TIGA PERUSAHAAN KUASAI KUOTA IMPOR 66,33% - Kemendag Dituding \"Beking\" Kartel Kedelai

NERACA

Jakarta - Hasil investigasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menunjukkan tiga dari 14 perusahaan importir kedelai melakukan praktik kartel dalam perdagangan. Ketiga perusahaan dimaksud adalah PT FKS Multi Agro, PT Gerbang Cahaya Utama, dan PT Budi Semesta Satria. Fakta ini membuat Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendapat tudingan telah membiarkan kartel impor kedelai merajalela di negeri ini.

“Kuota seperti ini menjurus ke arah kartel. Kementerian Perdagangan tidak transparan. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Bachrul Chairi), saya tanya menjawab tidak tahu. Begitu pula dengan KPPU, juga tidak tahu. Artinya, pemerintah mendorong terjadinya kartel impor kedelai,” tegas ekonom yang juga anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) Prof Dr Didiek J. Rachbini di Jakarta, Selasa (10/9).

Didik mengungkapkan, PT FKS Multi Agro menguasai kuota sebanyak 210.600 ton atau 46,71% dari total kuota impor kedelai. Sementara PT Gerbang Cahaya Utama memiliki kuota sebanyak 46.500 ton atau 10,31%, dan PT Budi Semesta Satria menguasai kuota sebanyak 42 ribu ton atau 9,31%. Dengan demikian, ketiga importir kedelai tersebut menguasai 66,33% kuota impor kedelai atau setara 299.100 ton.

“Kalau yang menguasai impor (PT FKS Multi Agro) menutup gudangnya satu minggu saja, maka harga akan membumbung,” tambahnya. Namun begitu, lanjut Didik, dalam jangka pendek terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan dengan data dominasi kuota impor tersebut. Pertama, pemerintah perlu memanggil perusahaan-perusahaan yang telah diberikan kuota impor kedelai, lalu diminta untuk keluarkan stok yang ada.

Kedua, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perlu masuk untuk melakukan investigasi. Ketiga, DPR perlu memanggil Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, untuk menjelaskan bagaimana kuota impor kedelai bisa didominasi segelintir pihak sehingga mendorong terjadinya kartel.

Hasil investigasi Indef juga memperlihatkan, ada 14 perusahaan yang memiliki legalitas untuk mendapatkan izin impor kedelai, tetapi kuota 11 perusahaan di luar tiga perusahaan dengan kuota terbesar ini, sangatlah kecil. Selain itu, terdapat tiga perusahaan lainnya yang masuk dalam kelompok importir kedua dengan kuota impor sebesar 4%-5%.

Dalam kelompok importir ketiga pun terdapat empat perusahaan yang memiliki izin kuota impor masing-masing antara 2%-3%. Sedangkan kelompok importir keempat terdiri dari tiga perusahaan yang memiliki kuota impor di bawah 2%.

Sementara, Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) hanya mendapatkan izin kuota impor kedelai sebesar 20 ribu ton atau 4,44% dari total kuota impor kedelai. Jatah Bulog ini, dinilai Didik, terlalu kecil untuk mengadakan buffer stock atau penyangga pangan guna mencegah tidak stabilnya harga.

Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, mengatakan, indikasi terjadinya praktek kartel kedelai sangat kental. Dia pun menyetujui jika terjadi lonjakan harga internasional dan pelemahan rupiah terhadap dolar AS membuat harga kedelai impor meningkat. Akan tetapi, peningkatan harga saat ini terlalu besar sehingga tidak masuk akal.

“Perkembangan harga kedelai itu relatif stabil. Tidak ada gejolak harga yang berarti. Memang ada penurunan produksi dari negara pemasok utama impor kita, AS. Terjadi perubahan anomali iklim sehingga harga menjadi naik dari bulan Juni ke bulan Juli sebesar 17%. Tapi bulan Juli ke bulan Agustus justru menurun. Bulan Juli harganya sebesar US$577 per ton dan Agustus US$524 per ton,” jelas Enny.

Dalih Pemerintah

Akan tetapi, ujar dia, hal itu sangat berbeda di lapangan di mana terjadi lonjakan harga lebih dari 30%. Pada Juli-Agustus, harga kedelai tiba-tiba melejit dari Rp6.000 menjadi Rp8.500 per kg. Di awal September, harga kedelai semakin tinggi hingga menyentuh Rp9.500, bahkan tembus Rp10 ribu per kg di beberapa daerah.

Oleh karena itu, Enny menyimpulkan faktor utamanya bukan karena perubahan harga di level internasional, tetapi kentalnya indikasi permainan harga oleh beberapa perusahaan yang mendominasi kuota impor.

“Bahwa kenaikan harga internasional menjadi trigger itu betul. Tetapi bukan itu akar masalahnya. Persoalan fundamentalnya adalah kita sangat bergantung impor. Di mana 70% konsumsi dalam negeri dipasok dari impor. Itu karena kedelai kita dibuat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri akibat kesalahan kebijakan,” jelas Enny.

Padahal, lanjut Enny, Indonesia mampu untuk mengembangkan kedelainya sendiri. Dia menilai letak permasalahan bukan pada ketersediaan lahan. Namun pemerintah selalu berdalih lahan di Indonesia terbatas dan sulit sekali melakukan ekspansi lahan pertanian.

“Banyak lahan petani yang dibiarkan menganggur karena tidak ada insentif pendapatan akibat tekanan rendahnya harga jual kedelai yang tidak sebanding dengan biaya produksi,” terangnya.

Dari sisi varietas, misalnya, Enny mengatakan bahwa Indonesia mampu untuk mengembangkan varietas yang mempunyai produktivitas tinggi. Dia menjelaskan, produktivitas kedelai di Indonesia saat ini adalah 1,3 ton per ha, jauh di bawah produktivitas kedelai di AS, yaitu 2,7 ton per ha.

Untuk mengembangkan kedelai dengan kualitas bagus, maka pemerintah harus menjamin stabilitas harga kedelai lokal. Jangan sampai petani yang sudah berinvestasi cukup besar dengan menanam kedelai, lantas ketika panen harga jualnya tidak bisa menutupi biaya produksi yang telah dikeluarkan.

Alhasil, petani pun ogah untuk menanam kedelai, bahkan mungkin beralih profesi. “Kalau pemerintah serius mengembangkan dan fokus, maka produktivitas kedelai kita jauh di atas AS. Beberapa varietas kita produktivitasnya lebih dari 3 ton per ha misalnya di daerah Wilis, Slamet, Mahameru, Baluran, Pandeman, dan Jumbo. Kita mampu membuat benih yang produktivitasnya tinggi,” pungkas Enny.

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…