Tiga China Hadir Secara Damai di KTT APEC 2013 - Oleh: Edi Utama

Bagi Pemerintah Republik Rakyat China (RRC), tak akan pernah ada yang namanya Republik China alias Taiwan karena Beijing menganggap Taipei hanyalah satu provinsinya, sebagaimana juga Hong Kong.

Persoalan politik akut menyangkut status kenegaraan Taiwan menjadi isu kritis pada masa awal pembentukan APEC 20 tahun lalu. Taiwan ketika itu merasa berhak terwakili sebagai sebuah negara sehingga ingin disebut sebagai Republik China, namun Beijing menolaknya seperti penolakannya untuk penggunaan sebutan Taiwan.

Selain dengan Taiwan, persoalan serupa terjadi dengan Hong Kong yang ketika itu bahkan masih berstatus koloni Inggris (sampai 1 Juli 1997). Pemerintah Hong Kong di bawah Inggris waktu itu merasa berhak jadi anggota APEC karena skala ekonominya yang bahkan melebihi sejumlah negara sungguhan di Asia-Pasifik.

Namun urusan pelik tersebut teratasi setelah ada kompromi bahwa dalam APEC negara-negara anggotanya tidak disebutkan sebagai negara, melainkan ekonomi sebagai plesetan kata negara. Tatanan inilah yang berlangsung hingga kini.

Hal prinsip lainnya yang dituntut Pemerintah China, dan juga diakomodasi oleh APEC, ialah hanya RRC yang bisa diwakili Kepala Negaranya. Dua China lainnya tersebut hanya boleh diwakili oleh menteri/pejabat tinggi ekonomi masing-masing.

Dalam pertemuan APEC 2013 dengan Indonesia sebagai tuan rumahnya (setelah menjadi tuan rumah pertama kali tahun 1994), tiga China tersebut hadir secara damai. Dan kesepakatan-kesepakatan yang sudah berjalan dua dasawarsa tersebut juga tercerminkan dalam pertemuan APEC di Bali yang berlangsung 1-8 Oktober 2013.

Pertemuan yang diliput sedikitnya 3.000 wartawan internasional tersebut dimulai oleh rangkaian pertemuan tingkat pejabat tinggi (SOM), selanjutnya tingkat menteri (APEC Ministerial Meeting/AMM) pada 4-5 Oktober dan dipuncaki dengan pertemuan para kepala pemerintahan/setingkat pemerintahan (APEC Economic Leaders Meeting/AELM) 7-8 Oktober.

China terbesar, RRC, diwakili oleh Presiden Xi Jinping yang tiba Sabtu petang. Sedangkan Taiwan diwakili oleh mantan Presiden Taiwan Vincent Siew dalam kedudukan sebagai Leaders Representative. Hong Kong diwakili CY Leung, Kepala Eksekutif Daerah Administratif Hong Kong, China.

Semakin Mesra

Meski kerap kali hubungan antar-selat RRC dan Taiwan memanas, namun dalam pertemuan APEC di Bali kedua belah pihak tampak semakin mesra. Presiden Xi mengambil kesempatan saat sebelum kesibukan penuhnya untuk bertemu dengan Siew hari Minggu, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Xinhua.

Pertemuan Xi dan Siew di Nusa dua ini menjadi menarik karena pertemuan di Nusa dua ini merupakan pertemuan tingkat tinggi pertama antara Beijing-Taipei sejak 2008 setelah hubungan kedua pihak mulai mencair. Begitupun, sejak waktu itu sesekali keduanya saling lempar pernyataan tajam.

"Kami menyambut baik pertemuan tersebut karena ini pertama kali setelah waktu yang lama. Ini adalah peristiwa bersejarah karena perwakilan China dan Taiwan belum pernah melakukan kontak langsung sebelumnya," kata Ketua Badan Perencanaan Perekonomian dan Pembangunan Taiwan Chung-Ming Kuan.

Namun Chung-Ming Kuan mengatakan tidak bisa memperkirakan bagaimana kelanjutan hubungan China dan Taiwan ke depan.

Sebelumnya kantor berita Xinhua melaporkan Xi dan Siew bertemu di sela sela rangkaian pertemuan APEC di Bali hari Minggu. Dalam pertemuan tersebut Presiden Xi menekankan perlunya China danTaiwan untuk meningkatkan komunikasi dan kerja sama demi memajukan bangsa Cina.

"Dua pihak yang terpisah (China daratan dan Taiwan) adalah keluarga," kata Xi, sebagaimana dikutip Xinhua. China memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya yang sedang menunggu bersatu kembali, setelah pulau itu memisahkan diri dari China daratan pada 1949, setelah perang saudara.

Sejak saat itu hubungan China- Taiwan mengalami ketegangan hingga saat Presiden Taiwan Ma Ying Jeou terpilih tahun 2008 dan terpilih lagi tahun lalu. Kerja sama ekonomi China-Taiwan semakin meningkat walaupun China tidak pernah mengakui Taiwan sebagai satu negara.

Perseteruan Beijing-Taipei didasari perbedaan ideologi sejak 1930-an ketika kekuatan komunis (Kuochantang) yang dipimpin Mao Zedong terlibat dalam perang saudara dengan pemerintah nasionalis China (Koumintang) yang dipimpin Jenderal Chiang Kai-shek.

Pemerintahan Kuomintang yang tergeser semakin jauh dari ibukota Beijing akhirnya kalah sama sekali dan harus menyeberang ke Pulau Taiwan pada 1949. Begitupun, Republik China tak pernah merasa kalah, melainkan terus berjuang setelah menyeberangi Selat Taiwan. (ant)

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…