Obat Krisis Belum Mujarab

NERACA

Jakarta - Direktur International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE) Iman Sugema mengatakan kebijakan yang diberikan pemerintah dalam empat paket kebijakan belum mengobati krisis ekonomi yang saat ini sedang berlangsung. “Obat yang diberikan pemerintah itu belum mujarab. Kita butuh kebijakan yang saat ini langsung bisa terasa,” kata Iman di Jakarta, Rabu (28/8). Menurut dia, saat ini Indonesia sudah berada di tengah-tengah krisis, bukan lagi menjelang masuk krisis, tetapi sudah berada di tengah. Pelemahan rupiah sudah terjadi sejak 22 bulan yang lalu, tetapi tidak ada kebijakan konkret yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi pelemahan rupiah selama hampir dua tahun.

Rupiah melemah secara persisten sejak 22 bulan lalu, dari nilai tukar Rp8.500 per dolar AS sampai Rp11 ribu per dolar AS. Kita di tengah-tengah krisis, yaitu krisis neraca pembayaran. Kalau tidak sadar juga, selamat tinggal SBY,” kata Iman. Pemerintah dalam paket kebijakannya mengambil langkah menurunkan impor migas dengan meningkatkan porsi biodiesel dalam porsi biosolar. Pada saat ini, pemanfaatan biodiesel sebagai sumber energi baik untuk kendaraan bermotor maupun industri adalah sebesar 669 ribu kL dari total penggunaan solar sebesar 35 juta kL. Hal ini berarti porsi biodiesel di dalam biosolar baru mencapai 1,91%.

Dalam rangka mengurangi impor solar, pemerintah telah menetapkan kebijakan berupa peningkatan porsi biodiesel dalam biosolar menjadi 10%, atau setara dengan 3,5 juta kL biodiesel. Untuk memenuhi kebutuhan biodiesel sebesar 3,5 juta kL, dapat dipenuhi dari dalam negeri karena kapasitas terpasang saat ini sebesar 5,6 juta kL. Dengan adanya kebijakan ini, Pemerintah mengklaim akan terjadi penghematan devisa impor solar sebesar US$2,8 miliar.

Namun, menurut Iman, kebijakan tersebut akan lama untuk dapat diaplikasikan. “Kita butuh kebijakan yang betul-betul ces pleng membuat ekspektasi pasar baik. Sedangkan kebijakan biodiesel itu mungkin baru 2-3 tahun terelisasi. Jadi kebijakan itu bagus, tapi tidak relevan dengan kondisi sekarang,” kata Iman. Selain kebijakan penggunaan biodiesel, Pemerintah juga mengambil kebijakan pemberian insentif pajak untuk membantu likuiditas keuangan Wajib Pajak industri tertentu, yaitu Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki, furnitur, dan/atau mainan anak-anak, yang tidak melakukan program pengurangan pegawai. Sedangkan mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Kwik Kian Gie berujar kalau kebijakan itu tidak akan berarti besar. “Memang kebijakan insentif pajak itu akan berdampak cepat, tetapi tidak membantu banyak,” kata Kwik. [iqbal]

BERITA TERKAIT

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

Pemerintah Komitmen Percepat Pengembangan Ekonomi Digital

    NERACA Jakarta – Pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi digital sebagai pilar strategis transformasi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

Pemerintah Komitmen Percepat Pengembangan Ekonomi Digital

    NERACA Jakarta – Pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi digital sebagai pilar strategis transformasi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh…