OJK Dituding Belum Berpihak Pada Pasar Modal

NERACA

Jakarta - Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai lebih fokus mengurus sektor perbankan ketimbang pasar modal. Hal ini terlihat dari langkah yang diambil otoritas tersebut.\"Ada langkah yang ketat diambil oleh beberapa lembaga negara yang terkait dengan pasar modal. Namun saya melihat selama ini, OJK terlalu fokus mengurus sektor perbankan,\" kata Chief Economist dan Director for Investor Relation PT. Bahana TCW, Budi Hikmat di Jakarta, Rabu (21/8).

Pajak untuk reksa dana misalnya. Sampai sekarang, kata dia, belum ada hitam putihnya. Menurut dia, butuh konsentrasi lebih dari pemerintah dalam hal ini OJK untuk lebih serius mengawal proses di pasar saham.

Dia juga mengharapkan pemerintah dapat melihat basis investor domestik yang dinilai dia lemah.\"Saham asing dapat memindahkan uang mereka ke pasar saham lain di luar. Untuk basis untuk investor domestik harus diperkuat,\" tambah Budi.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad menuturkan, pelaku pasar keuangan di Indonesia mempunyai komitmen menjaga kredibilitas serta kontribusi terhadap peningkatan ketahanan industri dari goncangan internal maupun eksternal, “Stabilitas dan kredibilitas industri keuangan harus dijaga bersama,\" ujarnya.

Dia mengemukakan bahwa OJK dan pelaku pasar modal, seperti perusahaan efek dan analis pasar modal, industri keuangan non-bank perusahaan asuransi dan dana pensiun, serta pemodal kelembagaan domestik di pasar modal Indonesia menyatakan kesiapannya dalam mengevaluasi sekaligus mengantisipasi perkembangan pasar yang ada.

Sementara Direktur Evergreen Capital, Rudi Utomo menilai, ditengah kondisi anjloknya indeks BEI, saat ini perlu intervensi dari pihak regulator pasar modal untuk meredam tekanan terhadap IHSG, “Intervensi yang dilakukan regulator salah satunya dengan melakukan \'buyback\' (pembelian kembali) saham,\" ujar Rudi.

Dia menambahkan, selama ekspektasi pelaku pasar saham bahwa bank sentral AS (the Fed) akan mengurangi stimulus keuangannya dan nilai rukar rupiah masih tertekan, maka pasar modal akan terkena imbas negatif.

Kata Rudi, aksi jual paksa (forced sell) dinilai menjadi salah satu penyebab pelemahan indeks BEI pada pekan ini, “Indikasi \'forced sell\' saat pasar sedang kritis pasti selalu ada, besarannya kurang lebih lima sampai 10%,\"kata dia.

Sebagai informasi, \"Forced sell\" merupakan hak yang dimiliki sekuritas terkait adanya fasilitas marjin di BEI. Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida mengatakan langkah \"buyback\" saham secara keseluruhan belum akan dilakukan pada saat ini.

Dia mengemukakan, ketika krisis 2008 lalu pihak Bapepam-LK pernah memutuskan untuk mempersilahkan kepada emiten untuk melakukan \"buyback\" saham tanpa persetujuan dari rapat umum pemegang saham (RUPS). Saat itu, IHSG anjlok hampir 50%, “Jadi saat ini kondisinya berbeda dengan tahun 2008,\" tegas Nurhaida. (nurul)

BERITA TERKAIT

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…