Kadin Minta Ekspor Bijih Mineral Jangan Distop - Program Hilirisasi Macet

 

NERACA

 

Jakarta – Sesuai dengan Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan, maka pada 12 Januari 2014 nanti diharapkan pemerintah sudah tidak lagi mengekspor bijih mineral, tapi sudah dilakukan hilirisasi industri pertambangan dengan nilai jual yang lebih. Tapi kenyataannya mau berjalan hingga 5 tahun proses hilirisasi masih belum jua berjalan. Maka dari itu pemerintah sedang kebingungan dalam menentukan kebijakan akan terus ekspor bijih mineral atau memberhentikan ekspor.

“Jika mengacu pada Undang-undang no. 4 tahun 2009, harusnya pemerintah pada Januari tahun besok sudah tidak lagi mengekspor bijih mineral. Tapi dengan catatan hilirisasi berjalan, tapi kenyatanya sekarang belum bisa berjalan,” kata Boy Garibaldi Thohir, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), dalam press conference di Jakarta, Selasa (22/10).

Oleh karenanya, jika pemerintah menghentikan ekspor bijih mineral secara neraca perdagangan akan terus defisit, mengingat sumbang sih ekspor bijih mineral cukup besar dalam membantu neraca perdagangan nasional. “Dengan ekspor bijih mineral saja, neraca perdagangan kita masih defisit, apalagi jika dikurangi, bisa tambah lagi,” terangnya.

Karena jika dikalkulasi apabila pemerintah menghentikan ekspor bijih mineral tersebut, diperkirakan akan menimbulkan kerugan bersih bagi Indonesia sebesar US$6,3 miliar, angka ini berdasarkan hasil studi USAID berjudul Economic Effects of Indonesia's Mineral Processing Requirements for Export yang diterbitkan April 2013. “Ditaksir kerugian yang didapat pemerintah jika menghentikan ekspor terasa besar,” tegasnya.

Disamping itu, pelarangan ekspor bijih mineral tersebut akan membuat jatuhnya harga bijih mineral. Selain itu secara signifikan akan berdampak buruk terhadap ekonomi Indonesia pada umumnya dan menghancurkan industri pertambangan.

“Jika dihentikan secara serentak saya rasa tidak bisa, karena untuk melakukan hilirisasi butuh waktu dan dana yang cukup kuat. Dan untuk membangun 1 smelter saja membutuhkan waktu 3 hingga 4 tahun itu saja jika perizinannya sudah semua, jika belum butuh proses lagi,” ungkapnya.

Diakui oleh Boy, ketidaksiapan industri pertambangan sejak lahirnya undang-undang (UU) minerba pada tahun 2009 ini memang bukan semata-mata kesalahan pihak industri. Tapi, sejauh ini pemerintah juga memiliki kesalahan karena tidak menyiapkan infrastruktur yang mendukung program hilirisasi industri mieneral tersebut.

"Untuk membangun hilirisasi ini butuh persiapan matang seperti jalan, jembatan, kesiapan pasokan listrik tapi sejauh ini sarana itu belum tersedia. Selain itu, realisasi hilirisasi dinilai dinilai lamban di tengah bertentangannya kebijakan antar lintas kementerian," ujarnya.

Menanggapi kondisi yang ada sekarang prinsipnya Kadin dan para pelaku dunia usaha minerba setuju adanya implementasi menerapkan undang-undang tersebut. “Tapi, pemerintah perlu memperjelas dan mempertegas kebijakan dalam bidang pertambangan,” tegasnya.

Tetap Ekspor

Melihat kondisi neraca perdagangan dan kesiapan nasional dalam melakukan hilirisasi industri yang masih belum siap. Alangkah lebih baiknya pemerintah tidak menghentikan semua tentang ekspor bijih mineral tersebut tapi setidaknya pemmerintah bisa mengekspor sekitar 50%.

“Melihat kondisi nasional sekarang yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu tetap mengekspor bijih bahan mineral tapi porsinya dikurangi, dan pengurangan itu jangan terlalu kecil. Jika hanya ekspor 20% atau 30% saja nilainya masih sangat rendah. Ya minimal 50% dari ekspor sekarang,” kata Wakil Ketua Kadin Bidang ICT and Broadcast Didie Suwondho.

Sejauh ini, memang belum ada keputusan dari pemerintah tapi dari pertemuan tadi yang dihadiri dari perwakilan 14 perusahaan di bidang mineral dan batubara dalam negeri dan 24 perusahaan asing yang kumpul dalam pertemuan antara Kadin Indonesia dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) hari ini menginkan pemerintah bisa memutuskan dengan bijak. “Karena jika tidak industri pertambangan nasional bisa hancur. Ekspor terhenti, hilirisasi tidak berjalan,” tandasnya.

Pada prinsipnya baik pengusaha dalam negeri maupun luar negeri siap dengan keputusan yang akan diambil pemerintah. Karena pada dasarnya tidak ada pemerintahan yang berniat menghancurkan negaranya. “Kami semua baik dari perusahaan-perusahaan besar dari luar negeri dan dalam negeri sepakat mengenai keputusan. Dan kami disini Kadin terutama memberikan masukan dan supporting agar pemerintah dapat mengambil keputusan terbaiknya,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…