Mencermati Saham Masuk UMA - BEI Dinilai Lamban dan Tidak Optimal

NERACA

Jakarta – Sanksi penghentian sementara atau suspensi terhadap emiten yang memilii peningkatan harga dan aktivitas diluar kebiasaan atau unusual market activity (UMA) dinilai kurang optimal. Pasalnya, BEI kurang tanggap dan terlambat dalam mencermati saham emiten yang aktifitasnya di luar kewajaran.

Analis dari PT Danareksa Sekuritas Lucky Bayu Purnomo menilai, BEI kurang optimal mencermati emiten saham yang masuk UMA. Alasannya, harga saham perseroan yang pas berada dikisaran 4.500, namun kenaikan saham selama 4 hari hampir 45% memberi pandangan tidak wajar, “Contoh seperti saham PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST) yang dinilai telah terjadi peningkatan harga dan aktivitas di luar kebiasaan dibandingkan periode sebelumnya atau UMA,”katanya kepada Neraca di Jakarta, Selasa (24/9).

Apa yang telah dilakukan BEI cukup bagus, namun tidak optimal karena kurang tanggap dan dinilai lamban. Seharusnya sejak harga melonjak, regulator sudah memanggil pihak perusahaan dan memberi himbauan agar perusahaan menggelar public expose.“Jika digelar public expose tersebut, pelaku pasar akan tahu penyebab lonjakan harga saham dan dapat menilai apakah saham tersebut memang cukup baik atau tidak. selain itu harus ada peringatan, misalnya emiten yang sudah 3 kali disuspensi dan mengalami UMA dipanggil dan diberi sanksi,”ujar dia.

Disebutkan, berrdasarkan keterangan resmi BEI telah meminta konfirmasi kepada perseroan pada 20 September lalu dan masih menunggu jawabannya. Pada perdagangan Selasa (24/9) harga saham perseroan berada dilevel 6.400 dengan volume 126.000 saham senilai Rp10,73 miliar dan saham perseroan bergerak di kisaran 6.300-6.500.

Oleh karena itu, dirinya berharap setelah dapat penjelasan dari manajemen perseroan, BEI dapat memberikan peringatan.”Investor sebaiknya menghindari saham-saham yang seperti ini karena terlihat likuiditas tidak mampu menunjukan kewajaran. Selain itu pasar justru menilai harga sahamnya menjadi cukup tinggi sehingga dalam kondisi saat ini dimana banyak yang melakukan net sale, justru akan semakin tidak berminat terhadap saham perseroan”, jelas dia.

Dia juga menjelaskan, saham perseroan tertinggi berada di level 7.350 dan terendah di level 3.400 sehingga tidak adanya aksi korporasi apapun yang dapat mendongkrak harga sahamnya naik, menjadi indikasi ada sesuatu dibalik kenaikan yang cukup tinggi tersebut. Sehingga aksi spekulatif akan dilakukan karena kenaikan saham tanpa ada dasar yang jelas.

Dengan kondisi tersebut, BEI meminta investor untuk memperhatikan jawaban Perseroan atas permintaan konfirmasi Bursa. Investor juga diminta untuk mencermati kinerja Perseroan dan keterbukaan informasinya. Perseroan juga diminta untuk mengkaji kembali rencana aksi korporasinya jika belum mendapat persetujuan RUPS. “Nantinya setelah disuspensi, harga sahamnya akan berpotensi terkoreksi setelah diperbolehkan diperdagangkan lagi. akibatnya, saham akan cenderung melemah”, kata dia. (nurul)

 

 

BERITA TERKAIT

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…