Bermimpi Swasembada Pangan - Oleh: Fazli Rachman, Mahasiswa Jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

Penduduk dunia kini mencapai 7,2 Miliar jiwa dan diperkirakan akan naik pada tahun 2025 menjadi 8,1 miliar jiwa sementara pada tahun 2050 diperkirakan akan naik dengan kisaran 9,6 miliar jiwa yang sebelumnya diperkirakan “hanya” berkisar 9,3 miliar jiwa. Setidaknya begitulah yang tercantum dalam laporan terbaru yang bertajuk “Prospek Penduduk Dunia” yang diliris oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 14 Juni 2013 lalu.

Pertumbuhan penduduk dunia dipredisi naik besar-besaran menjadi dilema tersendiri bagi masyarakat dunia kini. Meningkatnya pertum-buhan penduduk dunia dari tahun-ketahun khususnya pada negara-negara yang masih menyandang lebel negara miskin berkembang yang sulit ditekan seperti di Afrika yang diperdiksi akan naik berkisar dua kali lipat pada 2050 akan menambah keniscayaan semakin padatnya bumi dimasa mendatang.

Peningkatan jumlah penduduk dunia justru akan menguras sumber daya lebih banyak seperti energi, air, materil dan terpenting adalah pangan serta ketersediaan lahan pertanian yang justru makin sempit digerus oleh pertumbuhan industri, bisnis serta hunian. Semakin meningkat jumlah penduduk dunia maka semakin sedikit ruang pertanian produktif dampaknya ketersediaan pangan juga semakin menipis, masalah ini harus dicarikan solusi secepatnya.

Ketersedian pangan dunia sangat dibutuhkan untuk mencukupi konsumsi perut dunia, tetapi memang justu disinilah masalah utamanya ketika kebutuhan pangan dunia sangat tinggi justru ketersedian lahan untuk menghasilkan pangan terus menipis dikarenakan semakin pesatnya pem-bangunan global yang diperuntukan untuk berbagai bidang industri, bisnis dan hunian yang sama-sama dibutuh-kan.

Tak heran jika negara-negara yang tidak memiliki lahan pertanian produk-tif akan rela mengimpor kebutuhanya pangan negaranya dari negera tetangga yang kelebihan stok pangannya. Bagaimana jika negara-negara didunia produksi panganya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan negeranya saja, lalu negara-negara yang tidak memiliki lahan produktif untuk menghasilkan kebutuhan pangan yang berakibat rakyatnya akan kelaparan atau justru mati karenanya.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237. 641. 326 jiwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sehingga menduduki peringkat ke-empat penduduk terbanyak didunia dan pada tahun 2013 penduduk Indonesia berkisar 250 Juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun. Besarnya penduduk Indonesia juga menjadi dilema tersendiri, sudah dipastikan akan menimbulkan masalah baru ditenggah masalah yang sudah menumpuk khususnya pangan.

Indonesia adalah negara agraris yang tidak mampu memenuhi kebutuhan panganya sendiri secara mandiri. Dengan Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km² diselimuti dengan iklim tropis sudah seharusnya Indonesia dapat mencukupi kebutuhan pangannya sendiri, tetapi faktanya tidak.

Indonesia harus mengimpor sejumlah kebutuhan pokok dari luar negeri untuk memenuhi konsumsi perutnya, lebih sakit lagi jika kita justru mengimpor kebutuhan pangan dari negara-negara yang potensi alamnya jauh dibawah negara kita, contohnya; garam dari Australia, India, Jerman, Selandia Baru dan Singapura, sebenar-nya Indonesia garis pantai terpanjang didunia dan sudah pasti memiliki potensi sangat besar untuk meng-hasilkan garam tetapi hanya sedikit diantaranya yang dimanfaatkan. Kini Indonesia semakin tidak mampu menyediakan kebutuhan panganya sendiri, upaya swasembada pangan hanya sekedar mimpi disiang bolong.

Hampir 65 persen kebutuhan pangan Indonesia berasal dari impor, masalah-nya dinamis karena kebutuhan pangan yang terus meningkat tetapi tidak dibarengi dengan lahan produksi yang cukup akibat konvensi lahan yang terus terjadi. Percuma saja jika terus berwacana tanpa action apa yang dihasilkan, wacana swasembada pangan hingga kini hasilnya masih abstrak.

Pemerintah harus sadar kebutuhan lahan pertanian sangat mendesak dewasa ini, lahan pertanian menyusut memang sudah wajar jika melihat pertumbuhan penduduk yang mem-butuhkan ruang tentunya, dan banyak juga beralih menjadi perke-bunan untuk itu perlu dilakukan recovery lahan pertanian sebagai upaya antisipasi.

 Tercatat oleh BPS sebanyak 28 komoditas pangan masyarakat Indonesia masih di-impor dari negara lain seperti beras, jagung, kedelai, biji gandum, teping terigu, gula pasir, daging sapi, garam dan masih banyak lagi justu semakin menguatkan swasembada pangan hanya mimpi disiang bolong mengingat data tersebut Januari sampai Juni 2013, semakin menguatnya bahwa negara sebesar Indonesia tidak dapat memenuni kebutuhan pangannya.

Didalam kondisi bangsa yang kekurangan stok panganya justru masih beruntung ada negara yang mau menjual sisa panganya kepada kita, bagaimana jika pertumbuhan penduduk dunia semakin tinggi dan kebutuhan pangan negara juga tinggi dan stok pangan hanya cukup untuk negaranya saja maka secara otomatis masyarakat Indonesia akan kelaparan bahkan mati karenanya.

Penutup

Kurangnya stok pangan nasional menjadi masalah tersendiri menggingat kita sempat mengalami swasembada pangan dulunya, kini pangan menjadi masalah yang harus secara cepat diselesaikan. Penyebab utamanya adalah kurangnya lahan untuk pertanian, oleh karenanya recovery lahan pertanian sebagai kebutuhan mendesak. Konvensi lahan pada sector pertanian menjadi lahan komersial harus dihentikan untuk itu pemerintah harus mengawal pemanfaatan lahan telah kembali agar tidak dikonvensi ulang.

Kecukupan lahan pertanian akan memberi andil besar untuk peningkatan pangan nasional. Bukan hal yang mubazir juga bila peningkatan pemahaman petani menjadi upaya secara kontinu harus menjadi prioritas sehingga bukan hanya kuantias pangan yang meningkat tetapi juga kualitasnya. Jika kuantitas dan kualitas pangan meningkat dan kebutuhan nasional terpenuhi, swasembada pangan bukan lagi sekedar mimpi disiang bolong.

Dengan kecukupan pangan nasional maka akan memberikan pengaruh besar atas kebutuhan pangan dunia yang semakin menjadi perhatian, memingat pertumbuhan penduduk dunia yang semakin luar biasa tinggi. Maka pangan nasional khsusnya dan dunia umumnya harus dipersiapkan sedini mungkin sehingga dapat meredam shock akibat semakin padatnya penduduk dan keterbatasan ruang pertanian nantinya. (analisadaily.com)

 

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…