Berhasilkah BI Stabilkan Rupiah?

Sepekan setelah liburan panjang lebaran, harga saham dan mata uang rupiah anjlok akibat guncangan eksternal berupa ketidakpastian kapan Bank Sentral AS (The Fed) akan mengurangi atau bahkan mengakhiri kebijakan stimulusnya.

Ya, perekonomian dunia telah memasuki era globalisasi yang memberikan pengaruh besar terhadap pergerakan modal asing yang masuk ke dalam pasar keuangan di negera-negara berkembang. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan situasi investasi yang kondusif, setiap negara meningkatkan efisiensi di pasar modal serta menciptakan macroeconomic soundness yang sehat.

Perubahan pada iklim makro sangat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan investasi. Paling tidak ada tiga faktor yang dikelompokkan dalam faktor makro ekonomi, yaitu indikasi ekonomi agregat, tingkat inflasi dan suku bunga.

Terkait hal tersebut, Bank Indonesia telah resmi bergabung dalam “pesta pelonjakan suku” pasar-pasar berkembang setelah menaikkan suku kebijakan utama dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI). Beberapa waktu lalu, suku kebijakan benchmark juga meningkat diluar dugaan. Dari 50bps menjadi 7%, tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Kebijakan Bank Indonesia tidak jauh berbeda dengan langkah yang diambil Brazil. Keduanya bertujuan untuk mengurangi inflasi dan aliran keluar modal. Pertanyaannya adalah apakah kebijakan “berani” tersebut mampu menstabilkan Rupiah yang terus mengalami depresiasi?

Berfokus pada melonjaknya suku bunga Indonesia, Pendiri dan CEO firma Mario Sant Singh menuturkan, A.S mengumumkan berita baik perihal GDP Q2-nya, dimana pertumbuhan mencapai 2,5%. Bersama dengan data ekonomi 2013 yang telah diumumkan sampai saat ini, terdapat indikasi bahwa Quantitative Easing (QE) akan dilaksanakan secepat-cepatnya 20 hari dari sekarang.

Dalam skenario ini, lanjut dia, peningkatan suku tidak cukup untuk melambatkan aliran modal keluar jika keadaan umum perekonomian kurang sehat (pertumbuhan lambat dan inflasi tinggi). Data inflasi terbaru Indonesia menunjukkan peningkatan sebesar 8,61% YoY, tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, Rupiah meroket sebagai reaksi atas kebijakan moneter Bank Indonesia untuk menstabilkan pasar modal. Namun, volatilitas mata uang di pasar berkembang yang menyebar dari India beberapa waktu terakhir menyatakan bahwa masih banyak yang harus diselesaikan.

Selain itu, Bank Indonesia juga memindahkan dana ke instrumen lain dengan menurunkan periode tahan sertifikat utang State Bank of India (SBI) menjadi 1 bulan dari 6 bulan. Selain itu, tukar guling 2 tahunnya jatuh tempo bersamaan dengan perpanjangan kontraknya dengan Jepang.

Apapun kebijakan Bank Indonesia untuk mengurangi depresiasi Rupiah seakan belum memadai. Federal Reserve masih mendikte penentuan arah. Berbekal pengetahuan tersebut, penguatan perekonomian A.S memberi tekanan besar terhadap banyak mata uang pasar berkembang.

Sepertinya sudah tidak terelakkan jika negara pasar berkembang menerima imbasnya. Uang panas meningkatkan ekuitas mereka 150% dari titik terendah di 2009 ke puncaknya di 2011. Tetapi kebanyakan dana tersebut tidak begitu memahami dasar-dasar perekonomiannya. Hal ini berarti mereka sangat spekulatif dan hanya bertahan sebentar selama kebijakan tidak berubah.

Pertumbuhan China dipastikan turun dan dapat dipastikan bahwa pemerintahan barunya tidak tertarik menawarkan paket stimulus besar-besaran. Respons kebijakan yang relative buruk oleh kebanyakan pasar berkembang gagal mengimbangi dampak negatif penarikan stimulus A.S. Dengan ketiadaannya katalis pendukung pasar-pasar tersebut, kita dapat beranggapan bahwa mata uang mereka akan terus lemah untuk waktu lama.

“Maka, kita akan melihat Rupiah tetap lemah dan kita akan terus mencari peluang untuk menjual begitu Rupiah melakukan rebound, mengingat momentum perlambatan Quantitative Easing (QE) Federal Reserve tidak akan meneruskan tren apresiatif terhadap mata uang ASEAN. Pasangan USD/IDR mungkin akan mendapat dukungan disekitar level 10560, 50% level Fibo dari 2008 hingga 2011, sedangkan level 11760 akan memberikan sedikit resistensi,” kata Mario 

BERITA TERKAIT

Di Tengah Ancaman Boikot, Danone Terus Disoal

Nama perusahaan multinasional asal Prancis, Danone terus bikin geger. Danone dan banyak perusahaan multinasional lainnya  dikecam di seluruh dunia karena aktif…

Khong Guan Luncurkan Biscuits House di KidZania

Memperkenalkan lebih dekat lagi biskuit Khong Guan kepada anak-anak sejak dini sebagai biscuit legendaris di Indonesia, Khong Guan Group Indonesia…

KUR, Energi Baru Bagi UKM di Sulsel

Semangat kewirausahaan tampaknya semakin membara di Sulawesi Selatan. Tengok saja, berdasarkan data yang dimiliki Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel,…

BERITA LAINNYA DI Peluang Usaha

Di Tengah Ancaman Boikot, Danone Terus Disoal

Nama perusahaan multinasional asal Prancis, Danone terus bikin geger. Danone dan banyak perusahaan multinasional lainnya  dikecam di seluruh dunia karena aktif…

Khong Guan Luncurkan Biscuits House di KidZania

Memperkenalkan lebih dekat lagi biskuit Khong Guan kepada anak-anak sejak dini sebagai biscuit legendaris di Indonesia, Khong Guan Group Indonesia…

KUR, Energi Baru Bagi UKM di Sulsel

Semangat kewirausahaan tampaknya semakin membara di Sulawesi Selatan. Tengok saja, berdasarkan data yang dimiliki Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel,…