Orang Sakit Berjualan Obat - Oleh: Prof. Dr. Imam Suprayogo, Rektor UIN Malang

Saya mengenal  seseorang yang sudah lama kerjanya berjualan obat. Cara menjualnya dilakukan dengan cara berkunjung dari rumah ke rumah. Tidak semua orang dikunjungi, tetapi dipilih yang sekiranya membutuhkan obat dengan pelayanan khusus.  Orang-orang yang sehari-hari sibuk, sehingga tidak sempat ke dokter atau ke toko obat, maka orang-orang seperti itulah yang menjadi pasarnya.

Sudah cukup lama, saya tidak didatangi oleh penjual obat yang saya maksudkan itu. Tetapi pada satu ketika,  ia datang dengan membawa tas yang bersisi obat-obatan yang akan ditawarkan  sebagaimana biasanya. Kedatangannya ke rumah,  saya sambut dengan suasana gembira.  Tetapi   kali itu penampilannya tampak berbeda, tidak sesehat sebagaimana biasanya. Dugaan saya ternyata betul, ia  mengaku bahwa akhir akhir ini  menderita sakit, di antaranya terkena ambiyen. Bahkan ia dalam  beberapa waktu lagi akan menjalani operasi.

Mendengar jawaban itu,  dalam hati saya bertanya, bagaimana seorang  yang sedang menderita sakit ambiyen, sehari-hari masih berjualan obat ambiyen.  Kalau para pembeli tahu bahwa  penjuual obat itu  tidak sehat, maka tidak akan ada orang yang mau membeli obatnya.  Umpama obatnya benar-benar manjur, dan ia sendiri meminumnya,  maka  tidak harus sampai akan operasi untuk menyembuhkan penyakitnya itu.  Bisa saja obatnya manjur, tetapi dia sendiri tidak mau menggunakannya.   

Rupanya penjual obat ini  tidak menyadari, bahwa dalam berjualan,  agar dagangannya laku,  maka pembeli harus tahu dan yakin bahwa barang yang dijual itu berkualitas. Sebagai buktinya,  penjual obat itu  harus tampak  segar dan sehat.  Umpama saja penjual obat itu  sedang sakit, maka sakitnya  tidak boleh diketahui oleh calon pembeli. Bahkan oleh pembeli,  penjual obat tersebut akan dinilai lucu,  sedang sakit berjualan obat.

Hal lucu seperti digambarkan tersebut,   sebenarnya tidak saja terjadi pada penjual obat dimaksud, tetapi juga  tampak  di lapangan kehidupan yang lebih luas. Hanya saja tidak  banyak orang  yang mempedulikannya.  Contoh sederhana,  kita seringkali menemukan seseorang yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, maka yang  dilakukan terasa aneh, yaitu misalnya membuat kursus mencari kerja. Lewat lembaga kursus yang dirintis itu, ia bisa  bekerja dan mendapatkan keuntungan, sekalipun yang dikursus belum tentu akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan.

Contoh lain, dengan mudah bisa dilihat  di dunia pendidikan.  Ada saja   guru dan bahkan dosen ekonomi,  sehari-hari mereka mengajarkan ilmu ekonomi kepada para siswa dan mahasiswanya.  Sementara  itu dirinya sendiri  sehari-hari masih mengalami kesulitan hidup,  karena terlilit persoalan ekonomi keluarga. Berkali-kali sebenarnya ia  telah membuka usaha, tetapi tidak pernah berhasil. Masih untung, guru atau dosen ekonomi seperti itu  masih dipercaya oleh murid-murid atau mahasiswanya.

Masih banyak contoh serupa itu lainnya,  misalnya  guru atau dosen agama. Sehari-hari mereka mengajarkan tentang pentingnya sholat berjama’ah dan apalagi sholat subuh berjama’ah di masjid, berzakat, membayar infaq dan shadaqoh, tetapi dirinya sendiri tidak pernah kelihatan menjalankannya. Contoh-contoh tersebut sebenarnya esensinya sama dengan orang sakit yang menjual jamu tersebut.

Keadaan lucu serupa itu juga terjadi di berbagai lapangan kehidupan. Banyak petani sekarang ini yang tatkala isterinya pergi ke pasar bukan berjualan hasil pertanian, tetapi justru membelinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Siswa dan mahasiswa belajar atau kuliah yang semestinya berusaha memperkaya ilmu, tetapi justru bergembira manakala guru atau dosennya tidak datang. Ada saja di antara mereka yang mengatakan bahwa yang penting adalah mendapat nilai dan akhirnya mendapatkan ijazah.

Masyarakat akhir-akhir sudah semakin maju, pendidikan sudah semakin  meningkat, tetapi ternyata kelucuan-kelucuan juga semakin bertambah banyak jumlahnya. Kelucuan itu tidak saja tergambar dari adanya orang sakit berjualan obat, tetapi juga dalam kehidupan yang lebih luas.  Guru sehari-hari mengajarkan sesuatu, tetapi  dirinya sendiri tidak menjalankannya. Seorang yang tidak mengerti aspirasi rakyat, tetapi  berani  menjadi wakilinya. Pejabat yang bertugas mengatur anggaran, malah justru diselewengkan  untuk diri dan kelompoknya sendiri. Maka kehidupan ini rasanya semakin tidak jelas dan lucu.  Persis  kisah penjual obat,  pergi kemana-mana  berjualan sementara    dirinya sendiri  sedang sakit. Wallahu a’lam. (uin-malang.ac.id)

 

BERITA TERKAIT

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…