NERACA
Di era globalisasi ini, sudah sangat banyak universitas di berbagai negara yang dengan senang hati menerima mahasiswa dari luar negaranya sendiri. Calon mahasiswa pun banyak yang ingin memperoleh pendidikan lanjutan di luar negeri karena kualitasnya dianggap lebih baik.
Namun, apa yang pertama kali terpikirkan dalam benak ingin melanjutkan menuntut ilmu di luar negeri? Pastinya, yang pertama kali terpikir adalah besarnya biaya pendidikan dan biaya hidup. Apalagi dengan adanya gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar AS.
Ya, pada umumnya, calon mahasiswa yang akan belajar ke negara lain diwajibkan untuk membayar biaya-biaya sesuai dengan mata uang negara tersebut, atau setidaknya mata uang internasional. Perlu diingat bahwa mata uang asing dapat berubah nilainya tiap waktu bila dibandingkan dengan rupiah. Perubahan itu biasanya akan meningkat.
Berbeda dengan pelajar yang beruntung mendapatkan beasiswa. Mereka tidak perlu bersusah payah memikirkan biaya menuntut ilmu dan biaya hidup. Pastinya, mereka pun bisa melanjutkan belajar dengan tenang, tanpa adanya gangguan ekonomi.
Namun, ketakutan tentang biaya kuliah yang mahal tidak lagi menyurutkan minat pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk meneruskan pendidikan ke China. Hal itu terlihat dari keberangkatan ratusan pelajar dan mahasiswa melalui Beijing Language & Culture Institute (BLCI) Mangga Dua Square, ke China, sejak akhir Agustus dan awal September ini
Universitas-universitas yang menjadi tujuan para pelajar adalah Harbin Institute Technology, Shanghai University Finance Economics, Hongkong University SPACE di kota Suzhou, Northeast Normal University di kota Changchun, Xian Jiaotong Liverpool University di Kota Suzhou
Dalam keterangan persnya di Jakarta belum lama ini, Direktur BLCI, Samuel Wiyono mengungkapkan pelajar dan mahasiswa yang berangkat itu tetap menilai China sebagai tempat terbaik untuk menimba ilmu di luar negeri dengan biaya terjangkau.
\"Bahkan karena banyaknya siswa yang diberangkatkan, kami membagi dalam beberapa kelompok penerbangan,\" kata Samuel yang juga pengatur keberangkatan pelajar dan mahasiswa Indonesia itu dalam beberapa kloter.
Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Malang, Bali, Makassar dan Medan. Kloter terakhir akan berangkat akhir September ini. Tiap kloter rata-rata terdiri dari sekitar 50-60 pelajar dan mahasiswa.
Selain bahasa Mandarin, pelajar dan mahasiswa dari Indonesia itu juga akan menempuh pendidikan S1 maupun S2, di kota-kota besar China seperti Ningbo, Hangzhou, Chengdu, Chongqing, Guangzhou, Nanning, Nanchang, Wuhan, Shanghai, Beijing, Nanjing, Qingdao, Beijing, Shenyang, bahkan Jinzhou dan Harbin.
\"Untuk memberi kenyamanan kepada mereka, sejak sembilan tahun lalu kami mengantar dan mendampingi para pelajar dan mahasiswa Indonesia sampai ke kampus dan asrama masing-masing di China,\" ujar dia.
Perlengkapan sekolah adalah hal yang sangat penting untuk disiapkan setelah libur panjang, salah satunya setelah libur Lebaran. Banyak persiapan yang perlu…
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali mengungkapkan pandangannya terkait game-game yang sering dimainkan kalangan anak-anak. Menurut lembaga tersebut, sudah seharusnya…
Setelah libur panjang Hari Raya Idul Fitri, baik pelajar maupun mahasiswa harus kembali ke aktivitas normal di sekolah maupun…
Perlengkapan sekolah adalah hal yang sangat penting untuk disiapkan setelah libur panjang, salah satunya setelah libur Lebaran. Banyak persiapan yang perlu…
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali mengungkapkan pandangannya terkait game-game yang sering dimainkan kalangan anak-anak. Menurut lembaga tersebut, sudah seharusnya…
Setelah libur panjang Hari Raya Idul Fitri, baik pelajar maupun mahasiswa harus kembali ke aktivitas normal di sekolah maupun…