Indonesia 2035, dan Akil Mochtar - From de Cradle 2 de Grave 4 All

Oleh: Odang Muchtar, Praktisi Jaminan Sosial & Asuransi Jiwa

Jaminan Pensiun cenderung kurang mengundang minat baca bila dibandingkan tulisan tangkap tangan Akil Mochtar. Bahkan bila terbaca jaminan sosial, kita cenderung pada jaminan kesehatan popular dengan “sadikin” sakit sedikit jatuh miskin. Padahal bila kita patuh daftar bayar iuran, mulai Rabu, 1 Januari 2014 guyonan itu tidak berlaku lagi. Biaya kesehatan menjadi murah setidaknya bagi 86 juta warga miskin, 17 juta ex peserta PT ASKES  dan 7,2 juta buruh dan kelaurganya ex JPK-Jamsostek.

Relatip murah juga bagi 42 juta kelas menengah yang berusaha sendiri sebagai Usaha Kecil Menengah (UKM) dengan membayar 50 ribu rupiah sebulan. Undang undang SJSN menjamin a to z pelayanan kesehatan termasuk kehamilan dan persalinan (prea-post natal care), berbagai kebutuhan operasi kecil, operasi jantung, pengobatan kanker dan cuci darah. Tinggalkan kebiasaan buruk sakit parah baru cari pak RT sampai Jokowi minta pengobatan gratis, yang merendahkan harkat dan martabat.

Dalam membangun martabat bangsa, catat  ungkapan dosen dari Korea di forum Jogya 1 Oktober mengatakan: “We never discussion subsidy in social security”.  Disana setiap penduduk distimulir membayar untuk kebutuhan jaminan sosialnya. Demikian juga di negara tetangga kita: membayar iuran untuk kebutuhan ekonomi masa tua dan sakit yang sudah sangat sering dijadikan contoh, Central Provident Fund-Singapura, Kumpulan Wang Simpanan Pekerja-Malaysia.

Tantangan terbesar para pemerhati, pendekar jaminan hari tua dan kesehatan adalah mengajak pekerja penerima upah maupun berusaha sendiri untuk mendaftar dan membayar iuran. Jumlah mereka puluhan juta yaitu 47  juta UKM yang memiliki penghasilan  lebih dari Rp3 juta/sebulan sebagai hasil usaha sendiri, dan 32 bisa jadi 44 juta pekerja yang mendapat upah dari perusahaan yang berbadan hukum seperti PLN, maupun yang bekerja menerima upah dari usaha perorangan tidak berbadan hukum. (lihat schema/mapping).

Mengapa Jaminan Sosial?

Bila terlambat memulai dengan program jaminan kesehatan, dapat  diatasi dengan menambah biaya Jamkeskin dari Rp6 ribu menjadi Rp19.200 seorang sebulan dengan nama Penerima Bantuan Iuran Rp.19 triliun dari APBN 2014. Solusi yang sama tidak dapat dilakukan kepada lebih dari 40 juta penduduk usia  di atas 60 tahun pada tahun 2035. Mengatasi kebutuhan kelangsungan penghasilan  penduduk berusia  di atas 60 tahun tidak akan dapat dilakukan dengan cara serupa. Sementara itu dengan cara Bantuan Langsung Tunai sampai balsam akan sangat membebani APBN tahun itu.

Bantuan sosial terbukti mengundang kecurigaan dalam pendistribusiannya, dan bercampur dengan penduduk usia kerja “miskin”. Resep arahan memenuhi kebutuhan keuangan hari tua/pensiun adalah melaksanakan undang-undang SJSN yang merupakan keputusan reformasi jaminan sosial. Karena itu sudah saatnya Presiden SBY segera “teken” aturan pelaksanaan Jaminan Pensiun SJSN. Pengaturan termasuk Jaminan Hari Tua (JHT) ex Jamsostek yang saat ini mengakumulasi Dana JHT sebesar Rp144 triliun.

Dari JHT-Jamsostek dan pesangon Undang-undang Ketenagakerjaan pekerja berhak padanan tingkat penghasilan pensiun (TPP) sebesar 29.7% upah saat pensiun.(Steven Tanner, 2013). Artinya untuk mencapai Standar Jaminan Sosial Konvensi ILO, Jaminan Pensiun SJSN tinggal menambahkan TPP sepuluh sampai 15% upah. Berapa biaya yang dibutuhkan agar puluhan juta manula ditahun 2035 memperoleh kelangsungan penghasilan 20%-40% TPP?

Mengacu pada kajian-kajian diatas, Presiden SBY tinggal “teken” Jaminan Pensiun SJSN dengan memulai iuran antara 3 sampai dengan 5% upah yang biasanya dibayar pemberi kerja dan pekerjanya. Apakah dengan iuran tersebut APINDO akan teriak lagi ? Bangkrutkah pemberi kerja? Tidak! BBM naik, harga daging naik, TDL naik, cepat atau lambat harga barang dan jasa dapat menyesuaikan. Harga kopi di “Cafe sepeda Hyatt air mancur Selamat Datang” tiga bulan lalu masih Rp4 ribu, sekarang Rp6 ribu. Itu contoh pengusaha sejati. 

SJSN itu melaksanakan amanat UUD yang dikawal oleh  Mahkamah Konstitusi. Tujuannya jelas membangun martabat bangsa melalui gotong royong dengan iuran sehingga berhak manfaat perlindungan dasar (decent) dari sejak kandungan sampai liang lahat: Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian untuk penduduk Indonesia.

 

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…