Tarik US$ 100 Miliar dari Manca Negara - Jinakan Dolar AS, "Duit Indonesia" Harus Dipaksa Mudik

NERACA

Jakarta – Pemerintah harus menarik “Uang Indonesia” yang berada di manca negara untuk memperkuat cadangan devisa nasional. Tak kurang dari US$ 100 miliar bisa “dipaksa” mudik ke tanah air dengan iming-iming pengampunan pajak dan pemberian insentif.

Menurut Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani, jika Pemerintah ingin melakukan penarikan dana Indonesia di luar negeri, maka tidak bisa dilakukan pemaksaan, yang bisa dilakukan adalah dorongan.

“Pemerintah harus berpikir bagaimana agar pengampunan pajak dapat menarik mereka yang mempunyai dana di luar untuk memindahkan dananya masuk ke Indonesia. Juga harus berpikir insentif apa yang bisa diberikan oleh Pemerintah kepada mereka. Membuat mereka tertarik,” jelas Aviliani kepada NERACA, Rabu (20/8).

Namun, lanjut Aviliani, penarikan uang dari luar adalah cara ketiga untuk meredam pelemahan rupiah terhadap dolar. Cara pertama yang efektif untuk dilakukan adalah dengan melakukan restrukturisasi utang luar negeri swasta.

“Restrukturisasi utang adalah cara yang paling mungkin. Utang swasta itu jangkanya pendek-pendek, perlu dilakukan restrukturisasi untuk menolong pelemahan rupiah,” jelas dia.

Langkah kedua adalah dengan mengundang para sekuritas dan pengusaha di sektor riil untuk duduk bersama dan menghilangkan persepsi buruk yang dapat mendorong pelemahan rupiah. “Ini sudah mulai dilakukan Pemerintah,” ujar Aviliani.

Sampai Rabu sore (20/8), nilai mata uang rupiah masih terus melemah menuju level Rp11.000 per dolar AS seiring dengan sentimen dari internal dan eksternal yang cenderung masih negatif. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu sore, bergerak melemah sebesar 215 poin menjadi Rp10.945 dibanding sebelumnya di posisi Rp10.730 per dolar AS.

Kepala Ekuitas dan Penelitian PT Bahana Securities, Harry Su mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah akibat adanya rencana The Fed yang akan mengurangi stimulus keuangannya dan kondisi makro ekonomi di dalam negeri. \"Pemerintah diharapkan menjaga \'current account\' atau transaksi berjalan yang masih defisit,\" kata dia.

Dia berharap mata uang dalam negeri dapat kembali menguat sehingga perusahaan yang memiliki utang dalam kurs dolar AS juga tidak terimbas pada kinerjanya. \"Kita harapkan rupiah dapat menguat kembali. Kami prediksi akan berada di level Rp 10.300 pada akhir tahun ini,\" ujar dia.

Sementara itu, Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih menambahkan tekanan pelemahan rupiah masih berlanjut dan memasuki level yang semakin rawan. “Namun, pelemahan sudah mendekati level batas atas yang dapat dikatakan sebagai level titik-balik menuju penguatan,\" kata dia.

Saat ini, imbuhnya, investor sedang menanti keluarnya notulensi \"beige book\" pertemuan the Fed pada 30-31 Juli lalu. Notulensi tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai rencana kebijakan penurunan stimulus the Fed terkait dengan waktu dan besarannya. “Sekitar 65% dari analis memperkirakan the Fed akan mengurangi stimulus ke­uangannya sebesar US$ 10 miliar menjadi US$75 miliar per bulan pada tahap awal, dari posisi saat ini sebesar 85 miliar dolar AS per bulan,\" kata dia.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari Rabu ini, tercatat mata uang rupiah melemah menjadi Rp10.723 dibanding sebelumnya di posisi Rp10.504 per dolar AS.

Dalam kesempatan itu, Aviliani mengatakan pemerintah sebaiknya mengajak pengusaha untuk membicarakan pelemahan nilai tukar rupiah karena sektor riil sangat berpengaruh.

“Jangan hanya rapat dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) saja karena hanya bicara soal moneter tapi yang harus dibicarakan sektor riil yaitu dengan mengajak pengusaha,” ujar Aviliani.

Menurut dia banyak uang para pengusaha tidak terdeteksi oleh pemerintah dan Bank Indonesia, karena uangnya mereka itu diluar. \"Bagaimana misalnya mereka diminta uangnya masuk tapi apa jaminannya. Ini ketika krisis atau mendekati krisis orang itu kecenderungannya mengajak duduk bersama pelaku ekonomi bukan sektor keuangan tapi sektor rill, ini menurut saya yang mesti dilakukan pemerintah,\" ujar dia.

Di tempat terpisah, ekonom International Center for Applied Finance and Economics (InterCafe) Iman Sugema menyatakan, bisa saja pemerintah “memaksa” pulang dolar yang disimpan pemiliknya di luar negeri. Namun, dia menanyakan bagaimana cara pemerintah karena jika diiming-imingi dengan intensif dan return, dia menyatakan itu sudah dilakukan.

“Saya bingung pemaksaaannya seperti apa, karena kalau diberikan intensif dan return sudah. Selain itu suku bunga kita sudah cukup bagus di regional. Sehingga ada faktor lain yang membuat orang Indonesia lebih memilih menyimpan uangnya di luar negeri,” jelas dia.

