Pembangunan Infrastruktur di Perbatasan Belum Optimal

NERACA

Jakarta – Pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan Indonesia dinilai belum optimal. Beberapa kendala yang mencuat adalah mobilisasi untuk mencapai kawasan perbatasan tersebut, koordinasi yang kurang, dan pendanaan untuk pengamanan.

Selama ini pembangunan infrastruktur di perbatasan belum begitu banyak dilakukan, karena memang peraturan perundang-undangan juga belum lengkap. Pendekatan pembangunan perbatasan kini juga mulai berubah, dulu perbatasan itu bernuansa pertahanan keamanan, kini pendekatan bernuansa kesejahteraan, pertahanan tetap ada dan pendekatan lingkungan juga harus dibangun,” kata Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum (PU) Bidang Hubungan Antar Lembaga Ruchyat Deni Djakapermana di Jakarta beberapa waktu lalu.

Terdapat 10 kawasan perbatasan di Indonesia yang terdiri dari 3 kawasan bermatra darat yaitu Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia, Papua yang berbatasan dengan Papua Nugini dan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan dengan Timor Leste. Sedangkan yang 7 kawasan lainnya bermatra laut dan kepulauan.

Matra darat bersifat pembangunan daratan. Sementara matra lautan, karena terdiri dari pulau-pulau, maka karakteristiknya sangat rentan terhadap abrasi, penduduknya yang masih jarang, serta sangat rentan juga dari segi keamanan.

Tantangan dalam membangun infrastruktur di kawasan perbatasan cukup berat, kata Deni. Hal tersebut karena diperlukannya suatu mobilisasi untuk bisa mencapai kawasan perbatasan. Setelah itu, diperlukan koordinasi lebih lanjut.

Selama ini koordinasi kurang. Karena kalau PU membangun, namun sektor lain tidak ikut membangun maka percuma. Oleh karenanya perlu komitmen bersama. Selain itu, dukungan pendanaan keamanan juga perlu” kata Deni.

Dalam mengatasi hal tersebut, PU berkoordinasi dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang mempunyai tugas pokok mengkoordinasi percepatan pembangunan. Misalnya pembangunan jalan harus segera diikuti oleh sektor lain untuk mengisi pembangunan di sekitar jalan tersebut agar optimal dan wilayahnya berkembang, melakukan kunjungan lapangan bersama, serta mencari solusi untuk permasalahan yang ada.

Deni mengatakan, Kementerian PU mendukung pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis nasional. Kawasan perbatasan diprioritaskan sebagai karakteristik pertahanan keamanan sebagai kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu bentuk dukungan Kementerian PU adalah dengan memperbesar alokasi anggaran untuk wilayah perbatasan.

Kementerian PU menganggap ini suatu prioritas bersama, maka anggaran untuk membanguan kawasan perbatasan meningkat dari tahun sebelumnya, Di tahun 2012 saja anggaran kita untuk membangun kawasan perbatasan ada Rp5,2 triliun. Untuk 2014 kami mengusulkan Rp9,4 triliun. Anggaran tersebut berdasarkan hasil konreg dan kondisi di lapangan,” jelas Deni.

Dari anggaran tersebut, komposisi anggaran paling besar adalah Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga. “Dari segi pembangunan jalan di matra darat saja memerlukan unit cost yang cukup besar. Contoh untuk Kalimantan dan Papua memiliki kilometer yang besar. Di Kalimantan ada sepanjang 1.725 km jalan yang harus dibangun. Setiap tahun kita menganggarkan di Kalimantan saja cukup besar, di Papua juga begitu, termasuk juga di NTT,” lanjutnya.

Dana tersebut juga digunakan Ditjen Bina Marga untuk melakukan pembangunan infrastruktur di matra laut. Karena ada ibukota kabupaten yang berbatasan dengan negara lain, misalnya di Pulau We dan Raja Ampat yang berbatasan dengan Negara Palao.

Matra laut itu pada umumnya kawasan perbatasan pada pulau-pulau kecil. Kita punya 92 pulau kecil sebagai titik pangkal NKRI, maka sangat rentan begitu terkena abrasi. Oleh karena itu, PU punya tugas untuk mengamankan pulau pulau kecil tersebut dengan membangun bangunan pengaman pantai tanggul-tanggul pengaman pantai,” jelas Deni.

PU juga menyiapkan bangunan untuk menampung air seperti embung sebagai sumber air terutama pulau yang terdapat penduduknya. Kemudian setelah itu didistribusikan dalam bentuk saluran pipa untuk penyediaan air minum termasuk tanki-tanki air melalui Ditjen Cipta Karya. [iqbal]

BERITA TERKAIT

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…