Jakarta 2030 itu antara lain memperhitungkan Jakarta sebagai Metropolitan Area. “Jakarta pada malam hari berpenduduk 9,6 juta dan jika siang bertambah dengan penduduk sekitar yang bekerja di Jakarta sebanyak 1,2 sampai 2 juta,” katanya.

Dia menambahkan, pertumbuhan Jakarta dari sisi kendaraan bermotor yang berkontribusi terhadap kemacetan di ibu kota juga sangat cepat. “Data hingga Maret tahun ini, jumlah kendaraan bermotor ke Jakarta dari kawasan sekitarnya per hari sudah mencapai 1,3 juta lebih, jauh meningkat dibanding 2007 yang hanya 700 ribuan,” terang Fauzi.

Gubernur menyebut, perlu adanya langkah strategis dalam kurun waktu 25-30 tahun, bahkan 50 tahun ke depan agar Jakarta tetap eksis. Aneka persoalan harus ditangani, mulai dari persoalan kemacetan dengan transportasi massal, isu penurunan permukaan tanah, hingga persoalan kebutuhan air baku dan ancaman rob.

Fauzi mengaku, pihaknya telah merencanakan proyek pengadaan air baku langsung dari luar Jakarta untuk memenuhi kebutuhan air baku dimaksud. “Proyek ini (dikerjakan) dalam tiga tahun ke depan,” katanya.

Sedangkan untuk mengatasi ancaman rob Jakarta, Fauzi mengungkap, Pemprov DKI Jakarta sedang membuat rencana induknya bersama para ahli, termasuk dari Belanda. “Salah satu opsinya adalah kemungkinan membangun tanggul raksasa di Teluk Jakarta,” katanya.

Ruang terbuka hijau

Hal lain yang termaktub dalam RTRW DKI Jakarta 2030 itu, imbuhnya, adalah komitmen Pemrov DKI Jakarta untuk mewujudkan ruang terbuka hijau 30%. “Angka ini sangat besar bagi DKI Jakarta dan sepertinya memang tidak mungkin,” ucap dia.

Fauzi juga menandaskan bahwa RUU Lahan untuk kepentingan publik yang kini sedang dibahas di DPR, sangat strategis bagi pengembangan Jakarta ke depan.

Sebelumnya, REI DPD Jakarta mendesak pemprov agar Perda mengenai Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Jakarta 2030 segera disahkan.

Ketua DPD REI Jakarta Rudy Margono, mengatakan, dengan RTRW itu Jakarta sebagai ibu kota negara mempunyai panduan dan arahan pembangunan daerah yang jelas dan tegas sehingga memberi kepastian hukum bagi pihak terkait.

"Sebagai kota besar dengan lebih dari 10 juta penduduk, Jakarta tak hanya berkembang sebagai pusat ekonomi Indonesia, tapi juga menjadi pusat ekonomi dunia. Itu sebabnya Rancangan Peraturan Daerah mengenai Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Jakarta 2030 sangat dinantikan," katanya

Sebelumnya, Ketua Panitia Musda REI DKI Jakarta, Wawan Dwi Guratno menyatakan, Provinsi DKI Jakarta sudah mencapai tahap darurat RTRW hingga mengganggu pembangunan, terutama dalam pembangunan proyek properti.

DPD REI DKI Jakarta mencatat, ada 60 proyek properti yang perijinannya terganjal akibat belum adanya Perda RTRW DKI Jakarta. “Banyak berkas menumpuk. Selama 3-4 bulan ada sekitar 60 berkas yang belum ditandatangani Gubernur DKI karena menunggu Perda RTRW sebagai dasar hukum. Jadi Jakarta sudah darurat tata ruang. Kita harap ada percepatan,” kata Wawan.

Menurut Wawan, Gubernur Fauzi Bowo sudah meminta surat keputusan dari Menteri Dalam Negeri agar perijinan boleh mengacu kepada RTRW lama.

Kendati demikian, imbuh Wawan, para pengembang masih tetap merasa khawatir karena tidak ada kepastian hukum dengan menggunakan RTRW lama.

Dia menyebut, saat ini draf RTRW terbaru (RTRW Jakarta tahun 2030) sudah selesai dan tinggal menunggu pengesahan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

Untuk itu, REI Jakarta mendesak agar seluruh pemangku kepentingan dapat memfokuskan kepada RTRW Jakarta 2030. “Ini penting karena menjadi panduan para pengembang. Apa sih kebijakan Pemda DKI untuk pembangunan di Jakarta,” jelas Wawan.

Dia juga mengungkap, kalangan pengembang properti meminta pengaturan insentif bagi pelaku usaha yang membangun hunian vertikal masuk dalam Perda RTRW Jakarta tahun 2030. Bangunan tinggi menjadi solusi akan ketersediaan hunian bagi masyarakat ditengah terbatasnya lahan di Jakarta. “Dalam RTRW diatur insentif untuk pengubahan hunian landed ke vertikal,” ucapnya.

Dengan regulasi itu, sambung Wawan, tentu akan merangsang pengembang untuk membangun proyek-proyek apartemen, atau kondominium. "Bangunan tinggi itu bisa saving. Untuk efisiensi dan pemanfaatan lahan. Dan masyarakat tentu menyesuaikan diri. Jakarta sudah banyak penduduk sampai dengan 12 juta orang," tambah Rudi.

Rudi mengaku, REI Jakarta pernah melakukan audiensi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta, dan Komisi D DPRD DKI Jakarta. Hal ini untuk mengakomodir kepentingan pelaku usaha ditengah perkembangan ibukota dalam 20 tahun ke depan.

Usulan lain yang disampaikan REI Jakarta kepada Pemda dan DPRD, adalah perhitungan 30% kawasan hijau di Jakarta. Pengembang meminta, pekarangan hunian dimasukkan dalam perhitungan 30% kawasan hijau tersebut.

"Ini penting karena kawasan hijau di Jakarta baru sekitar 10%. Bagaimana mengejar 10% tersebut. Bisa nggak dari pekarangan dihitung. Karena implementasi 20% semua menjadi tanggungan developer, maka berimbas kepada konsumen juga,” urai Wawan.

Wawan juga mengaku, perlu ada penghilangan aturan retribusi yang dapat menghambat pembangunan properti di Jakarta, agar investasi proyek efisien. Selain itu, penetapan KLB (Koefisien Lantai Bangunan) dan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) harus seragam dalam wilayah yang sama. “Azas KDB KLB harus disamakan. Seperti di TB Simatupang antar sisi aturannya beda. kan wilayahnya sama, hanya terpisah oleh tol,” terangnya.

Usulan REI Jakarta terakhir adalah pemerataan pembangunan properti di seluruh Jakarta, khususnya wilayah Barat dan Timur yang masih jauh tertinggal. Jangan hanya berfokus pada wilayah Selatan.

"Koridor pengembangan harus dilakukan secara merata, jangan hanya di Selatan. Barat dan Timur juga. Infrastruktur di Timur khususnya masih jauh tertinggal," tandas Wawan.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…