Program Hilirisasi Mineral Dinilai Berantakan - Pemerintah Tidak Tegas Pada Industri Tambang Asing

 

NERACA

 

 

Jakarta - Sejumlah kalangan pengamat dan anggota DPR meragukan program hilirisasi tambang mineral di 2014 akan berhasil. Pasalnya Hingga saat ini pemerintah belum juga berhasil memaksa perusahaan tambang asing termasuk Freeport dan Newmont untuk membangun instalasi pemurnian bahan tambang alias smelter. Dua perusahaan dari Amerika Serikat yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara keberatan karena ketentuan ini merugikan mereka.

Manajer Penggalangan Dukungan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Andika merasa heran dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak pernah tegas menindak perusahaan asing tersebut. Bahkan dia menyebut wajah pertambangan Indonesia sama saja dengan zaman penjajahan atau kolonial.

\"Wajah pertambangan kita belum ada perubahan bahkan dari fase fase kolonial. Belum ada perubahan signifikan. Itulah saya heran kepada SBY, sebetulnya tidak ada harapan lagi pada SBY ini. Kita butuh kebijakan komitmen yang tinggi tegas,\" ucap Andika di Jakarta, Rabu (4/9).

Dia menilai pemerintah tidak pernah konsisten dengan apa yang mereka katakan. Pembangunan smelter jelas merupakan amanat Undang Undang pertambangan. Namun perusahaan asing menolak menjalankan amanat tersebut dan tidak ada tindakan nyata dari pemerintah.

\"Pemerintah selalu inkonsisten dengan peraturan perundangan regulasi pertambangan. Ketika ada isu pembatasan ekspor mewajibkan membangun smelter. Freeport menolak pertama membangun smelter di Indonesia dan tidak ada tindakan,\" tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis mengungkap kalau bobroknya fundamental ekonomi Indonesia akhir-akhir ini tidak lepas dari lemahnya pengembangan industri olahan nasional. Contoh yang paling jelas adalah implementasi kebijakan hilirisasi industri yang jauh dari harapan.

“Bisa dikatakan hilirisasi ini sudah berantakan, karena tidak ada ketegasan. Kita sinyalir ada ‘main mata’ antara pengambil kebijakan dan pengusaha industri hulu dan tambang. Makanya tarik ulur terus dan tidak ada yang jadi ini barang. Kementerian ESDM harus tegas terhadap pengusaha/investor tambang. Sebab ini domainnya,” ujar Harry.

Harry mengatakan, batas waktu implementasi Undang-Undang Minerba (Pertambangan Mineral dan Batubara) No 4 Tahun 2009 tidak lagi dalam hitungan tahun bahkan hanya 4 bulan waktu tersisa. Dalam UU itu, pengusaha tambang secara khusus sudah harus memulai operasional pabrik pengolahan atau smelter hasil tambang paling lambat 12 Januari tahun 2014.

Pasal 170 UU Minerba menyebutkan, pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU diberlakukan. Dengan UU Minerba diundangkan pada 12 Januari 2009, maka paling lambat pada 12 Januari 2014, pengusaha tambang sudah memulai operasional smelter-nya.

Terancam Berantakan

 Wakil Ketua Komisi VI Fraksi Partai Golkar, Airlangga Hartanto kebijakan ini terancam berantakan. Sebab, fisik pabrik yang dinantikan tak kunjung kelihatan. Senada dengan Harry, Airlangga mengatakan tidak mungkin pembangunan smelter dapat disulap dalam empat bulan ke depan.    Menurut Airlangga, proyek pembangunan smelter, membutuhkan waktu tiga tahun. Jika dimulai dari 2014, tentunya akan membutuhkan waktu yang lebih lama lagi.

Dia melihat, tidak ada keseriusan pemerintah membantu dunia usaha atau pengusaha tambang untuk menyelesaikan berbagai kendala seperti minimnya biaya investasi, rendahnya produksi biji mineral tambang, belum adanya jaminan pasokan listrik, minimnya infrastruktur transportasi, dan belum adanya teknologi yang mumpuni untuk membangun smelter.

“Peraturan yang saat ini ada belum tepat untuk mendukung dunia usaha. Ini artinya pemerintah melakukan pembiaran,” ujar Airlangga.

Airlangga mendesak pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral agar tegas memberlakukan hilirisasi industri ini dengan baik. “Sesegera mungkin agar ground breaking segera dimulai,” ujar Airlangga. Dia mengatakan, program ini dapat memberikan nilai tambah ekspor, lapangan pekerjaan, dapat memperkuat neraca perdagangan yang mengalami defisit  sebesar US$ 1,33 miliar di tahun 2012.

Namun Menteri Perindustrian MS Hidayat kembali menyindir perusahaan tambang, khususnya asing yang berkukuh menolak aturan membangun smelter. Dua perusahaan yang selama ini ngotot keberatan dengan implementasi UU Nomor 4 Tahun 2009 soal larangan ekspor bahan mentah adalah PT Freeport Indonesia dan PT Newmont.

Hidayat mengaku sempat mendengar ada ancaman aneh-aneh dari perusahaan asing itu. Semisal, jika hilirisasi diwajibkan tahun depan, akan banyak operator tambang memilih hengkang dari Indonesia.\"Saya sempat dengar pernyataan, aturan (hilirisasi) akan membuat banyak perusahaan keluar, saya persilakan Anda meninggalkan Indonesia, jika itu memang harga yang harus Anda bayar untuk melawan hukum,\" ujar Hidayat, sebelumnya.

Waktu itu, PT Freeport ngotot meminta pemerintah memberi dispensasi khusus bagi mereka agar tidak 100 % melaksanakan hilirisasi pada 2014. Alasannya, sampai tahun depan mereka baru bisa mengolah 40 % tembaga dan emas di dalam negeri. Sisanya masih mengandalkan smelter luar negeri. Adapun, kerja sama Freeport dengan mitra lokal untuk mengolah 60 % sisanya, baru bisa dilaksanakan 3 tahun lagi.

Menperin menegaskan, tidak ada hak khusus bakal diberikan pada Freeport, maupun Newmont yang juga sudah mengisyaratkan ogah mengikuti aturan. \"Tidak ada perusahaan di Indonesia yang dapat privilege untuk menentang UU, termasuk Freeport dan Newmont,\" tegasnya.

Kalaupun nanti, produksi tambang turun karena hilirisasi, pemerintah akan mempertimbangkan kebijakan alternatif. Namun Hidayat mengingatkan Freeport dan Newmont agar menunjukkan itikad baik menaati aturan pemerintah untuk mengolah konsentrat tambang di dalam negeri.\"Pokoknya harus ada goodwill untuk menaati UU, dan memulai upaya (hilirisasi), kalaupun pada 2014 masih ada stok tersisa belum bisa diproses, tapi itu dibicarakan nanti. Yang jelas kami ingin melihat semua perusahaan commited tidak mengekspor bahan mentah,\" tegasnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…