Penerimaan Pajak Belum Maksimal

NERACA

Jakarta – Penerimaan perpajakan di Indonesia disinyalir belumlah maksimal. Tax ratio Indonesia terhadap Produk DOmestik Bruto (PDB) hanya 12,3%. Dalam lima tahun terakhir, tax ratio Indonesia tidak pernah lebih dari 14%. Dengan kondisi demikian, maka tax ratio Indonesia berada di bawah negara-negara dengan perekonomian setara Indonesia.

Menurut peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Lukman Hakim, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sangat mungkin untuk mendapatkan penerimaan pajak yang lebih besar dari yang ditargetkan pada 2014. “Dengan asumsi PDB 2014 sebesar Rp10 ribu triliun dan tax ratio meningkat menjadi 14,5%, maka pendapatan dari pajak sebesar Rp1.450 triliun. Ditambah dengan memaksimalkan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), Indonesia bisa tidak lagi berutang dan tidak perlu mengambil kebijakan defisit anggaran,” kata Lukman di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ketua Komite Tetap Perpajakan Kadin Indonesia Prijohandojo Kristanto menyampaikan hal yang sama, agar penerimaan pajak dimaksimalkan. Ditjen Pajak bisa lebih kreatif dalam mengeksplorasi Wajib Pajak baru. Menurutnya, penerimaan negara dari pajak bisa sepuluh kali lebih besar dari yang sekarang.

 “Pajak kita baru 10% dari total yang bisa didapat. Kalau mau dikejar bayar pajak bisa 10 kali yang kita terima. Banyak orang tidak bayar kok dan kelihatan jelas sekali,” kata Prijo

Jumlah Wajib Pajak yang membayar pajak, lanjut Prijo, tidak bertambah dari 600 ribu Wajib Pajak. Padahal peluang untuk menambah Wajib Pajak baru bisa dilakukan, asalkan ada kesadaran yang dimulai dari Direktorat Pajak, misalkan adanya perbaikan sistem.

“Yang dari dulu belum jalan sejak zaman Sri Mulyani dan Pak Agus (Menkeu) adalah masalah sengketa pajak. Jadi si pemeriksa pajak itu karena dibebani target untuk menemukan salah maka banyak yang terlalu kreatif, yang mestinya tidak kena pajak menurut dia jadi kena pajak, pengusahanya tidak mau bayar, lalu mengajukan keberatan, keberatan ditolak masuk kepengadilan pajak karena hakimnya takut memutuskan jadi numpuk Mahkamah Agung,” jelas Prijo.

Lebih lanjut ia mengajak Direktorat Pajak untuk mengejar Wajib Pajak baik badan maupun pribadi yang belum membayar pajak dan menggunakan preman untuk melindungi. Dia juga menyarankan agar Dirjen Pajak Fuad Rahmany dapat meniru upaya yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan dan juga Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Basuki Purnama yang dianggap mampu mengatasi ancaman preman guna merealisasikan tujuannya.

“Pak Jonan (Dirut KAI) saja bisa melawan preman. Pak Ahok dan Jokowi juga bisa melawan preman. Kenapa Dirjen Pajak tidak mau ngelawan preman, masak tidak ada caranya melawan mereka. Banyak contoh-contohnya. Tapi kalau penakut ya apa boleh buat, tidak akan pernah mencapai target,” tukas Prijo.

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Sukiatto Oyong juga mengatakan tingkat rasio kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih rendah, padahal 80% penerimaan negara mengandalkan pajak. Oleh karena itu pajak dinilai menjadi satu komponen atau isu yang sangat penting yang harus ditangani pemerintah.

Konsultan pajak, kata Oyong, memiliki peran dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak dengan melakukan edukasi dan sosialisasi kepada para Wajib Pajak yang juga menjadi kliennya. Untuk itu dia ingin supaya Ditjen Pajak meningkatkan peranan Konsultan Pajak resmi yang tergabung dalam IKPI memberi masukan dalam pembuatan atau perubahan regulasi dibidang pajak sehingga penerapannya bisa berjalan dengan baik.

 “Kita punya peranan penting sebagai mitra yang baik bagi pemerintah, dimana wajib pajak menjadi patuh sehingga akan berimbas pada peningkatan pendapatan negara dari pajak. Sejauh ini kemitraan dengan Ditjen Pajak sudah berjalan baik tapi kita berharap bisa ditingkatkan,” kata Oyong. Mengenai eksplorasi Wajib Pajak baru, Ditjen Pajak pernah mengatakan bahwa hal tersebut telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan menerapkan Pajak UKM yang aturannya keluar tahun ini. [iqbal]

BERITA TERKAIT

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…