Dia juga mengatakan bahwa seharusnya pemilik dolar secara sukarela menyimpan uangnya di Indonesia karena dengan diberi intensif, return dan suku bunga tetap saja tidak disimpan di Indonesia. Menurut dia, untuk golongan pengusaha tidak mungkin dipaksa untuk menyaimpan dolarnya di Indonesia karena sudah pasti diinvestasikan di luar negeri dalam bentuk investasi di sektor riil sehingga tidak bisa ditarik. Dia menyatakan, pengusaha yang menyimpan dolar dalam bentuk investasi, pasti untuk kepentingannya sehingga tidak mungkin dipaksa.

Sedangkan untuk individu yang memiliki dolar dalam jumlah banyak, memiliki faktor lain yang membuat mereka enggan menyimpan dolar di negeri sendiri. Dia juga mengatakan bahwa tidak hanya return dan intensif yang dilihat pemilik dolar yang menjadi faktor pemiliknya menyimpan di luar negeri, melainkan menjadi sifat alamiah dari investasi.

“Jumlah individu yang simpan dolar di luar bisa ribuan, bisa saja yang simpan untuk safety, dan kenyamanan. Individu yang memiliki kelebihan dolar tersebut tidak menyimpan seluruh kekayaannya di dalam negeri tetapi juga disimpan pada instrumen global di luar negeri”, jelas dia.

Pengamat ekonomi, Talisa Aulia Falianty meyakini perlu ada cara lain yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi pelemahan rupiah yang berlanjut. Dengan merangkul pengusaha, menurut dia, pemerintah bisa menarik dana-dana yang berada di luar meskipun terbatas. Salah satunya, dengan membuat perbankan domestik lebih menarik. “Harus ada insentif tambahan, dan instrumen yang menarik agar dapat menarik dana yang berada di luar. Seperti suku bunga dan keringan pajak.” ucapnya.

Pasalnya, sambung dia, alasan mereka menaruh dananya di luar terkait transaksi internasional yang mereka lakukan dan mempertimbangkan kredibilitas. “Networkingnya sudah luas, letter of credit-nya juga lebih bisa dipercaya, dan pelayanannya lebih prima.” ucapnya.

Namun permasalahannya, kata dia, banyak dana-dana yang berada di luar tersebut merupakan dana illegal. Karena itu dikhawatirkan lebih mudah terdeteksi atau terjerat money laundring apabila menempatkan dananya di dalam negeri. Selain membuat perbankan menarik, kata dia, perlu ada instrumen yang juga menarik, seperti foreign exchange swap dan pembentukan trustee yang sebelumnya telah dibentuk. Pemerintah juga perlu memperbaiki data-data ekonomi agar investasi di Indonesia menarik sehingga menambah cadangan devisa negara. Salah satunya asumsi-asumsi yang terdapat dalam APBN 2014, utamanya mengenai nilai tukar rupiah yang agak meleset.

“Di akhir September apabila masih berlanjut, inflasi di luar dari yang ditargetkan 7,2% dan nilai tukar rupiah semakin melemah, harus dipikirkan untuk membuat beberapa perubahan.” jelasnya.

Pengamat Ekonomi Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan jika Pemerintah menerapkan Quantitative Easing ala Indonesia, justru bisa membuat mata uang rupiah akan semakin hancur. Pasalnya, dalam kebiajakan Quantitative Easing erat kaitannya dengan mencetak uang. \"Kalau kembali mencetak uang, maka bisa membuat nilai mata uang rupiah akan semakin melemah,\" ujar Purbaya saat dihubungi, kemarin.

Namun demikian, jika Pemerintah menginginkan agar dana pengusaha Indonesia yang diparkirkan di luar negeri lalu didorong untuk bisa parkir di Indonesia maka itu kebijakan yang cukup baik. Akan tetapi, kata dia, tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk membujuk pengusaha Indonesia menaruh dananya di Indonesia. \"Tidak segampang itu, Pemerintah perlu bekerja keras untuk membujuk pengusaha. Belum lagi, pengusahanya yang sudah nyaman menaruh dananya di luar negeri,\" katanya.

Jika Pemerintah mengiming-imingi dengan insentif, menurut Purbaya, itu tidak akan membuat pengusaha mau menaruh dananya di dalam negeri dan itu bukanlah cara yang terbaik untuk membujuk lewat insentif. \"Saat ini fiskal Indonesia terbatas, kalau diiming-imingi dengan fiskal, maka ruang fiskal akan semakin menyempit. Padahal ruang fiskal yang besar mutlak dibutuhkan sebagai upaya stabilisasi,\" imbuhnya.

Salah satu yang penting dalam membuat ekonomi tetap terjaga adalah dengan menciptakan kebijakan moneter yang baik. Pasalnya, menurut Purbaya, menaikkan suku bunga adalah kebijakan moneter yang kurang tepat. \"Pemerintah perlu menciptakan pertumbuhan. Jangan sampai pertumbuhan ekonomi berjalan tanpa diciptakan. Selain itu, Pemerintah perlu membuat iklim investasi yang bagus. Karena dengan membuat iklim investasi yang bagus maka akan menarik pengusaha-pengusaha berinvestasi di Indonesia. Jadinya, tanpa disuruhpun, mereka akan menanamkan uangnya di Indonesia,\" jelasnya.

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…