Kebijakan BI Rate Jangan Beratkan Pertumbuhan Dalam Negeri

NERACA

Jakarta - Kebijakan terkait tingkat suku bunga acuan (BI Rate) yang diambil oleh Bank Indonesia perlu melihat kondisi terkini dan jangan sampai memberatkan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. "Kalau inflasi terkendali, kurs stabil, kenapa harus terus-terusan menaikkan BI Rate. Itu dampaknya akan berat bagi pertumbuhan," kata Wakil Menteri Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Kamis (10/10).

Menurut Bambang, kebijakan moneter tetap harus diimbangin dengan kebijakan fiskal. Agar tujuan untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dapat tercapai, tanpa harus terlalu mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Harapannya, kondisi pasar akan stabil sesuai yang diharapkan oleh pemerintah. Kondisi stabilitas perekonomian bisa dilihat dari kondisi inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ataupun indikator perekonomian lainnya.

"Itu (Kebijakan moneter) merupakan wewenang BI. Tapi pemerintah intinya adalah kebijakan fiskal akan menyertai kebijakan moneter," ujar dia. Bambang menuturkan cara-cara seperti menaikkan BI rate memang dapat dilakukan dengan harapan dana asing masuk, sehingga rupiah menguat. Namun, perlu diperhatikan efek samping dari kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi.

"Untuk menyelesaikan persoalan itu, kebijakan moneter itu paling mudah. Naikkan bunga setinggi-tingginya, pengetatan kredit, itu akan membuat pertumbuhan lambat. Itu rupiah akan menguat. Tapi apa hanya dengan itu terus masalah beres?" ungkap dia.

Kemudian dia pun menjelaska ada dampak terhadap kemiskinan dan pengangguran yang ditimbulkan apabila kebijakan tersebut diterapkan pada waktu dan kondisi yang kurang tepat."Indonesia masih punya orang miskin 26 juta orang. Terus kita punya pengangguran 6%. Banyak isu pembangunan ekonomi yang harus diselesaikan," jelas Bambang.

"Mengorbankan" pertumbuhan

Oleh karena itu, lanjut Bambang, pemerintah masih berupaya menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Menurut dia, tidak bijak jika pemerintak terlalu arogan merelakan pertumbuhan ekonomi melambat hanya demi penguatan nilai tukar rupiah. Sehingga dia menyimpulkan, yang terpenting adalah menerapkan kebijakan-kebijakan yang seimbang dan tanpa mengorbankan kepentingan-kepentingan rakyat

"Korbankan pertumbuhan akibatnya kita susah kurangi kemiskinan. Apalagi pengangguran itu akan susah lagi. Maka dari itu, kita tetap inginkan pertumbuhan tetap berlanjut. Kita harus siap menghadapi keseimbangan baru. Kita tidak harus siapkan forecast untuk mata uang. Tapi kita siapkan untuk keseimbangan baru," tandas dia.

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa (8/10) lalu memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) pada level 7,25%. RDG juga memutuskan suku bunga "deposit facility" tetap 5,50% dan suku bunga "lending facility" tetap 7,25%.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, keputusan tersebut tidak lepas dari perkembangan perekonomian global dan nasional. Kebijakan ini termasuk dalam bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan bahwa tekanan inflasi tetap terkendali, stabilitas nilai tukar Rupiah terjaga kondisi fundamentalnya, serta defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang sustainable.

"Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah khususnya dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan," kata dia. Bank sentral menyatakan akan mencermati perkembangan perekonomian global dan nasional, serta akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, untuk memastikan bahwa tekanan inflasi tetap terkendali, stabilitas nilai tukar rupiah terjaga kondisi fundamentalnya, serta defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang berkelanjutan.

Selain itu, Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, khususnya dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Sepanjang lima bulan terakhir ini, BI cenderung agresif menaikkan level BI rate sebesar 125 bps. Sejak 13 Juni 2013 lalu, BI rate memang sudah mulai naik 25 bps ke level 6%. Secara bertahap kemudian naik lagi 50 bps di 11 Juli 2013, di 15 Agustus 2013 bertahan di 6,5% dan 29 Agustus 2013 naik lagi 50 bps ke level 7%. Terakhir, BI menaikkan BI Rate sebesar 25 bps ke 7,25% di 12 September 2013 dan 8 Oktober lalu, BI Rate bertahan di 7,25%. [mohar]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…