Oleh: Ahmad Nabhani
Wartawan Harian Ekonomi NERACA
Pintar atau bodoh, rajin atau malas, semua digaji sama. Itulah pandangan negatif terhadap kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia. Besarnya anggaran negara yang tersedot hanya untuk belanja pegawai dan perjalanan dinas sehingga membuat anggaran negara ini tidak berkualitas.
Menjawab kondisi tersebut, banyak hal yang dilakukan pemerintah dengan melakukan reformasi birokrasi guna menciptakan pelayanan yang berkualitas. Toh kondisi tersebut tidak menjadikan pelayanan terhadap masyarakat lebih baik. Rupanya persoalan sistemik pegawai negeri di Indonesia sudah berkarat dan hasilnya, pegawai negeri kita maunya dilayani dan bukan melayani.
Kendati tidak semuanya pegawai negeri memiliki kinerja yang buruk, namun masyarakat lebih menilai negatif tentang pegawai negeri di Indonesia. Alasannya, mulai dari perekrutannya tidak jujur dengan memakai duit hingga minimnya pelatihan dan persoalan birokratis tugas yang diemban.
Terbatasnya lapangan kerja, menjadi alasan utama para lulusan perguruan tinggi berlomba-lomba untuk menjadi pegawai negeri. Berbagai macam carapun dilakukan, baik itu dengan jalur kekeluargaan ataupun sogokan. Postur negara ini dinilai terlalu besar dengan jumlah pegawai negerinya ketimbang membuat lapangan pekerjaan swasta.
Maka apa yang akan dilakukan Menkeu Agus Martowardojo untuk moratorium perekrutan pegawai negeri dan pensiun dini bagi mereka yang tidak produktif perlu direspon positif. Selain bisa menghemat pengeluaran anggaran pegawai, konon di klaim mampu menghemat anggaran hingga 50%.
Berdasarkan laporan Ditjen Perbendaharaan negara., ada 2000 pegawai yang bisa ditawari pensiun dini. Pasalnya, kesemuanya merupakan lulusan SMA dan sudah tidak bisa dibina dan latih lagi.
Hal yang perlu dikritisi, langkah pensiun dini harus diberlakukan juga terhadap pegawai yang tidak mampu bekerja maksimal dan melakukan pelanggaran. Artinya, tidak semata berdasarkan penilaian tingkat pendidikan semata. Bila perlu mereka yang melakukan pelanggaran langsung dipecat tanpa lagi harus menunggu ketetapan keputusan pengadilan.
Sudah saatnya pengelolaan human capital di lingkungan pemerintahan meniru sistem di perusahaan swasta dengan menjunjung tinggi good corporate governance, menegakkan displin secara serius, bukan setengah hati.
Suka tidak suka pembenahan soal pegawai negeri membutuhkan waktu yang lama, karena kondisi ini sudah mengakar sejak bertahun lamanya. Bila sudah benar, maka melakukan pensiun juga perlu dilakukan secara ketat dan hati-hati serta memperhitungkan potensi permasalahan sosial seperti tingkat pengangguran.
Tentunya kita sepakat persoalan masalah pegawai negeri tidak menjadi penyelesaian yang tambal sulam, menciptakan kualitas anggaran negara yang efisien tetapi belum menyelesaikan dampak yang ada.
Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…
Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…
Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…
Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…
Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…
Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…